Hujan kembali membasahi bumi malam ini , meski tidak deras tapi gerimis yang tidak kunjung reda sejak 3 jam lalu berhasil membuat udara akhir bulan Desember ini menjadi lebih dingin dan Joan memilih duduk di balkon mendekap sebuah kotak kado berukuran besar yang dia temukan di depan rukonya serta satu mangkok bakso yang dibiarkan dingin sejak 1 jam yang lalu , sambil memandang jalanan basah dan sepi dibawah sana , hanya terlihat lampu jalanan dan sisa - sisa ornamen natal yang masih terpasang dan satu dua orang yang melintas mungkin orang - orang memilih bersembunyi di balik selimut atau sekedar menikmati semangkuk mie kuah atau sepiring gorengan hangat di dalam rumah daripada harus berlalu lalang dijalan menghadapi air yang katanya berkah dari Tuhan.
Setelah puas memandang jalanan, Tangan Joan perlahan membuka Kotak yang ia temukan tadi , setelah terbuka , ternyata kotak itu berisi sebuah album foto , voice recorder , sebuah gelang Rosario serta beberapa kotak dan batang coklat yang mungkin bisa dijadikan stok untuk 6 bulan kedepan.
Pertama - tama Joan mengambil album foto bersampul hitam Polos itu , mulai membuka lembar demi lembar halaman dalam album itu terlihat fotonya bersama Jere , dimulai dari awal mereka akan berangkat untuk menuruti kemauan Jere , kemudian saat mereka bersenang-senang di mall , saat mereka diatas motor , saat ditaman bahkan saat mereka sedang menghabiskan malam di balkon dan ah jangan lupakan saat mereka menikmati mie ayam pertama Jere , perlahan senyum yang hilang beberapa hari ini tanpa sadar kembali meski sedikit.
Setelah selesai membuka satu persatu album foto itu Joan meletakkannya lalu tangannya beralih mengambil voice recorder dari dalam kotak dan mulai menyalakannya , untuk pertama kalinya ia mendengar suara jere lagi setelah beberapa hari ini ia sangat merindukan suara itu dan hal itu berhasil membuat Joan meneteskan air matanya lagi.
"Hai Joan , kalau lo denger ini berarti lo udah nerima kado natal kedua dari gueb, gue cuma pengen ngasih sesuatu yang spesial aja buat lo , tapi lo jangan khawatir gue udah nyiapin kado natal buat lo untuk 5 tahun kedepan tagih aja ke bang Kael". terdengar kekehan dari Jere sebelum melanjutkan bicaranya.
"Gila ! bohong banget". kekeh Joan dengan tangan yang sibuk mengusap air mata.
"Gue , tau pasti dari kemarin lo sibuk nangisin gue kan ? Bahkan gue tebak sekarang lo lagi nangis jelek makanya buat ngilangin sedih lo gue ngasih lo banyak coklat soalnya gue gak tau akan selama apa sedih lo bisa hilang , semoga semua coklat - coklat itu bisa bantu lo ngurangin sedih lo kalau kurang lo bisa minta papa".
"Jo.. jangan lama - lama sedihnya , cantiknya gue harus bahagia , gue cuma gak bisa lo lihat lagi tapi gak pergi Jo , gue akan jagain lo terus sama Tuhan dari atas sini , lo boleh sedih tapi jangan hancur ya Jo".
"Oh.. iya ! gua lupa beliin lo pasta gigi , gue pesen dulu deh , masa gue cuma beliin lo banyak coklat tapi gak beliin lo pasta gigi , kalau lo sampai sakit gigi jahat banget gue". Tiba - tiba saja Jere berteriak membuat Joan menjauhkan telinganya dari voice recorder yang sedang digenggamnya.
"Ckk , kebiasaan banget ngerusak suasana". decak Joan masih dengan air mata yang mengalir.
"Dan yang terakhir gue udah ngumpulin foto - foto kita di hari yang paling berharga buat gue , gue harap lo suka tapi maaf kalau foto lo nge - blur semua". Terdengar lagi kekehan dari Jere namun Joan yang tak menyadarinya langsung menyambar album foto itu lagi untuk memastikan kebenaran akan apa yang dikatakan Jere dan benar saja semua foto wajahnya terlihat tidak jelas dan berbayang.
"Sengaja , gue tau lo pasti udah bosen banget liat muka lo sendiri tiap hari , jadi gue milih foto yang bagus buat gue aja , biar kalau lo kangen cuma fokus liat wajah gue , terus simpen Rosarionya ya Jo , lo harus selalu inget semua orang bisa ninggalin lo pergi tapi Tuhan enggak akan , mulai besok belajar ikhlasin gue ya Jo , sesingkat apapun pertemuan kita , gue sayang banget sama lo Gabriella Joanna elethea".
"Good bye Jo".
"Brengsek ! Gelar lo doang yang almarhum tapi lo masih aja nyebelin Jere". Tangannya dengan cepat mengambil hadiah terakhir yang tersisa menggenggamnya lalu menempelkan di dada kirinya lalu menenggelamkan kepalanya pada lututnya dan mulai menangis kencang.
"Gue kangen sama lo Je , kenapa lo gak ngasih tau gue caranya buat ngobatin kangen gue juga". Ucap Joan disela Isakannya.
Pagi ini Joan terbangun dengan mata sembab , setelah mandi rencananya ia akan pergi membeli nasi uduk di dekat rel , namun baru saja melangkahkan kakinya keluar Joan sudah disambut sebuah paket dalam kotak kardus yang diletakkan didepan tokonya , merasa penasaran dengan isinya Joan membawa kotak itu masuk dan segera membukanya dan benar saja setelah dibuka kotak itu berisi penuh pasta gigi.
"Jere lo pikir gue makan pasta gigi". Setelah mengucapkan itu Joan tertawa terbahak memikirkan semua tingkah absurd Jere.
Bahkan saat Jere sudah tidak ada di dunia ini , dia masih bisa membuat Joan tertawa melupakan sejenak rasa sedihnya dan Joan sangat bersyukur diberi kesempatan bertemu manusia bernama Jeremiah Immanuel Adiguna.
Setelah lelah tertawa Joan kembali bersuara "Gue akan bahagia Je , gue akan berusaha ikhlasin lo secepat mungkin tapi enggak akan pernah lupain lo".
•
Disisi lain , Kael yang baru saja bangun tiba - tiba saja ingin memasuki kamar adiknya yang sudah beberapa hari ini ditinggalkan pemiliknya bahkan belum sempat dibersihkan sama sekali sejak terakhir kali ditempati pemiliknya karena semua masih sibuk dengan rasa kehilangan.
Terlihat dari seprai yang berantakan membuat Kael melihat bayangan adiknya yang hampir kesakitan tiap malam , ia bisa melihat Jere yang sedang merintih dan menggeliat kesakitan sambil meremat seprai untuk melampiaskan rasa sakitnya.
Kemudian matanya tertuju pada sofa single yang menghadap jendela , lagi - lagi Kael melihat Jere yang sedang duduk bersandar dengan masker oksigen yang Terpasang saat rasa sesak menghimpit dadanya sehingga membuatnya kesulitan bernafas , saat ditanya kenapa memilih duduk disitu jere selalu menjawab " dengan sibuk ngitung bintang atau menebak rasi bintang sedikit rasa sakit gue bisa teralihkan bang".
Perlahan kakinya membawanya melangkah kearah meja belajar masih terdapat bercak darah bekas mimisan yang tertinggal , mungkin saja terlewat dibersihkan oleh adiknya, belum lagi begitu banyak tisu yang sudah berwarna merah memenuhi tempat sampah.
Kael berdiri mulai berjalan menuju sofa berniat duduk sebentar disitu untuk menatap langit siapa tau dapat melihat adiknya disitu namun lagi - lagi matanya tak sengaja melihat pintu kamar mandi yang sedikit terbuka , sengaja tidak pernah tertutup agar jere mudah keluar masuk kamar mandi saat ia merasa mual dan berkali - kali memuntahkan isi perutnya meski ia tak ingin dan merasa kepayahan , pasti menyakitkan dan melelahkan sekali pikirnya , bahkan untuk tidur nyenyak saja adiknya merasa kesulitan.
Setelah sampai , Kael segera mendudukkan diri menautkan kedua tangan pada kakinya yang tertekuk , menyandarkan kepalanya lalu memandang kosong langit pagi ini namun sedetik kemudian kael tersadar ah.. ternyata sudah selama itu adiknya kesakitan sampai - sampai yang tertinggal dikamar ini hanya bayangan rasa sakit yang adiknya rasakan membuat Kael menunduk kemudian menenggelamkan kepalanya pada lutut. Pagi ini untuk kesekian kalinya kael menangis terisak lagi.
"Maafin gue dek".
"Maaf , maaf , maaf".
Gumam kael berkali - kali tapi entah untuk apa.
Sementara kedua orang tua yang telah kehilangan separuh jiwanya hanya mampu saling berpegang menguatkan serta menautkan kedua tangan mereka setiap malam memohon kekuatan agar dikuatkan dan tabah menghadapi rasa kehilangan mereka dan sesekali menghirup aroma tubuh anak mereka melalui jaket atau baju sang anak atau sekedar mengusap lembut foto dalam figura seakan sedang mengusap anak mereka yang sedang manja tertidur di paha ataupun sedang tertidur lelap dikamarnya , tapi ya bagaimana lagi mereka harus menghadapinya karena pada akhirnya manusia harus siap meninggalkan dan ditinggalkan , yang sudah pasti tidak akan bisa di elak.