6

173 43 3
                                    

Seharian Fatiha merenung, ia merasakan sesuatu yang janggal. Kedatangan Bu Fatma sama sekali tidak menyita waktunya. Wanita paruh baya itu bukan jenis bos merepotkan yang harus selalu diprioritaskan. Ia tidak suka para pekerjanya menyambut kedatangannya secara berlebihan.

Setelah meyiapkan kamar dan memastikan segala kebutuhannya terpenuhi, Fatiha kembali ke ruangannya, tempat yang paling nyaman dan privat untuknya. Namun, belakangan sejak kedatangan Airlangga Kusumawardana, kenyamanan dan privasinya terganggu. Merasa sebagai anak pemilik tempat, Elang suka seenaknya nyelonong masuk ke ruangannya.

Fatiha menyingkirkan beberapa berkas laporan pemasukan wisata Vila Bunga.  Fokusnya terbelah. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Kernyitan tak suka di kening Bu Fatma kala menatapnya mengusik Fatiha. Apa yang salah?

“Kenalin, Bu. Dia Fatiha, calon tunanganku.”

Menghembuskan napas kasar, Fatiha bangkit dari tempat duduknya. Menyadari kekeliruan yang membuatnya tidak fokus.

Mengapa ia tidak membantah ketika Elang mengaku-ngaku sebagai calon tunangannya? Belakangan pria kekanakan itu terus merayunya, memintanya untuk menikah dan menjadikannya sebagai istri pura-pura. Tentu saja Fatiha tidak memedulikannya meski pria itu mengancam akan menjual tempat ini sekalipun. Enak saja Elang berusaha memanfaatkannya!

Hanya saja, rupanya penolakannya sama sekali tidak menghalangi Elang. Fatiha tidak mengenal pria itu, ia tidak tahu segala sifat Elang. Namun, satu yang ia ketahui setelah memperkenalkannya sebagai calon tunangannya, Elang seperti rubah. Licik.

Kesal, Fatiha tahu ke mana harus membawa langkah-langkah lebarnya. Persetan dengan segala macam sikap profesional, kali ini ia akan mendamprat Elang. Pria sembrono itu telah membuat Bu Fatma memandangnya tak senang. Mungkinkah wanita itu berpikir, Fatiha memanfaatkan Elang?

Menerobos, tidak peduli ada orang lain di sana, Fatiha menghampiri Elang. Pria itu tengah duduk-duduk santai di gazebo taman bersama adiknya.

“Bapak berutang penjelasan kepada saya!” semburnya. Wajahnya memerah. Inilah Fatiha yang sesungguhnya, ketus dan tidak bersahabat. Sikap bawaan yang justru dianggap menarik oleh sebagian pria, sehingga banyak yang tergila-gila padanya.

Elang menaikkan sebelah alisnya. Bagi sebagian perempuan, ekspresinya sangatlah menarik. Namun, di mata Fatiha tak ubahnya pria kekanakan yang gemar memaksakan kehendak.

“Penjelasan apa?”

“Bapak mengaku-ngaku sebagai tunangan saya di depan Bu Fatma! Bukankah sudah saya bilang, saya tidak bersedia menjadi tunangan puran-pura Bapak!”

“Kalau begitu tunangan sungguhan?” balas Elang santai. Di sisinya, Rendy melongo menyaksikan interaksi keduanya. Saling bertolak belakang. Fatiha kesal dan menggebu-gebu, sementara Elang terlihat begitu santai dan masa bodoh.

“Tidak tertarik! Cari saja perempuan lain.”

“Yakin, tidak tertarik dengan pria sepertiku?”

“Memangnya apa menariknya Bapak sampai saya harus tertarik?” dengus Fatiha. Di sisi kakaknya, Rendy terdengar seperti menahan tawa. “Jangan dekat-dekat dengan saya, saya tidak ingin mengenal Bapak apa lagi menjadi tunangan Bapak!”

Usai menyemburkan kekesalannya, Fatiha berlalu sambil menghentakkan kaki. Masa bodoh Elang akan memecatnya, ia akan mencari pekerjaan lain yang tidak berurusan dengan makhluk bernama pria. Cukup sekali ia menjalin hubungan dengan lawan jenis, selebihnya kapok.

Elang memang tampan, tetapi tak sedikit pun Fatiha tertarik. Pria tampan gemar menyakiti perempuan, terkecuali Ulil—kakak iparnya. Selebihnya tidak ada yang bener, setidaknya di mata Fatiha.

Kala mengenal Arman, Fatiha terpikat pada ketampanan dan sikapnya. Walau tidak setampan Ulil dan Elang, tetapi Arman cukup menarik dan enak dipandang. Sebagai pegawai bank, penampilannya selalu rapi dan wangi. Ditambah ia tidak pelit, sering memberinya hadiah dan kejutan-kejutan manis. Pendek kata, Arman sangat romantis dan manis.

Fatiha terbuai dengan segala sikapnya sehingga ia tak ragu menyakiti kakak kandungnya demi bisa hidup bersama Arman. Sayangnya ia tertipu. Pernikahan membuka segala borok Arman. Pria itu tidak sebaik selama mereka pacaran. Ditambah ketika ia kehilangan pekerjaannya. Arman dipecat ketika pernikahan mereka memasuki bulan pertama. Dari situlah segalanya mulai terbuka lebar.

Mendadak Arman menjadi pelit, ia perhitungan kepada istrinya. Kerjaannya pun hanya malas-malasan. Tidak mau setiap diminta bekerja membantu mengurus ladang keluarganya, tapi enggan mencari pekerjaan baru. 

Fatiha mengancam akan menggugatnya cerai jika Arman masih malas-malasan. Ia malu kepada orang tuanya, pilihannya yang mengorbankan Salma ternyata justru menjadi awal kesuraman hidupnya. Pada akhirnya Arman bersedia mencari pekerjaan. Namun, tidak mudah melamar pekerjaan di kantor-kantor. Saingannya banyak. Arman frustasi dan menyerah untuk mencobanya kembali. Fatiha terpaksa turun tangan mencarikannya pekerjaan, apa saja asal mereka tidak terus-terusan menggantungkan hidup kepada orang tua.

Hanya pekerjaan kasaran yang tersedia. Fatiha memaksa Arman untuk menerimanya meski pria itu merasa gengsi. Namun, hal itu tidak menyelesaikan masalah. Dari situ Arman justru mulai mengenal beberapa perempuan dan mulai berani menggodanya. Dari sembunyi-sembunyi hingga terang-terangan. Fatiha kesal sekali. Pertengkaran demi pertengkaran kerap kali mewarnai rumah tangganya yang baru seumur jagung. Fatiha sadar meski awalnya enggan mengakui, mungkin itu adalah karma. Pernikahan mereka terjadi setelah menyakiti orang sebaik kakaknya.

Sejak memutuskan bercerai, Fatiha tidak mau lagi berurusan dengan pria. Elang sekalipun. Ia tidak mau tertipu untuk kedua kalinya. Fatiha tidak akan membiarkan siapa pun mendekatinya.

Meninggalkan gazebo, telinganya masih dapat menangkap gelak tawa di belakangnya.

“Serius, Lang, elo ditolak mentah-mentah sama perempuan?” Rendy tertawa terbahak-bahak. “Rasain! Karma kebanyakan mainin perempuan, sih, lo.”

“Nanti juga bakal luluh dengan sendirinya. Belum kenal Airlangga Kusumawardana saja dia.”

“Kali ini gue tidak yakin.” Rendy masih bertahan dengan tawanya. “Gak heran lo betah di sini, penghuninya saja seperti bidadari turun dari Kahyangan. Tunangan pura-pura, eh?”

Fatiha mendengus, ia melanjutkan langkah meninggalkan mereka. Ia harus berkemas-kemas, bersiap Elang akan segera memecatnya.

Bersambung …

Btw, cerita ini di Karyakarsa sudah sampai part 40, ya. Di KBM App sudah tamat. Silakan boleh mampir ke salah satunya untuk baca lebih cepat.

Sampai jumpa. ❤

Muhasabah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang