"satu Minggu lagi natal Jo , apa harapan lo tahun ini ? ". Tanya Jere , saat ini mereka ada di balkon lantai atas ruko milik Joan , ditemani dua mangkok bakso yang dibeli Joan di penjual keliling yang biasa lewat di depan rukonya dengan asap yang masih mengepul.
"Harapan gue ya Je ? gue cuma pengen natal nanti gue gak sendirian , gue bisa tukeran kado natal lagi sama orang - orang yang gue sayang atau sekedar ngabisin malam natal dengan makan malam setelah pulang dari gereja". Joan menghela nafasnya sebentar.
"Tapi sebesar apapun harapan gue, semua hal itu gak akan pernah terwujud".
"Emm.. sebelumnya gue minta maaf Jo , emang orang tua lo kemana?".
"Orang tua gue udah gak ada je, mereka udah meninggal dua tahun yang lalu".
"Maaf Jo , gue gak tau". ucap jere merasa bersalah karena sudah menanyakan hal itu pada Joan.
Joan yang melihat itu tersenyum "gak apa-apa Je , biasa aja kali gue juga udah mulai terbiasa juga , masih ada Tuhan yang selalu ada buat gue".
"Tapi lo jangan khawatir natal tahun ini dan tahun - tahun berikutnya gue janji , lo gak bakal kesepian dan sendirian lagi Jo".
Joan hanya menoleh sebentar sambil tersenyum dan mengangguk kearah Jere tanpa menanggapi lalu hanya hening yang menyapa , masing-masing dari mereka sekarang sibuk memandangi jalanan dibawah sana yang dibeberapa sudutnya sudah dihiasi ornamen - ornamen natal dengan lampu berwarna-warni yang dipasang sepanjang jalan bahkan lagu natal sudah diputar dibeberapa toko yang ada di kota ini.
Sampai keheningan diantara mereka pecah karena seruan dari jere setelah menyuapkan satu sendok bakso kedalam mulutnya.
"Woah , luar biasa ! ".
"Kenapa ? Gak pernah makan bakso juga lo ? ". Saut Joan yang sudah hafal dengan tingkah jere.
Jere hanya mengangguk sambil menunjukkan senyumnya.
"Terus kenapa lo gak sekolah jo?".
"Gue udah lulus dua taun lalu Je".
"Lhah lebih tua gue dong? tau gitu gue panggil lo kakak dari tadi".
"Enak aja, Sembarangan banget gue masih 17 th ya Je , dulu gue ikut program akselerasi , harusnya sekarang gue udah kuliah di luar negeri".
"Kenapa lo gak jadi kuliah?".
"Mmm..karena waktu itu tepas di hari dimana gue harusnya berangkat , di hari itu juga orang tua gue kecelakaan sepulang nganter gue ke bandara , untung pesawat gue delay jadi gue langsung batalin penerbangan gue hari itu".
"Maaf Jo , gue salah nanya lagi ya ? ". Ucap jere menoleh kearah Joan lalu menggenggam tangan Joan untuk sekedar menguatkan Joan , jere tidak pernah menyangka gadis yang terlihat galak seharian ini ternyata menyimpan begitu banyak duka.
"Bilang maaf kayaknya hobi baru lo Je maaf - maaf Mulu daritadi?". Saut Joan bosan mendengar Jere meminta maaf padahal dirinya merasa tidak ada yang salah.
"Ya enggaklah, tapi setelah itu lo kan bisa berangkat Jo?".
"Ya emang sih , gue dapet beasiswa sampai gue lulus tapi gue gak mau ninggalin usaha yang udah dibangun bokap nyokap gue meskipun gue harus kehilangan rumah keluarga gue untuk nutupi beberapa pinjaman bokap gue yang belum lunas dan pindah ke ruko setidaknya gue masih bisa lihat bokap nyokap gue tiap hari di setiap sudut ruko ini meskipun cuma dalam bentuk bayangan sama kenangan mereka , gue rasa itu cukup".
"Joan emang keren banget". Ucap jere sambil mengusak rambut Joan.
"Dan Lo sadar gak sih je , kita sebagai manusia gak bisa serakah , terkadang kalau kita menginginkan sesuatu hal kita harus mengorbankan hal yang lainnya , gak semuanya bisa kita genggam".
"Gue paham Jo , sangat paham malah".
'Untuk sembuh atau sekedar bertahan gue harus mengorbankan kebebasan gue , demi diri gue sendiri dan demi orang - orang yang sayang sama gue'. lanjut jere dalam hati.
"Makan dulu baksonya Je , keburu dingin gak enak nanti". ajak Joan sebelum melanjutkan obrolan mereka
"Ada hal yang belum pernah lo lakukan atau rasain lagi gak Je siapa tau gue bisa bantu?". tanya Joan setelah menghabiskan baksonya.
"Masih banyak banget Jo , tapi salah satunya jatuh cinta mungkin ".
Tanpa aba - aba tiba - tiba saja Joan mengecup bibir jere singkat lalu menurunkan kepalanya, mendekatkan telinganya tepat di dada kiri Jere yang berdetak tidak beraturan tanpa memperdulikan jere yang terkejut.
"Kayaknya sekarang lo udah ngerasain itu Je". Ucap Joan tersenyum menatap jere yang masih terpaku setelah apa yang dilakukan Joan barusan.
"Lo bener Jo". Jere terkekeh sambil memegang dada kirinya dengan tangan kanannya.
"Makasih Jo , untuk semua bahagianya hari ini". ucap Jere lalu menarik kepala Joan untuk disandarkan dibahunya lalu menikmati kembali malam ini.
•
"Jo".
"Hmm..".
"Makasih".
"Makasih lo udah terlalu banyak hari ini Je".
"Hmm , gue tau Jo tapi sebanyak apapun terimakasih yang gue punya gak akan cukup buat bales semua hal lo kasih ke gue hari ini".
"Udah malem , good night Je".
"Good night Jo , mimpi indah".
Saat ini mereka sedang tidur saling menghadap satu sama lain dikasur milik Joan karena hanya ada satu tempat tidur , mau tak mau mereka harus berbagi tempat tidur tidak mungkin juga membiarkan Jere tidur di sofa.
"Akkkhh.."
"Ssssshhh" jere mengerang pelan sambil meremas seprai dengan tangannya saat tiba-tiba setiap bagian tubuhnya terasa nyeri.
"Akkkhh..Tuhan". Jere memejamkan matanya erat sambil mengernyitkan dahi , menahan sakit teramat yang mendera tiap inci tubuhnya.
Joan yang belum sepenuhnya terlelap , membuka matanya kembali setelah mendengar erangan pelan dari Jere yang terdengar kesakitan.
"Jere". Joan menepuk tangan jere pelan.
Mendengar suara Joan yang memanggilnya , j6ere membuka matanya pelan lalu mencoba bersikap baik - baik saja dengan sekuat tenaga menahan rasa sakitnya.
"Ada apa Jo" dengan suara sedikit bergetar
"Gue tiba-tiba kangen bokap nyokap gue , gue boleh peluk lo?". Ucap Joan hanya diangguki oleh jere
Dengan cepat Joan memeluk jere " je lo boleh meluk gue lebih erat lagi , lo boleh peluk gue seerat mungkin".
Setelah berkata seperti itu Joan merasakan jere memeluknya sangat erat bahkan terasa seperti sebuah cengkraman pada bahunya.
"Jere anak baik , ada Joan disini kasih kekuatan buat Jere". Ucap Joan sambil mengusap punggung dan kepala Jere jere dengan lembut serta satu tetes air mata yang lolos dari salah satu sudut matanya.
Sementara jere masih sibuk dengan rasa sakitnya tidak menyadari apa yang dilakukan dan dikatakan oleh Joan.