Tandai bila ada Typo
&
Tinggalkan Vote terlebih dahulu
•
•
•💐💙📖HAPPY READING 📖💙💐
Sudah seminggu berlalu setelah kejadian videonya yang viral itu, kini Ziva bisa beraktivitas dengan bebas tanpa takut telinganya rusak karena gosip murid-murid. Dan seminggu ini, kehidupannya terasa sangat damai dengan ketidakhadiran pak Ade di setiap jadwal kelasnya dengan alasan, ada urusan keluarga.
Bagi Ziva, mau urusan keluarga kek, gelandang kek, suaminya kek, dia bodo amat. Bahkan bila perlu tidak usah hadir selamnya, atau diganti guru lain iya sangat menyetujui ajuan tersebut. Bila ada yang mengajukan.
"Ziva!"
Ziva menoleh saat merasa namanya dipanggil oleh seseorang. Di sana, tepatnya di tempat duduk pojok kantin, terdapat segerombolan siswa yang mana salah satu dari mereka melambaikan tangannya ke arah—nya?
Ia menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya menunjuk dirinya sendiri seraya menatap siswa tersebut. Melihat anggukan kepala dari siswa tersebut membuat Ziva melirik Haifa, Haifa yang tau langsung menganggukkan kepala dan melangkah mendekati siswa tersebut, diikuti Ziva.
"Lagi cari tempat kan? Bareng kita aja, kebetulan masih sisa dua tempat tuh, pas."
"Emang, gapapa?" tanya Ziva dengan ragu.
"Ya gapapa lah. Ini meja punya ibu kantin, bukan punya kita. Lagian, kaya nggak pernah gabung aja lo, haha." Kening Ziva mengerut saat mendengar perkataan tersebut. Pernah gabung?
"Duduk aja duduk, ayo, jangan malu-malu," ujar Bagas seraya menarik tangan Ziva perlahan agar mau duduk.
"Ini, gapapa serius?" tanya Ziva memastikan. Pasalnya ia sedikit bingung dengan situasi saat ini.
"Lo kenapa nanya terus si? Bukannya biasanya tiap kita nyuruh lo gabung lo fine fine aja? Bahkan kadang tanpa disuruh lo udan ikut gabung." Ziva menatap siswa dengan name tag Galen itu bingung. Kenapa kaya sewot gitu?
"Y-ya, ya takutnya ada orang lain yang punya tempat ini," ucapnya menyinggung pemeran utama wanita.
Ia benar, seharusnya ini tempat pemeran utama dan temannya. Tapi sekarang, kenapa orangnya tidak ada?
"Nggak ada. Kalo pun ada, ini bukan tempat dia. Ini tempat umum, kalo lo udah duluan duduk di sini, dia yang harus cari tempat lain." Satu meja itu dibuat melongo mendengar penuturan panjang salah satu temannya yang terkenal diam dan dingin. Manusia yang selalu berdialog singkat kini mau memanjangkan dialognya.
"Duh, udah mulai ni kayaknya," ucap Bagas entah apa maksudnya.
"Tapi ngomong-ngomong, kok semenjak masuk, kalian nggak bareng lagi? Semua... aman kan?" Bagar melirik salah satu temannya bernama Shaka lalu melirik Ziva, secara bergantian, membuat Ziva mengerutkan keningnya bingung. Kenapa ia? "Maksudnya?" Satu pertanyaan yang dilontarkan Ziva membuat seisi meja itu menatapnya bingung.
"Maksudnya gimana dah? Gue lagi nanya hubungan kalian, kenapa lo malah nanya maksudnya?" Ziva semakin dilanda kebingungan atas maksud dari pertanyaan Bagas, juga situasi saat ini. Ditambah, Bagas yang bertanya soal hubungan. Hubungan apa yang dimaksud?
"Apa ini ada hubungannya sama Shaka yang beberapa hari ini sering ngajak gue ngobrol berdua, dengan alasan ada yang perlu dibicarakan? Heh, ini gue harus jawab apa?"
Disaat Ziva kebingungan, Shaka justru penasaran dengan jawaban Ziva, juga merasa aneh dengan respon gadis itu. Kenapa gadis itu seolah tidak tau apapun, dan tidak mengenalnya?
Melihat keterdiaman Ziva, Bagas menoleh menatap Shaka seolah meminta jawaban jujur.
"Aman." jawab Shaka dengan singkat.
"Yakin nih?" Bagas seolah belum percaya, dan ragu. Apalagi melihat respon Ziva yang seperti....
Shaka mengangguk dan berdeham. Bagas menghela napas mencoba mempercayai walaupun sebenarnya ia belum sepenuhnya percaya.
"Ziv, are you okay?" tanya Haifa sedikit khawatir.
"Eum, gue baik-baik aja. Sorry, ngelag tadi, mungkin efek dongeng dari bu Sri, hehe," jawab Ziva sedikit berbohong. Ya, ia sengaja begitu, berharap mereka tidak merasa aneh akibat responnya tadi.
"Oh, gitu. Gue kira lo kenapa. Soalnya, lo tadi kaya orang nggak tau apa-apa pas gue tanya," balas Bagas yang ternyata percaya, haha.
"Emang gue nggak tau apa-apa," batin Ziva, lalu diam-diam ia melirik Shaka yang sedang bermain handphone. "Gue baru tau, cowo kul kaya lo suka make gelang berbandul juga, hehe. Tapi bagus si," celetuknya tiba-tiba membuat seisi meja itu menatap objek yang dimaksud olehnya.
"Loh, bukannya gelang itu dari lo ya?" Ziva menatap Galen bingung. "Hah? Dari gue?"
"Iya kan?"
"Nggak, bukan. Gue nggak merasa pernah ngasih gelang sama dia. Deket aja baru sekarang," batinnya diakhir.
"Lho, kalo bukan dari lo, terus dari siapa?" Pertanyaan Bagas kembali mengundang rasa penasaran. Mereka menatap Shaka seolah meminta penjelasan. Namun, bukannya menjelaskan, Shaka justru melepas gelang itu lalu membuangnya di tong sampah terdekat.
"Laa, lah, kok dibuang?" Shaka melirik teguh sekilas. "Nggak penting."
"Nggak penting atau takut ada yang marah?" tanya Galen yang mengandung godaan.
Diam-diam Shaka melirik Ziva, tetapi gadis itu malah sibuk dengan handphonenya.
"Eum, guys, sorry nih, gue izin balik duluan. Ada urusan mendadak," kata Ziva tiba-tiba.
"Oh, yaudah gapapa," balas Teguh.
"Oiya, maaf banget, reflek tadi, jadi nggak sopan," kata Ziva yang merasa ucapannya kurang sopan.
"Yaelah, kaya sama siapa aja lo. Santai kali," balas Galen.
"Gue juga cabut duluan deh, udah selesai," kata Haifa setelah menghabiskan makanannya. "Ayo, Ziv."
Ziva mengangguk, lalu mereka berdua beranjak pergi area kantin. Entah sadar atau tidak, sedari Ziva izin, Shaka terus memperhatikannya sampai gadis itu pergi. Shaka merasa ada yang aneh, entab kenapa.
"Biasa aja kali kalo ngeliatin. Kaya ditinggal pujaan hati aja lo." Bagas menepuk punggung Shaka sekali, membuat pemuda itu tersadar dan melirik Bagas dengan tajam.
"Busett om, ampun om, ampun!" ucap Bagas yang berakting seperti bocil kematian mau dipukul.
"Alay lo." Dua kata singkat namun sangat menyayat.
Gelak tawa terdengar. Itu berasal dari Galen dan Teguh. Mereka tertawa karena bahagia melihat raut wajah kesal temannya akibat ucapan Galang yang begitu menusuk.
"Ck!"
Decak kesal itu berasal dari seorang gadis yang tengah berjalan dengan langkah lebarnya. Tatapan matanya terlihat seperti menahan sesuatu, yang pasti bukan menahan tahanan korupsi karena dirinya juga suka korupsi waktu:)
"Uwow, cie ciee yang udah baikan," ucap salah seorang siswi bernama Tika saat melihat kedatangan temannya.
"Waduh, jadi beneran nih?" lanjut Fadia ikut-ikutan.
"Apasih? Ada apa emangnya? Baikan apanya?" tanya Ziva beruntun.
"Elo lah, sama Shaka," jawab Anin.
"Iya betul! Gue tadi liat lo duduk semeja lagi, berarti udah baikan kan," lanjut Nadia menyahuti.
"Balikan apanya coba? Ada hubungan juga enggak. Ngaco lo semua!" Ziva duduk dengan perasaan kesal. Iya kesal, mendengar kabar saat di kantin, dan sekarang disuguhi topik balikan tentang dirinya dan Shaka. Sebenarnya ada hubungan apa si, antara lo dan Shaka, Panya?
"Lah, selama ini, apa?" Seluruh pasang mata kini menatap Ziva dengan tatapan penasaran, juga seakan meminta penjelasan. Ziva menghela napas panjang, "udah deh, nggak usah bahas itu. Nggak penting!"
"Hm, mending sekarang kita bahas masalah awal," ujar Doni mengalihkan suasana.
"Masalah awal?"
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐚𝐕𝐚'ʂ [RE-ROMBAK]
Fantasi[DILARANG KERAS MEMPLAGIAT!] Terkuak fakta penuh kenangan rumit membuat Sabit, jiwa asing yang terperangkap dalam raga salah satu figuran novel tertawa. Buana tenang dalam zona nyaman berubah penuh kenangan kelam. Bayang tenang hidup seorang figuran...