Heart to Heart

987 151 22
                                    

"Ya nggak habis pikir aja gitu kan mbak, ini tuh once in a life time. Jadi kenapa nggak diterima aja?" Tanya Wendy saat menghabiskan waktu berdua di pantry untuk sarapan bersama Vania.

"Mungkin karena itu kerjaannya Pak Doni, dan aku udah 12 tahun di kantor ini mengurusi marketing. Jadi ya sudah." Ujar Vania seraya mengaduk teh miliknya. "It's not a big deal." Jawabnya lagi.

Iya. Wendy bertanya masalah kenapa Vania tidak menerima pekerjaan sebagai Manajer Personalia. Setelah chatnya dengan Jinendra waktu itu, Wendy memutuskan untuk hold satu hari sebelum masuk ke kantor. Lalu masuk sehari setelahnya.

"Padahal asik kan kalau misalnya bisa jadi Manajer lagi? Bisa setara sama mas Jinen."

Vania menyerngit. "Maksudnya?"

"Ya, setelah hampir setahun gitu mbak, jadi bawahannya mas Jinen, mungkin muak aja gitu. Terus mau jadi atasan lagi."

Vania tertawa. "Nggaklah. Dia jadi atasan enak juga kok, and somehow dia kalau bagi kerjaan ke aku itu adil. Kayak, i'm actually a manager too. Dia ngasih tanggung jawab penuh, dan percaya sama decision aku."

Wendy mengangguk. "Ya, aku setuju sih mbak. Dulu aku juga gitu."

"Oh."

Mendengar intonasi Vania, membuat Wendy tersenyum jail. "Kenapa? Mbak kira cuma mbak aja gitu ya?"

Vania menggeleng. "Nggak dong. Hahaha"

"Dia itu bos yang keren, tapi kalau sama orang lain agak gimana gitu. Apalagi kalau egonya kesenggol. Cuman dia baik banget. Witty gitu."

"Kamu suka Jinen?"

Mendengar perkataan Vania, tentu saja Wendy lalu tertawa. Cukup keras. Perkataan macam apa itu.

"Hey!" Tegur Vania karena Wendy tertawa keras.

"Mbak, seriously?" Lalu Wendy tertawa lagi. "Nggak lah kalau aku suka dia. Well, suka sebagai temen iya, tapi kalau suka sebagai lawan jenis, nggaklah."

"Soalnya kamu belain dia terus."

Wendy menggelengkan kepalanya. "Aku hanya ngomong jujur. Dia emang seperti itu. Tanya Jakti. Kinda struggling ketika Dika yang jadi bos, dan begitu juga saat Junior jadi Manager. Mas Jinen itu mengayomi gitu. Enak pokoknya kalau jadi atasan. Kalau mau mbak jadiin pasangan juga boleh." Lalu Wendy mengerling.

Kini giliran Vania yang menggeleng. "Kami temen aja."

Wendy tersenyum lagi, dan jahil. "Dia nggak kayak pak Doni kok mbak. Lagian apa sih yang bikin mbak suka pak Doni?"

Vania menaikkan pundaknya. "Aku juga nggak tahu."

***

"Pagi everyone." Kata Putri seraya melewati meja Yeriska dengan wangi parfumnya yang menyerbak.

Jakti saja sampai menoleh dari mejanya, sebelum menoleh ke arah Yeriska. "Kok bau parfummu nggak kayak gitu sih?"

Merasa terejek, Yeriska hanya mendengus lalu menatap komputernya kembali.

"Pagi juga, Putri." Lalu Valent tersenyum sebelum melangkah ke Pantry.

"Eh buset." Celetukan Hosea yang dari pantri, membuat semua orang menoleh. "Wangi bener lu, Put. Abis mandi parfum?"

Putri, yang sedang mengganti sepatunya dengan sandal swallow hijaunya, tertawa. "Di bawah, ada test sampel produk parfum terbaru."

"Oh ya?" Tanya Yeriska. "Tumben Quality Assurance ngadain test sampel."

Lantai 12Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang