Jakarta, 2019
Jduk!
"Aduh! Lo gila ya?? Main tendang-tendang aja!"
Akhirnya, wish ku yang ingin menendang tulang kering Hanan tersalurkan juga. "Salah siapa juga yang main Pat-pat di lapangan waktu itu!! Udah tahu disini orang julid semua isinya!"
"Ya.. ya itu sebagai bentuk---" Hanan tiba-tiba terdiam sambil bergumam tidak jelas. "Bentuk ..."
"Bentuk apaan?? Perasaan agenda kita juga berantem mulu. Huuuh---liat! Liat tuh fans lo pada gak sukaan banget liatnya." Aku menunjuk empat cewek yang tengah menatapku julid dari gazebo.
Aku masih di puncak kekesalan. Hanan justru tertawa melihat ekspresi ku. "Apaan anjir?! Sumpah lo emang nyari gara-gara ya sama gue?"
"Apaan deh orang gue ga ngapa ngapain."
Aku memandangnya sinis. "Jadi sekarang apa?"
"Lo masih nanya?" Sahutku cepat. "Jauhin gue, bego. Gue ga mau ya jadi langganan base karena lo." Ekspresi Hanan saat ini justru membuat aku agak tidak enak setelah mengatakannya. Well.. dia jadi agak serius.
"Gue gak mau. Emang kenapa sih kalo jadi langganan base? Bukannya bagus lo jadi terkenal, followers ig sama Twitter lo naik."
"Eh, Nyet! Yang ada citra gue buruk." Hanan diam tidak menjawab. Anak itu menyangklong tas nya kemudian bangkit. "Terserah, pokoknya gue gak mau kalo disuruh jauhin lo, enak aja."
Aku terheran dengan sikap Hanan. Lagipula kita tidak sedekat itu... Aku jadi curiga dia suka dengan ku. Boleh kan aku pede dulu. "Nan! Gue pulang sama siapa?!"
"Pulang aja lo sama monyet!!" Teriaknya dari ujung lapangan yang sepi.
Aku duduk kembali. Memandangi anak anak ekskul basket yang rupanya tengah berlatih. Kalau di ingat Iqbaal kan suka dengan basket. Tapi kenapa juga dia tidak ikut ekskul nya?
Aku menggelengkan kepala. Karena si Hanan itu pelit, jadi aku mengotak-atik handphone untuk meminta supir menjemput.
"Rara, kok belum pulang?"
Aku mendongak terkejut.
"Ini mau pulang." Jawabku. "Mau gue anterin?"
"Gue bisa chat supir." Jawabku lagi. "Kalo gitu gue mau lo pulang sama gue." Aku menatap Iqbaal kesal. "Lo kenapa maksa banget deh?"
"Katanya mau belajar bareng hari ini?" Aku terdiam. Lupa dengan janji yang satu ini.
"Itu jadi? Tapi gue belum mandi, Baal." Iqbaal terkekeh. "Gue juga belum. Nih habis rapat bau OSIS."
"Bau OSIS tuh gimana?" Aku bangkit dan menyusul Iqbaal yang sudah berjalan. "Lo akan tau kalo lo benci sama OSIS."
"Tapi gue nggak benci sama OSIS."
"Berarti lo nggak pernah tahu. Udahlah ngapain ngomongin gituan."
"!!?"
Aku tertawa. Tapi tawa itu berhenti karena bola basket mengarah ke kami. Spontan aku mendorong Iqbaal agar menjauh dari lapangan. "RA!"
Dia berteriak. Aku memejamkan mata takut-takut berharap semoga aku tidak gegar otak, luka dalam atau apapun karena bola.
Hap!
"Lo aman."
Aku membuka mata. Mengerjap beberapa kali untuk mencerna keadaan. Anak anak basket menatap ku dan Iqbaal, juga bola di tangannya. Salah satu dari mereka menghampiri kami. "Aduh... Maafin anak anak ya? Mainnya emang agak ngawur. Kalian nggak papa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
C, Love Story: The Prolog
FanfictionNow playing: Ashe - Moral of the story (Live) Rara tidak pernah tahu, bahwa menyukai Iqbaal rasanya akan sesakit ini.. [Bagian kedua More Than Girlfriend] Pict cover search on Pinterest imyourtasya | C, Love Story: The Prolog start: 29/9/2022 end: 3...