Bab 1

1K 44 2
                                    

"Seseorang melapor dengan dugaan bahwa kau penyusup atau seorang mata-mata. Atas nama pengadilan, kau ditangkap dan kami harus memasukkanmu ke Penjara Lizf. Silakan tunggu hingga hari eksekusimu diputuskan." Ucapan tidak ramah yang berakhir dengan dipenjaranya orang yang mereka temui.

Penjara Lizf, hanya memiliki tiga sel tahanan. Setiap satu sel memiliki luas tiga meter persegi. Ketiganya terbuat dari kaca tebal yang memerangkap udara dingin. Parameter suhu menampilkan angka 17 derajat Celcius. Penjara tersebut diperuntukkan bagi tahanan dengan tindak kriminal level atas atau tahanan khusus. Letak Penjara Lizf tepat di jantung Kota Arcent, di salah satu bangunan yang masih satu area dengan pengadilan.

Di salah satu sel, seorang gadis berusia 16 tahun bernama Reina Vidya, memiliki rambut panjang, memakai gaun selutut berwarna merah dan hitam, tengah duduk memeluk lututnya, dengan punggung bersandar di kaca yang sangat dingin. Bibirnya mulai pucat, bahkan wajahnya ikut pucat karena kedinginan.

Tiga jam yang lalu dia dijemput paksa di kediamannya atas tuduhan yang tidak pernah dilakukannya. Tuduhan dari seseorang yang tidak berhasil melukainya dengan kekuatannya dan orang itu malah menuduhnya penyusup. Sayangnya, tuduhan tersebut tidak bisa disanggahnya karena dia orang minoritas yang minim pembelaan dan sekarang dia sedang menunggu sidang eksekusinya.

Apa dia dibalik semua ini? Pantas saja kasus 'itu' tidak kelar.

Reina orang satu-satunya yang tidak 'berkekuatan' dan tinggal di Kota Arcent yang dihuni oleh orang-orang berkekuatan. Mereka semua bisa mengendalikan air dengan mengangkat tangan, berkonsentrasi, kemudian air yang ada di sekitarnya akan melayang membentuk gumpalan air. Aktivitas seperti itu sudah tidak asing di kota itu. Warga memakainya untuk aktivitas sehari-hari atau yang paling ekstrim adalah memakainya untuk senjata.

"Cepat buka pintunya! Kita harus membawa gadis kutukan itu!"

Suara seseorang terdengar di luar ruangan. Reina menoleh dengan lemah. Matanya yang tertutupi poni panjang, menatap ke arah pintu yang terselimut lapisan es tebal. Tindakan orang di luar ruangan membuat lapisan es tipis pecah dan pintu pun terbuka ke luar.

Dua pria dewasa, satu jakung bertubuh kurus dan satu lagi sedikit gempal, berdiri di ambang pintu. Dia yang jakung mendekat ke Reina, kemudian memborgol kedua tangannya. Sedangkan, yang gempal hanya menatap mereka dari ambang pintu.

Tidak ada protes atau apapun. Reina berdiri dan berjalan mengikuti si jakung. Suhu luar ruangan jauh lebih hangat dibandingkan di dalam. Reina yang awalnya mengigil kini mulai menyesuaikan diri dengan suhu di luar.

Ketiga orang berjalan berurutan, melewati lorong panjang yang hanya disinari lampu led kuning yang menempel di dinding sebelah kanan.

"Lebih cepat!" Si gempal mendorong punggung Reina dengan kasar.

Namun Reina hanya bisa menatapnya tajam, tanpa mengatakan apapun.

Beberapa waktu tidak ada cahaya yang bersinar terang, tepat diujung lorong, mereka ditunggu oleh secerca cahaya berwarna putih. Semakin mereka mendekat, semakin jelas apa yang sudah menunggu mereka di sana.

Tepat di batas akhir lorong, Reina memejamkan matanya karena silau. Dia tiba di ruang sidang. Ruangan yang hampir sebagian ruangnya dipenuhi oleh tribun, tempat para saksi menonton jalannya persidangan. Di sebelah kanan, tiga podium yang ditempati oleh hakim, wakil hakim, dan notulen.

Lalu, keadaan sekarang, tiga tribun penuh dengan orang-orang yang penasaran tentang tema sidang hari ini. Si jakung membawa Reina memasuki ruang rapat, seakan memamerkan bintang utama hari ini.

Reina menatap ke arah podium hakim, yang mana tengah berdiri seorang laki-laki yang baru menginjak umur 25 tahun. Laki-laki itu terlihat sibuk dengan tablet canggih di tangannya, sesekali menatap rekan di sebelahnya.

ASTAKONA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang