Bab 7

218 23 0
                                    

"Tidak. Mereka tidak pernah membicarakan pekerjaan atau masalah mereka padaku." Reina manggut-manggut, meyakinkan jawabannya.

"Mereka ilmuwan? Termasuk Tim Peneliti Abbey juga?" sergah Vira.

Reina mengangkat bahunya. "Ya ... Entahlah."

Uki sedari tadi hanya menyimak dari balik poni rambut panjangnya. Matanya senantiasa menatap Reina, mengamatinya seakan sedang menilai sesuatu. Ketika Reina menyadari tatapannya, Uki langsung menunduk. Sesekali mengintip dan Reina sudah tidak lagi menatapnya.

"Semalam aku penasaran. Bagaimana kau bisa terlahir dengan kekuatan penetral, Rei? Apa orang tuamu juga sama?" Galang menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya.

"Jangan tanya padaku. Jawaban kedua, orang tuaku tidak pernah menunjukkan kekuatan mereka padaku. Aku tahu, aku bisa menetralkan kekuatan, ketika di umur lima tahun, beberapa anak kecil menjailiku dengan menjadikanku kelinci percobaan kekuatan mereka. Lalu, ketika tidak ada satu pun yang berhasil melukaiku, mereka malah berteriak 'Monster! Monster!'. Setelah itu, aku tidak diijinkan keluar dari rumah." Reina menyandarkan punggungnya, sesekali mengayunkan kakinya.

Kejadian yang dialaminya di umur lima tahun, membuatnya susah untuk mendapatkan teman. Yang bisa dilakukannya hanyalah diam di dalam rumah, mengintip dari balik jendela menatap anak-anak seusianya yang sedang bermain bersama, menatap iri mereka yang bisa mengeluarkan air bahkan menciptakan gelembung-gelembung.

"Aku tidak boleh keluar?"

"Di sini saja sama Ibu. Memangnya apa untungnya berteman dengan mereka?

"Apa semua yang ada di luar sana seperti mereka? Apa hanya aku yang tidak seperti mereka? Apa dunia membenciku?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Mereka bukan teman yang baik untukmu. Lalu, karena Reina anak Ayah dan Ibu, jadi Reina berbeda dari yang lain. Jika dunia membencimu, Ayah dan Ibu akan menjadi orang pertama yang mencintaimu."

Reina mengangkat wajahnya, menatap langit-langit ruangan yang terang dengan bantuan lampu.

Kau benar, Ibu. Bahkan sekalipun aku menghilang dari kota ini, tidak akan ada yang mencariku.

"Eh... jadi kau bisa menetralkan kekuatan? Benarkah?" Raka menarik kursinya lebih dekat, kemudian menopang dagunya ke arah Reina.

Reina melirik. "Kau mau mencobanya?"

Raka menggeleng. "Tidak. Aku percaya kok. Padahal, kau sangat manis dan sebutan itu sama sekali tidak pantas bagimu."

"Kau tidak pernah bertanya sekali pun?" Vira menyahut. Dia penasaran dan merinding secara bersamaan. Membayangkan di posisi Reina menerima cercaan bahkan cemoohan dari orang-orang, seakan satu kota menolak keberadaannya.

Reina beralih menatapnya. "Apa?"

"Orang tuamu. Apa kau tidak pernah bertanya pada mereka?"

"Tidak. Sekali pun mereka memiliki kekuatan, mereka juga tidak akan pernah membicarakan hal itu di depan orang yang tidak memiliki kekuatan sepertiku."

"Tapi, Rei. Keberadaanmu di kota ini atau bahkan di Distrik Kumuh hanya 1:1000. Mungkin hanya kau satu-satunya orang yang memiliki kekuatan 'aneh'." Amarta yang baru saja melepas ikat rambutnya, kini menyisir rambutnya dengan jari jemarinya kemudian mengikatnya lebih rapi.

Vira mengangguk setuju. "Mungkin karena itu kau menjadi tahanan di Penjara Lizf."

Monster? Aneh? Bukankah dia lebih normal dari semua orang di kota ini? Tapi, jaman di negeri ini sudah mulai berubah. Sudah pasti apa yang berbeda akan sangat ditentang. Elvano diam dengan pikiran kemana-mana. Sesekali dia memainkan jarinya dan lebih banyak melamun.

ASTAKONA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang