Dunia sangatlah jahat ternyata. Mark bahkan baru saja terbangun, lalu ayah sialannya itu memaksa dirinya untuk kembali tidur. Apa maksudnya?
"Aaahmmh.."
Tunggu?! Apakah Mark baru saja berbicara? Jaehyun tidak salah mendengar. "SAYANG! MARK BERBICARA!!"
Jaehyun menaruh sang putra pada ranjang bayinya. "Sebentar ya, Mark." Kemudian pria itu langsung berlari buru buru menuruni tangga. Tak lupa sang ayah memberikan mainan karet untuk Mark pegang.
Taeyong melihat Jaehyun yang berlari heboh dan mendekap dirinya dengan tiba tiba. "Ada apa?" Taeyong bertanya.
"Mark sudah bisa berbicara sayang,"
"Darimana saja kau? Dia memang bisa berbicara." Taeyong tidak terkejut lagi. Memang Mark bisa bergumam dan berceloteh. Jaehyun saja yang tidak mengetahuinya. Dasar.
Jaehyun masih memeluk istrinya itu. Ia menggeleng kemudian, "Aku tahu! Tapi Mark seolah mengatakan no no no!"
Lelaki cantik itu tertawa. Bagaimana membayangkan wajah Mark saat menolak. Pasti wajahnya sangat menyebalkan; sok garang dan menyeramkan. Belum lagi ayahnya yang memaksa tidur.
"Lalu dimana Mark?" Tanya Taeyong
"Bermain dengan mainan karetnya."
Taeyong mengangguk. Tak apalah, mainan karetnya bisa Mark gigit ketika giginya gatal. Toh putranya itu sangat menyukainya. Untung saja Mark tidak terlalu rewel seperti bayi lainnya.
"Apa yang ingin kau sampaikan, sayang?"
Jaehyun membawa Taeyong menuju sofa dan memeluknya di sana. Ia benar benar ingin selalu seperti ini. Hugging and kissing him. when it's just two people without the other. when we share love.
Bagaimanapun, Mark tidak salah. Jaehyun sangat menginginkan Mark, begitupun dengan Taeyong. Hanya saja, terkadang jika Jaehyun lelah, ia ingin memeluk istrinya. Namun harus terhalang Mark yang manja itu.
"Kau menyesal Mark telah lahir?"
Jaehyun menggeleng. "Sama sekali tidak. Terkadang aku hanya ingin memiliki waktu khusus. Mark terlalu serakah!" Ujar lelaki tampan itu pada sang lawan bicaranya.
"Kau menyalahkan Mark?!"
"Tidak sayang.." oh astaga, apakah Jaehyun salah lagi?
Taeyong mencibir Jaehyun. Seenak kepalanya saja menyalahi putranya. Memang hobi Jaehyun hanya manyalahi Mark, menangis, dan bermanja manja. Tidak ada lagi kegiatan lainnya.
"Pagi dan siang memerhatikan Mark. Namun sore dan malam adalah jadwalku! Setuju?" Jaehyun berucap. Membuat perjanjian mendadak lagi.
Taeyong mengangguk, "Baiklah. Setuju."
Padahal tidak ada yang tahu kapan saja Mark menjadi cengeng. Bisa saja bocah itu menjadi cengeng dalam seharian penuh, lalu Jaehyun hanya bisa mendengar tangisan tersebut.
"Omong omong," Taeyong membenarkan posisinya. Ia menatap Jaehyun, "Jadwalmu bermanja manjamu sepertinya akan berkurang dari perjanjian."
Dahi Jaehyun mengernyit, "Mengapa?"
"Sebab Mark akan memiliki adik."
Jaehyun mengangguk. "Ohh hanya adik─ apa?! Tunggu, aku belum mendengarnya!" Pria itu membenarkan posisinya. Kali ini ia sunguh sungguh serius! Apa kata Taeyong tadi?!
"Ya. Kau yang memulainya." Tidak bisa menyalahkan Jaehyun juga kan? Toh, keduanya sama sama tidak bersalah.
Apakah Jaehyun akan menjadi cengeng lagi? Sepertinya tidak. Sebab semuanya sudah terjadi ketika Mark dulu. Jaehyun tidak mungkin terkejut ataupun menangis lagi. Sebab pria Jung itu sudah merasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Philosophy - Jaeyong
أدب الهواة[BxB] [Mpreg] [Mature🔞] Sama sama memiliki sifat filsafat sangat sulit untuk bersatu bukan? Hakim dan pengacara yang sering berdebat itu tidak sepenuhnya rival─ mereka sepasang suami-istri. -Boys Love. -Don't read if you don't like it. -No plagiari...