Maretha bersedekap dada menatap tak suka ke arah pemandangan tak mengenakan jauh di tengah lapangan sana. Bel jam istirahat berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, tapi kebanyakan dari mereka yang lebih memilih untuk berdiam diri di pinggir lapangan menonton anak-anak futsal yang tengah bermain.
"Apa-apaan, bisa-bisanya cowok gue dikerumunin banyak cewek. Gak tau apa ya siapa gue." gerutu Maretha, yang sedari tadi memantau dari lantai 3, berdecih remeh.
Cewek itu segera beranjak dari tempat awalnya saat melihat satu-satunya orang yang dianggap musuh olehnyaㅡturut mengerumuni Syahmi. Tidak bisa dibiarkan. Bahkan saat beberapa siswi lain sudah menjauh sejak turunnya Maretha ke lapangan, hanya cewek itu yang masih betah berdiri di hadapan Syahmi, yang mana cowok itu kadang menanggapi ucapannya dengan balasan seadanya.
"Ey, kalian ngobrolin apa? Kayaknya seru banget." ujar Maretha yang tiba-tiba menimbrung, dapat ia lihat jika Syahmi panik sendiri saat melihat dirinya datang bergabung.
Dinda menoleh dengan senyuman yang masih enggan pergi. "Eh, kak Maretha kenapa di sini?"
Aturan gue yang nanya itu ke elo, bodoh! batin Maretha bersungut-sungut.
"Cuma mampir aja sih, gue ganggu kalian ya? Sorry deh, gue duluan aja ya?" pamitnya hendak pergi, sebelum tangannya tiba-tiba ditahan oleh seseorang, tentu saja orang itu Syahmi. "Kak.."
"Syahmi, biarin aja kak Maretha duluan, di sini kan masih ada aku." ujar Dinda seenteng itu, membuat beberapa siswi yang masih betah memperhatikan itu melongo tak percaya. Sejauh ini masih belum ada yang berani mendekati Syahmi secara blak-blakan di depan Maretha, pacarnya, lalu sekarang? Dinda si anak baru itu dengan entengnya berkata demikian. Mereka shock.
"Dinda lo gak tau siapa dia?"
Dinda menyerngit. "Kak Maretha? Wakil ketua osis kan kata kamu?" jawabnya, tapi Syahmi menggeleng. "Selain itu."
"A-apa?"
Syahmi menggenggam tangan Maretha kemudian mengangkatnya ke atas. "Kak Maretha itu pacar gue."
"H-hah? Pacar?"
"Ya menurut lo?" Dari sini lah Maretha mulai menunjukan sifat aslinya. Jujur, tidak betah juga berpura-pura baik.
"Lain kali, usir aja terang-terangan, mau ikut-ikutan jadi benalu apa gimana." gerutu Maretha, setelah keduanya duduk lesehan di pinggir lapangan bersama anak futsal yang lain.
"Aduh, aduh, posesif banget sih nyonya Syahmi." goda Davi, yang menjadi salah satu dari mereka, menatap Maretha dengan tatapan jahil.
"Apa sih, brisik." ketusnya, membuang muka.
Syahmi di sebelahnya hanya bisa mengusap lengan cewek itu pelan. "Gak boleh marah-marah, Kak." ujarnya.
"Tuh, dengerin, gak boleh marah-marah, Kak Maretha." goda yang lain, itu Angkasa yang bersekongkol dengan yang lain.
Anak-anak futsal memang sudah akrab betul dengan Maretha, selain Maretha itu anaknya memang suka mengakrabkan diri dan asik, mereka juga kan selalu bertemu Maretha karena cewek itu tidak pernah absen untuk menonton pacarnya futsal.
"Dieeemmm!" Maretha memekik kesal ke arah mereka. Dengarkan, dia ini sedang cemburu, oke?
"Heh, ya ampun, Kak Maretha ngapain sih ngeladenin mereka?" Syahmi mengusak pelan rambut Maretha, membuat cewek itu sedikit meluluh, ah, bukan sedikit, tapi buanyak.
"Kamu juga mendingan diem deh, Mi." ucapan Maretha membuat usakan di rambutnya berhenti. Syahmi menatap Maretha dengan kebingungan. "Lho?"
"Paling bener kamu itu diem."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 💭. we are classmate's ㅡ re-upload
Roman pour AdolescentsIni kisah milik mereka. Di dalam cerita ini semuanya terlihat lebih indah, dari aslinya. Ini mungkin juga tentang 'Bagaimana cara mereka untuk menikmati apapun yang telah mereka punya, dan menghargai apa yang telah ada.' Sebelum akhirnya penyesalan...