Author note:
Di chapter sebelumnya terjadi kesalahan teknis, tolong di clear cache ya untuk dibaca sekali lagi ya sebelum baca yang ini. Terima kasih.***
"Pindah? Pindah ke mana?" Tanya Jinendra saat mendengar cerita Wendy, saat sedang makan siang keesokan harinya.
Wendy menggelengkan kepalanya, tanda tidak tahu. Tangannya sibuk memotong tempe bacem yang kebetulan ada di piring miliknya, seraya berkata tanpa menatap orang yang duduk di depannya tersebut. "Hanya itu yang dia bicarakan, sebelum kembali ke mejanya kemarin."
"Kenapa dia pindah? Apa tawaran di sana lebih menarik? Apa dia akan menjadi bos?" Tanya Jinendra lagi, mengabaikan makanan yang ada di depannya. Posisinya mereka berdua memang sedang makan berdua di Kafetaria Kantor.
Setelah berhasil memotong tempenya, Wendy dengan lahap memakannya. Menikmati kunyahan tempe bacem yang rasa manisnya pas di lidahnya. Masih mengabaikan Jinendra yang membutuhkan jawaban darinya.
Mulai gusar karena Wendy masih sibuk mengunyah, Jinendra menghela napas. "Sulit banget ya aku untuk mendapatkan jodoh." Ujarnya.
Tepukan ringan mendarat di pundak Jinendra, dan saat menoleh dia melihat Dika, dengan memegang satu nampan ditangan kirinya. "Sebelah lo kosong kan?" tanya Dika.
Jinendra mengangguk, lalu menghela sebelum menjawab "Iya, kosong kayak hati gue."
Suara kikikan terdengar dari mulut seseorang, atau tepatnya Hosea. "Ngapa lu bang, curhat?" Hosea memang kadang sering memanggil Jinendra dengan Bang, Mas, Pak, atau bahkan namanya, tergantung mood, jawab Hosea kalau ditanya
Wendy yang sudah selesai mengunyah menganggukkan kepalanya. "Tolongin gue dong, dia kalau curhat ke gue terus."
Jinendra merengut mendengar Wendy membocorkan rahasianya, sementara tanpa Jinendra sadari, Dika memalingkan muka dari makanannya ke arah Jinendra, lalu bertanya. "Memangnya apa yang lo curhatin ke Wendy, Kusuma?"
"Jodoh." jawab Jinendra, sebelum sadar bahwa pria yang duduk di sebelahnya ini memanggilnya Kusuma. "Kenapa lo manggil gue Kusuma?" tanyanya heran.
"Lah nama elo emang Kusuma." balas Dika.
"Emang kenapa sama Jodoh, Bang?" Tanya Hosea lagi. "Orang ganteng kayak elu mah gampang aja kalau dapat Jodoh tuh. Kerlingin mata aja, pasti langsung dapat."
Jinendra kembali menghela napas. "Kalau segampang itu." keluhnya.
"Manajer kok loyo. Yang semangat dong." Ujar Dika. Sebelum mulai berdoa sebelum makan.
Wendy mengerjapkan matanya sebentar sebelum melihat pria yang sedang berdoa tersebut. "Hm—" gumamnya, sebelum kembali makan.
***
"Ya buat gue itu nilai plus—" ucap Wendy seraya mengaduk kopinya yang baru ditambahkan sesaset gula kemasan yang tersedia di pantry.
Putri menatap Wendy bingung "Semua orang berdoa sebelum makan, Kak." Ujarnya.
"Bias doang kali." Ini Yeriska, yang mulai tersenyum jail. "Apalagi sih Kak yang ditunggu?"
"Dikanya belum maju, terus gue belum dapat kerjaan baru—"
Putri menghela napas. "Kenapa harus yang perempuan yang pindah? Kan bisa cowoknya?" Ucapnya sebelum meresap teh tawar yang memang dibuatnya tadi.
"Dika udah bagus jam terbangnya di sini. Dia bisa jadi something."
Putri baru saja ingin menjawab, sebelum dia sadar bahwa kalau misalnya (misalnya) nanti dia jadi sama Valent, dia yang harus pindah, karena Valent pewaris perusahan multinasional ini. Lalu dia menghela napas, sebelum mengomel. "Kenapa sih aturan kalau suami istri nggak boleh kerja satu perusahaan diadakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lantai 12
FanfictionDi lantai 12 perusahaan Bright tbk, berisi Team Sales, Team Marketing, Team Quality dan Team Accounting. Simak hebohnya lantai 12. Ini tidak seperti yang kamu bayangkan