taekwondo.

1K 168 8
                                    

THE THIRD POV

Pukul sepuluh dipagi hari, perempuan dengan baju doboknya menatap pantulan dirinya dicermin ruang tunggu. Tampilan dirinya dalam cermin membuatnya gugup saat ia pandang. Badannya terasa panas-dingin dan perutnya meremang sejak memasuki area sekolah yang sama sekali ia tak tahu denahnya.

Hari ini adalah hari terakhir ia bisa ikut lomba kejuaraan, mengingat dirinya menginjak kelas sembilan sekolah menengah pertama, dia harus fokus mendapatkan nilai terbaik, walau bisa saja memilih sekolah yang ia inginkan bukan berarti dia akan menggelandangkan nilai akademiknya.

Ponselnya berdering karena banyak notifikasi dari teman-teman Kiki. Siapa lagi kalau bukan Amu, Upi dan Toro. Mereka memberi pesan semangat di ruang pesan pribadi. [Name] mengendus sedikit karena kelakuan Sho yang titip pesannya pada ponsel Amu, katanya 'menang y'.

Ketukan di pintu mengusak lamunnnya. Surai biru adiknya mulai terlihat saat memasuki ruangan tunggu peserta. Matanya berbinar, seakan-akan kakaknya adalah artis papan atas.

"Asli kak, keren banget!"

Dari kecil, Kiki selalu mempunyai sifat clingy pada [Name] maupun Ibu. Kiki selalu kagum dengan Ibunya saat sedang memasak, membantunya mengikat tali sepatu, atau saat mengerjakan pekerjaan rumah maupun kantor. Karena Ibu sudah resign dari pekerjaan itu. Sekarang Kiki melihat sosok kakaknya sebagai orang yang paling ingin dia jaga dikeluarga setelah Ibu. Entahlah, mungkin karena figur perempuan didalam keluarganya hanya kakaknya yang tersisa.

"Belum mulai, jangan buat gugup deh."

[Name] memukul bahu Kiki yang tersenyum cengengesan, Kiki memakai kaos oblong berwarna putih dibaluti dengan jaket hitam, anak bujang itu sudah membuat para anak SMP disini heboh saat melewati lorong.

Papa tiba-tiba muncul dari balik pintu bersama Uuji yang ditimang olehnya. Senyum [Name] merekah saat Papa nya turut hadir menonton pertandingannya. Uuji baru berumur 2 tahun terlihat sangat menggemaskan memakai onesie panda.

"Cimit satu ini lucu banget sih. Pah, gantian dong." Tangan [Name] mengulur memberi isyarat agar Papa memberikan adik keduanya. Seakan tahu berpindah tangan, Uuji sedikit merengek dari gendongan gadis itu.

"Aduh, iya-iya! Nggak usah dipukul juga!"

Kiki memegang perutnya sambil tertawa. "Ogah noh Uuji sama kakak."

"Huft!"

Tapi saat Uuji melihat wajah [Name], rontaan badannya berhenti. Seulas senyuman terpatri dalam bibir mungilnya. Tangannya bergerak-gerak tanda semangat ketika tahu siapa yang mendekapnya saat ini.

"Utu utu utuu, anak capa ci ini, hm? Anak capa?"

[Name] membuat gerakan menimang naik-turun membuat Uuji tertawa. Papa tiba-tiba mengusak kerudung hitamnya. Mata [Name] teralih pada Papa.

"Kapan mulai pertandingannya?"

"Hm.. sekitar—

"[Name], ya?"

Kata-katanya terpotong saat ada kakak-kakak berkalung nametag bertanya sambil tersenyum, langsung [Name] asumsikan panitia dari lomba ini.

PROTECT [WEE!!! X READER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang