OMG!

2.9K 391 36
                                    

"Pagi semuanya." 

Valent sebagai manusia yang paling tidak suka dengan pria yang sedang menyapa ini menaikkan alisnya saat mendengar sapaan barusan. 

ini orang kesambet?  pikir Valent sebelum tersenyum dan menjawab "Pagi juga mas Kusuma." 

Iya, orang yang sedang menyapa ini Jinendra kusuma. Jin tomang adalah panggilan kesayangannya dari Valent, sementara orang-orang lain biasanya memanggil dia dengan sebutan Jin, tetapi yang punya nama ingin dipanggil Kusuma. 

Memang sih, selama beberapa hari ini itu, orang ini, atau kusuma ini, memang berbeda. Lebih murah senyum, pokoknya kalau seperti yang dikatakan di grup chat kemarin, mungkin ada tanda-tanda akan meninggalkan dunia.

"Rumah kamu kebanjiran nggak, Sel?"

Selly sebagai manusia lain yang sering kena semprot Jinendra, hanya mengerjabkan matanya. "Nggak mas, nggak kena kosku. 

Sebagai  pegawai yang memiliki kantor di Jakarta Timur, tentu saja kos yang dicari harus sekitaran Jakarta Timur, dan Selly kebetulan ngekos di daerah yang dekat dengan tempat banjir tersebut. 

"Jinen, ini." Vania memecahkan suasana kikuk yang terjadi setelah Selly menjawab pertanyaan Jinendra. Ia meletakkan setumpuk file yang memiliki cover map berbeda-beda. "Kamu pelajari dulu sebelum minggu depan rapat eksekusi."

"Apa ini mbak?" Tanya Jinendra melihat tumpukan kertas tersebut.

"Proposal aku untuk produk yang akan dipasarkan semester depan. Aku nggak mau berantem sama kamu karena marketing aku jelek lah, apa, jadi mulai tahun ini aku mau diskusiin dulu sama kamu."

Jinendra mengerutkan alisnya. "Itu jadinya aku kerja dua kali dong? Aku kan tugasnya penjualan bukan marketing." 

Yeriska menarik napas panjang saat mendengar keluhan Jinendra. Dia tahu ini yang akan terjadi. Di grup marketing kemarin Vania memang sempat koar-koar mengenai Jinendra yang akan diberi 'pendahuluan' mengenai apapun yang akan dikerjakan oleh tim Marketing. Agar nantinya tidak ada lagi perseteruan mengenai penjualan yang tidak masuk target karena marketingnya bobrok. 

Padahal menurut Junior, tidak perlu seperti itu. Secara garis besar marketing memiliki tugas untuk membuat proposal produk sesuai dengan survey kebutuhan yang dibutuhkan konsumen. Jika atasan menyetujui, maka produk tersebut akan dibuat dan dijual di pasaran, di mana Jinendra adalah orang yang menjadi "pengontrol penjualan" tersebut. Nah sekarang, kalau misal produk tersebut tidak masuk target seperti apa yang disampaikan marketing, atau bahasanya tidak laku, Jinendra adalah orang yang bertanggung jawab akan itu, sehingga mau tidak mau dia selalu kena semprot. Namun, Marketing 'kan menyusun proposal tersebut berdasarkan kemauan pasar, mereka tidak bisa mengontrol kalau misalnya pasar ternyata memiliki kemauan yang berbeda saat dijual di lapangan. Nah, sebagai penjual harusnya Jinendra yang harus bisa memutar otak untuk menjual barang tersebut.

Kalau menurut Jakti sebenarnya kemarahan Jinendra beralasan. Soalnya kalau marketing membuat proposal tidak becus, tentu saja penjualan tersebut tidak sesuai target. Misalnya nih menurut survey warga Indonesia menyukai pelembut dan pewangi pakaian yang sekali bilas, karena jadi hemat air dan juga wanginya enak. Bright, atau dalam kehidupan ini mbak Vania sebagai marketing akhirnya membuat proposalnya. Pelembut dan pewangi pakaian yang sekali bilas dan hemat air serta wangi enak, yang sebut saja nama produknya Mawar. Namun kalau misalnya tidak dipasarkan dengan baik seperti promosinya, atau harganya yang mahal, tentu saja orang-orang tidak mau membeli, lebih baik mereka tetap pada pelembut pakaian yang sering mereka pakai, kecuali kalau ada artis yang pakai Mawar, seperti artis korea yang membuat satu pelembut pakaian jadi viral itu, lain lagi. Jadi ini bukan sepenuhnya salah penjualan, jadi wajar kalau Jinendra senang marah-marah ke marketing, walaupun seharusnya tidak perlu nge-gas juga.

Lantai 12Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang