12

711 102 14
                                    




Seorang wanita berkepala 30-an sedang memasak sop kesukaan suaminya, dengan telaten sambil Iya menjaga anak sulungnya yang duduk di kursi meja makan dengan buku Perkalian ditangannya.

"Kak, besok Kiki ada lomba mewarnai. Kakak temani adik ya?"

"Nggak bisa, aku ada tes perkalian besok."

Wanita itu tersenyum setelah itu mematikan kompor.

"Kan kakak sudah hafal."

Diusap kepala si anak sulung, namun ditepis pelan. Raut wajahnya tidak ramah.

"[Name] harus bisa semua perkalian, bu. Besok cuma perkalian 5 saja yang dites, [Name] mau selesaiin besok sampe perkalian 10!"

Rambut anak kecil di bangku 3 SD itu terkepang di kedua sisinya, pipinya memerah menandakan marah. Ibunya mencoba membujuknya kembali.

"[Name], anak ibu—

"[Name] mau jadi juara!—

























"Ibu saja sama bapak yang nemenin Kiki!"



























THE SECOND'S POV

Kamu membuka matamu perlahan dan mengerjapkan mata beberapa kali. Keringat banjir membasahi pelipismu, sedikit panik tiba-tiba memimpikan yang sudah lalu. Sosok yang kamu rindukan sampai kapanpun.

Terlepas dari itu kamu sadar, kamu pindah ke kasurmu yang entah siapa yang memindahkannu. Kamu mengganti posisi menjadi duduk. Melihat kearah jendela, langit sudah gelap dihiasi bintang-bintang yang jaraknya berjauhan.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan sangat hati-hati.

"Kak sudah bangun?"

Suara lelaki paruh baya memasuki pendengaranmu. Dengan perlahan ia mendekat dan duduk diatas kasur, punggung tangannya mengecek suhu pelipismu.

"Astagfirullah, kak... kakak demam inii. Bentar Papa ambil air anget dulu."

Punggung Papa menghilang dari balik pintu. Kamu menutup matamu sejenak, mencoba menghilangkan rasa pusing. Tiba-tiba tanganmu terasa di usap-usap dan ditempeli pipi kecil.

"Jangan auh.."

Sontak kepalamu menoleh, Uji dengan wajah yang menahan tangis, badannya bergetar sedikit. Sesegukan ia keluarkan sesekali. Kamu tersentuh.

Kamu mengusap surai hitamnya.

"Iya, sayangku. Kakak engga sakit, kakak strong! Rawrr!!" Kamu mengangkat tanganmu menunjukan otot bisep yang tak timbul.

Dibercandai, malah Uji memeluk tanganmu erat. "Iya-iya sayang, wkwk. Salah ya rawr-nya? Ajarin kakak rawr dong. Kan adek bisa."

Sambil memeluk lenganmu dengan ekspresi malu yang ditahan.

"Rawr.." ucapnya pelan sebelum semakin memelukmu. Kamu tertawa pelan. Mau kamu gigit.

PROTECT [WEE!!! X READER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang