3 kotak bekal

69 16 0
                                    

Jakarta, 2019

Senin tiba kembali. Tidak sedikit orang yang memperhatikan ku setelah kejadian itu. Aku ingin menendang tulang kering si Hanan sekarang juga. Tapi lebih dendam kepada si tukang paparazi. Well untuk sekarang anak-anak jurnalistik (anak buah Bella) sedang mencari tahu informasi akun itu.

Kalau boleh sedikit sombong... Dulu waktu Papa mengambil raport akhir semester orang-orang langsung tertuju pada orang gagah berjas hitam. Ya itu papa ku.

Mereka lebih terkejut lagi saat aku keluar dari mobil.

Padahal papa bukan orang yang suka pamer dengan parkir di depan lobby, lalu membiarkan supir membawanya ke parkiran khusus. Padahal mereka menyaksikan itu di parkiran. Desas desus tentang papa ku mulai muncul, salah satu orang berpengaruh di Indonesia dan.. Donatur terbesar sejak aku masuk ke sekolah ini.

Base sekolah sangat ramai membicarakan itu semester lalu.

Namaku pernah sesekali terbit di artikel para anak jurnalis, citraku dari awal sepertinya memang sudah buruk. Sejak MPLS saja aku sudah bertengkar dengan cewek tidak tahu diri.

Setu bulan setelah MPLS selesai aku bertengkar dengan cewek lagi. Kantin 23 November memang tidak seluas itu. Saat istirahat murid-murid akan berkumpul dengan rasa lapar yang membuncah mereka lebih terlihat seperti zombie di Train to Busan.

Saat itu, aku menyenggol seseorang. Dia tidak terima padahal aku tidak sengaja.

Terhitung dua kali aku masuk ruang menyesakan bernama Bimbingan Konseling.

Pokoknya dalam satu semester itu, terhitung lima kali aku masuk ke ruang BK gara-gara berantem. Sebenarnya kalau tidak ketahuan BK lebih banyak lagi. Herannya kenapa tidak pernah ada panggilan untuk orang tua karena ulahku.

Keadaan semakin ricuh saat Iqbaal menghampiri ku seng senyum lebar. Gila, anak ini benar-benar cari mati.

"Hai." Sapa nya.

Aku hanya menatapnya sekilas, karena cahaya matahari terarah tepat di wajahku membuat aku silau. Tapi si Iqbaal ini malah menghalanginya dengan tubuh yang besarnya tidak main-main. Aku beranggapan bahwa anak ini sering ikut gym Minggu sore dengan Marvel.

"Ra," anak itu terlihat masih berusaha mengejar ku. "Sorry."

"Baal, gue muak dengan lo ngomong kata itu. Ini hari Senin, masih pagi, dan mapel pertama gue adalah fisika, jadi please jangan buat gue semakin puyeng dengan kata-kata permintaan maaf lo itu." Aku terus nyerocos di jalan. Aku tidak peduli kalau Iqbaal menganggapnya angin lalu. Sungguh aku muak dengan kata-kata itu tiap hari.

"Tapi lo---"

"Gue. Udah. Maafin. Lo."

"Oke... Terakhir, gue mau ngajakin lo belajar bareng lagi. Kalo nggak belajar kita bisa nongkrong aja."

Belajar bareng? Kalau kalian jadi aku, belajar bareng terakhir itu salah satu hal yang paling ingin aku hapus di otak ku.

"Lo lupa belajar bareng terakhir kita ngapain?"

"So---"

"Nggak usah minta maaf lagi. Gue mau, nanti chat jam, hari sama tempatnya di mana. Dan berhenti minta maaf lagi. Gue udah maafin lo."

Aku tidak jauh berbeda dengan orang jual mahal. Aku suka, tapi aku malas menanggapi mantan ku ini. Jadi... Boleh, kan aku menyebutnya mantan?

-

Satu bulan adalah waktu yang sangat lama untuk orang yang marahan. Dan Iqbaal membutuhkan waktu satu bulan agar keadaan kembali bisa menerimanya. Sebenarnya agar Abhim mau menerimanya.

Dan kalau boleh jujur, itu juga masih harus di sogok dengan mouse gamer yang Abhim incar sejak dulu.

Abhim masuk ke kelasnya lagi dalam keadaan tersenyum lebar. Padahal waktu keluar tadi seperti seorang pecandu, lemas. Kotak Tupperware warna ungu menjadi tanda bahwa Abhim barusan 'memalak' seseorang di atas.

Tapi kali ini tiga kotak yang di bawanya.

"Ya Allah, Bhim.. istighfar lo, makan berlebihan nggak baik."

"Yeeee bukan buat gue semua lah, nih warna ijo buat Iqbaal. Warna ungu yang agak muda buat Marvel, dari Zahra." Iqbaal menunjuk dirinya sendiri. "Gue...?"

"Kenapa? Lo nggak mau?" Iqbaal mau mau saja. Toh dia juga lapar.

"Tumben banget Zahra ngasih ginian? Buat gue?" Gumam Marvel. "Sebenarnya dia kesian sama lo. Masa kita berdua makan lo nya kagak. Sebenarnya ini buat gue juga sih, cuma gue maruk banget makan 2 porsi." Marvel menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Jadi gapapa nih?"

"Makan aja. Gue lebih biasa makan masakannya Tante Oca." Setelah membuka kotak bekalnya, Abhim menatap Iqbaal yang masih terdiam. "Beneran gak mau lo, Baal?"

"Bukan nggak mau, tapi gue sungkan sama Rara." Pembicaraan mereka memang tidak jauh-jauh dari hubungan Iqbaal dan Rara.

Membicarakan kebrengsekan teman mereka sendiri di depannya. Gila.

"Makannya nggak usah sok sok an nyakitin anak orang." Abhim kini sudah memasukkan satu telur puyuh ke dalam mulutnya. "Balikin mouse yang gue beliin kalo gitu, Bhim, rame mulu lo."

Abhim memberinya tatapan tajam. "Baperan lo."

Semuanya kini berfokus pada makanan juga handphone masing-masing. Kini Marvel yang memulainya lebih dulu. "Lo pada udah lihat base semalem belom?" Peminat Band cukup banyak di kelas ini, bisa bahaya kalau mereka membicarakan salah satu anggotanya. "Tau. Malah sebut-sebut Iqbaal lagi." Jawab Abhim.

"Lo udah tahu kan, Baal?"

Iqbaal tertawa kecil, "ngaco lo berdua, orang gue salah satu saksi nya."

"Lo kayak nggak terima gitu?" Iqbaal mendongak lagi, pandangannya bertemu dengan Abhim. "Emangnya kenapa kalo iya?"

"Lo nggak mau bikin berantem part 2 kan, Baal? Kecuali lo kali ini bener-bener serius sama temen gue." Marvel merasa atmosfer semakin tidak nyaman. "Guys mending kita makan dulu."

"Gue serius, Bhim." Anjing. Marvel mengumpat dalam hati." Lo nggak tahu rasanya nyesel itu gimana, gue merasa bersalah banget. Gue pastiin kali ini serius dan kita nggak ada lagi berantem beranteman."

"Gue nggak pernah menyesal karena gue nggak pernah ngelakuin." Sesuap makanan masuk ke mulut Abhim. "Jadi lo mau minta kesempatan kedua? Dengan alasan lo udah suka sama Rara? Oke. Tapi inget, temen gue yang Rara lebih berharga daripada temen gue yang Iqbaal."

Artinya kalau gue ngulang lagi, gue bakal kehilangan Rara... Juga Abhim.

Sebenarnya yang dulu itu sudah menjadi gambarannya.

"Gue ngerti."

Hingga detik itu, suasana benar-benar menjadi tidak enak. Abhim dan Iqbaal memakan dalam diam. Lain kali Marvel harus mencegah adanya topik yang berbau hubungan Rara dan Iqbaal.

 Lain kali Marvel harus mencegah adanya topik yang berbau hubungan Rara dan Iqbaal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
C, Love Story: The Prolog Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang