O7

1.1K 196 13
                                    

THE FIRST'S POV

Suara gemuruh penonton sangat ramai sampai-sampai aku harus menutup telingaku dengan headphone, mataku sibuk melihat kearah pertandingan di dalam gedung aula sekolah. Semua orang menyoraki pada masing-masing jagoannya. Termasuk aku, tapi aku malu, jadi lebih baik diam.

Mencoba fokus pada permainan tapi aku terus terganggu oleh banyak adik kelas yang ada disebelah kanan dan kiri yang sedari tadi tak berhenti mengoceh, walaupun sudah pakai headphone, sepertinya desibel suara mereka berhasil lolos masuk ke dalam telingaku. Aku mencoba untuk tak mempermasalahkannya. Toh, Upi bisa saja termotivasi oleh teman-temannya ini.

Sorakan itu sedikit mereda ketika salah seorang junior laki-laki kelas 11 meng-counter anak-anak perempuan. Aku tersenyum puas ketika mereka lebih diam lalu kembali lagi menonton pertandingan.

Tiba-tiba Sho datang dengan membawa satu kaleng minuman soda dan membawa satu kemasan botol air putih di tangan satunya lagi, dia merembet duduk dekat sebelah kiriku. Botol itu diberi padaku karena tadi aku sempat menitip minuman.

"Makasih."

"Gimana? Udah menang belom?" tanya Sho yang matanya melihat Upi masih dengan posisi siapnya.

Amu yang daritadi tidak bisa diam menengok sebentar.

"Sho! Belom! Lawannya batu banget! Susah dijatuhin!" sahut Amu dengan kedua kepalannya dengan semangat.

"Upinya udah mulai oleng." ujar Amu.

Dengan posisi jari-jari masuk kesela-sela masing-masing, kepalanya ia tumpu dipunggung tangannya. Sho melihat gerakan Upi dan mencari letak salahnya dimana.

Upi menahan memegang lengan dan menendang samping tubuh bagian kiri lawan, tapi Setelah diam sebentar, komentarnya terlontar.

"Gak fokus dia, refleknya lambat."

"Lambat." Amu ikut-ikutan gaya tangan dan duduk Sho.

Selagi menonton aku menyadari penampilan Sho yang berbeda. Dia lebih— berantakan. Aku pandang dia sebentar dan dia membalas tatapanku sedetik kemudian. Amu juga sadar.

"Btw, itu baju ama rambut kucel benget, kenapa?" tanya Amu sembari melihat penampilan Sho.

"Tadi ketiduran di genteng terus jatoh." ujarnya singkat.

Aku tahu Sho tak suka sikap berlebihan dan khawatirku. Jadi daripada ku tanya ini-itu, aku hanya melirik-lirik sedikit memastikannya baik-baik saja lalu menoleh kearah pertandingan.

"Yang lain mana?" tanya Sho.

"Toro harus jaga stand makanan, Kiki persiapan konser, aku nganggur." jawab Amu.

"Nggak nanya soal elu sih."

"Nginfoin doang kok."






























Badan Upi lagi-lagi terbanting. Aku sedikit geram melihatnya. Sejak Upi pertama latihan ruangan olahraga klub bela diri, aku termasuk salah satunya yang mengoreksi kesalahan teknik-teknik Upi. Lambat laun, aku merasa Upi sudah siap tempur di medan pertandingan, secara fisik, tolong garis bawahi, secara fisik. Tapi aku lupa satu hal, aku telat sadar kalau Upi belum siap mental. Upi sama sekali tidak menceritakan apapun selama latihan, apa yang dia pikirkan sih?

Aku baru mengetahui saat 10 menit sebelum pertandingan dimulai. Itu info yang ku dapatkan dari Izar yang juga melatih Upi selama beberapa pekan bersama Umami. Aku kira itu hanya asumsi Izar, tapi itu benar-benar terjadi. Dasar aku dan pikiran positifku.

PROTECT [WEE!!! X READER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang