⚠️PERINGATAN⚠️
Halo, para pembaca yang budiman, selamat karena sudah sampai di bab terakhir!
(Ha? Kok cepet?)
Iya, nggak bohong. Dan sebelum membaca lebih jauh, kuperingatkan terlebih dulu bahwa bab ini mengandung unsur kekerasan dan hal buruk lain. Pembacaku yang budiman diharap bijak dalam menyikapinya, ya!
Selamat membaca!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sam tahu satu tempat anak-anak nakal seperti itu berkumpul. Ia pun kembali mengayuh sepeda. Sangat cepat, lebih cepat dari sebelumnya bahkan hingga berkeringat meski udara malam itu makin menusuk.
Medan yang dilalui adalah tanah yang untungnya tidak berbatu atau berlubang. Kiri kanan jalur tersebut didominasi sawah dan tidak ada lampu jalan. Sehingga satu-satunya penerangan yang mereka miliki adalah lampu sepeda kecil di sisi kanan roda depan.
Renata tidak terlalu suka keramaian, tetapi bukan berarti ia menyukai kesunyian, kegelapan, dan suasana kelam yang kini menyelimuti mereka. Bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh serangga sawah juga menjelaskan bahwa tidak ada orang lain di tempat tersebut kecuali mereka berdua.
Meski tak terlihat, tak terdengar, tidak bisa menyentuh manusia, dan kemungkinan besar tidak bisa terluka, Renata tetap diliputi perasaan khawatir. Sungguh ini adalah tempat dan waktu yang sangat tepat bagi begal atau pembunuh bayaran beraksi. Mungkin saja beberapa dari mereka sudah bersembunyi di balik tanaman lalu tiba-tiba melompat untuk melakukan berbagai hal yang buruk.
"Sam, semoga nggak ada hal buruk," ucap Renata untuk yang kesekian kali meski suaranya tak sampai pada si penerima yang dimaksud.
Dari jarak yang masih cukup jauh, pandangan gadis itu dapat menangkap cahaya terang yang jelas berasal dari sebuah rumah. Dengan seketika, Sam mempercepat laju sepedanya. Bukan perasaan senang atau bersemangat, kekuatannya justru datang karena amarah. Jika saja Renata mampu melihat wajah lelaki tersebut dari depan, Sam tampak hampir meledak karena emosi.
Makin dekat, makin terlihat jelas pula bahwa rumah tersebut tidak lebih luas dari rumah Sam. Di terasnya, sebuah meja biliar tengah dikerubungi beberapa lelaki.
Sam menghentikan kendaraan tepat di depan kerumunan tersebut. Renata dapat mencium aroma tidak sedap memenuhi tempat itu, yang mungkin timbul dari asap rokok, minuman beralkohol, dan benda lain yang tidak dikenalinya. Melihat Sam yang dipenuhi kemarahan, para lelaki di tempat tersebut menatapnya dengan gusar.
"DI MANA DEWI?" Teriakan Sam menggelegar, membuat semua yang berada di depannya terkejut, tak terkecuali Renata.
Baru kali ini ia melihat Sam begitu marah. Malam ini Sam tidak lagi terlihat seperti kutu buku, tetapi sosok kakak yang diliputi kemarahan karena kasih sayang pada si adik.
Tak mendapat jawaban dari semua orang yang berada di sekelilingnya, Sam berjalan menuju pintu. Namun, niatnya untuk masuk menjadi tertunda karena seorang lelaki tiba-tiba berdiri menghalangi jalan. Gestur tersebut membuat Sam makin yakin bahwa benar-benar ada hal yang disembunyikan. Sam mencengkeram kerah lelaki yang hanya berjarak satu meter itu dan mendorongnya hingga membentur dinding. Pada saat yang sama, terdengar suara jeritan perempuan dari dalam.
Suara tersebut menghancurkan hati Sam. Suara Dewi.
Seolah mendapat kekuatan yang amat besar secara mendadak, Sam mendorong lelaki di depannya, juga sosok-sosok lain yang ikut menghalangi jalan masuk. Beberapa dari mereka juga berteriak, seolah sedang memberi tahu situasi kacau di teras kepada siapa pun yang ada di dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kisah di Perpustakaan (END)
Mystery / ThrillerHari Jumat adalah jadwal Renata menghabiskan waktu di perpustakaan. Awalnya tidak ada yang lebih spesial daripada buku-buku itu sendiri, hingga ia bertemu seorang lelaki yang dalam sekejap menjadi teman duduknya setiap hari Jumat. Dua bulan berlalu...