Kasus

31 16 0
                                    

ga jadi tamat deng, karenaa aku sayang banyak-banyak sama anak IPS 4, hehe.

••

Kasus itu sudah beredar. Di lingkungan sekolah SMA Airlangga, maupun SMA Pancasila. Namun, tanpa mereka tahu jikaㅡbahkan kedua sekolah itu tengah mengadakan sebuah kolaborasi. Kolaborasi itu yang membuat mereka tak habis pikir. Siswanya tawuran, sekolahnya kolaborasi.

"Anak kelas lo nakal-nakal."

Selvy langsung melirik sinis pada Dika di sampingnya, membuat cowok itu turut menoleh. "Apa?" tanya Dika.

"Gue gak terima lo ngomong yang barusan." balas Selvy dengan ketus, enak saja dia bilang anak kelasnya nakal-nakal. "Lo lupa kali ya, lo nembak gue juga karena lo takut video lo tawuran kesebar kali." sindir Selvy, terkekeh sinis, tanpa menatap sang lawan bicara.

"Ck, ngapain sih diungkit-ungkit."

"Lo ya yang buka topik itu barusan!" Selvy mendengus, merotasikan matanya malas. Kini matanya bergulir menatap seisi ruanganㅡbasecampnya anak osis, ya ruang osis, mana lagi.

Dika memilih diam, tak lagi membalas karena dia tau akhir-akhirnya juga dia yang harus mengalah. Cowok itu kembali disibukkan dengan tumpukan kertas di atas mejanya, membolak-balikkan kertas itu sembari mengurut pelipisnya sejenak.

Selvy kembali melirik Dika, sedikit merasa iba. Ternyata menjadi ketua osis tidak semudah apa yang dia bayangkan. Sok berkuasa. Kaki tangan sekolah. Mengatur-atur. Mengadakan event, program yang belum tentu berhasil. Padahal nyatanya, sebelum itu semua diketahui oleh seluruh warga sekolah, warga sekolah justru harus tau apa saja yang dilakukan oleh ketua osis mereka sebelumnya.

Berpikir keras. Mencari cara. Mencoba mengadakan event-event menarik. Memhuat proposal. Meminta izin. Dan belum juga di acc. Itu semua pasti terasa sia-sia. Merekaㅡanak-anak osis bahkan rela semalaman mencari cara agar event mereka dapat diterima dengan baik, agar event mereka dapat bermanfaat sesuai yang mereka bayangkan. Oke, pemikiran Selvy salah selama ini.

"Lo... pusing?" tanya Selvy ragu-ragu.

Dika menoleh, tak membalas, namun hanya tersenyum tipis. Selvy membuang muka, membatin dalam hati, sok kuat banget, bilang aja pusing.

"Misal bisa, lo mau gak ngerasain jadi gue sebentar aja?" tanya Dika tiba-tiba.

"Jadi lo? Jadi ketua osis?"

Dika mengangguk. Membalikkan kursi putarnya, berhadapan sempurna dengan Selvy, menatap manik mata cewek itu dalam-dalam. "Ketua osis itu cuma jabatan. Dan orang yang menerima jabatan itu ya sama kayak kalian. Bisa capek, bisa kesel, bisa marah, bisa sabar, dan bisa juga frustasi. Tapi apa yang mereka lihat gak kayak apa yang kita lakuin. Jabatan ketua osis di sekolah itu kayak wow banget ya? Banyak disanjung, banyak dihujat juga. Banyak yang dukung, banyak yang ngejatohin juga. Banyak yang suka, dan banyak yang benci juga. Dan loㅡ" Dika tiba-tiba mendekat dan menjawil hidung Selvy. "Termasuk orang yang benci sama gue. Bener?"

Selvy menelan ludah. Menatap wajah Dika dari jarak yang begitu dekat ternyata berbahaya untuk kesehatan jantungnya. Selvy langsung memundurkan wajahnya, membuang muka. Wajahnya merah padam, membuat Dika terkekeh.

"Kok salting sih?"

"ENGGAK YA!"

"Masa?"

"DIEM YA DIKA!"

Drtt.. drtt

Selvy melirik handphonenya, nama kontak seseorang tertera di sana. "Halo?"

"Lo nanti minta anterin Dika aja ya baliknya."

[✓] 💭. we are classmate's ㅡ re-uploadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang