Pergantian tahun bagi kebanyakan orang adalah hal penting untuk dirayakan. Dimana mereka semua merasa, disitulah hari kejayaan mereka setelah berhasil melalu sedemikian rupa tantangan dalam hidup mereka di tahun ini.
Seperti hal nya Jinan dan sahabat-sahabatnya, mereka berniat untuk melakukan barbeque di rumah Jinan. Bahkan bahan-bahannya juga sudah mereka sediakan dari pagi tadi. Jangan tanya seberapa hebohnya kediaman Aramasta malam ini, sangat ramai. Alunan musik yang dimainkan oleh Damian dipadu dengan suara lembut Archio benar-benar menambah kesan bahagia tersendiri untuk mereka.
Iya, mereka ber-12 sudah berkumpul di taman belakang kediaman Aramasta. Mereka sudah membagi tugas masing-masih sebelumnya. Antaranya ada Jinan, Juna, dan Harza yang kedapatan untuk menyusun keperluan alat pemanggang. Lalu ada Jaevan, Juan, dan Dion yang mendapat tugas untuk menata meja makan mereka. Dan para uke, hanya mendapat tugas menyiapkan keperluan bahan masakan. Semuanya seolah menyatu tanpa dinding. Tidak ada keluhan masalah, tidak ada perdebatan, mereka membaur selayaknya keluarga.
"Kak Iel, ini gimana caranya? Jeje ngga ngerti.."
Hazkiel, cowok manis yang menjadi tunangan Jinan itu menoleh ke arah Jean. Ia bisa melihat wajah frustasi Jean yang tidak bisa membuka kaleng berisi spam. Hazkiel terkekeh kecil sebelum akhirnya membantu Jean membuka kaleng tersebut.
"Makasih, kakak.." ucap Jean selepas Hazkiel memberikan kembali kaleng spam yang sudah terbuka padanya.
Di setiap kegiatannya, semua itu tak luput dari pandangan Harza. Dominan dari Jean kini sedang duduk bersama seme lainnya. Iya, mereka sedang menikmati beberapa minuman bersoda. Dengan posisi duduk yang menghadap ke meja para uke, jelas saja mereka semua bisa melihat kegiatan 6 orang uke disana.
"Za, lo jadian sama adek gue?" tanya Jinan tiba-tiba, membuat Harza menatapnya.
Ia mengangguk. "Iya," jawabnya.
"Jauhin."
Harza mengernyit. Apa maksudnya? "Apa maksud lo?"
"Jauhin adek gue kalau emang niat lo cuma main-main. Gue ngga akan segan buat bunuh siapapun ketika gue tau, adek gue nangis cuma karena cowok brengsek."
Ucapan Jinan mampu menerbitkan senyum Harza. "Gue ngga main-main, bang. Beneran jatuh hati ke adek lo."
Jinan mematikan rokoknya, meminum colanya, dan kembali menatap Harza.
"Gue emang ngga pernah perhatiin Jean, bahkan lebih ke arah benci sama Jean. Cuma gue ngga bisa nutup fakta kalau dia juga darah daging si brengsek, yang artinya Jean adik kandung gue. Dan fakta itu yang bikin gue bisa bunuh siapapun semisal Jean disakitin."
Harza mengangguk. Ia paham, sangat paham. Jinan memang membenci Jean. Bukan karena Jean menjadi adiknya, tetapi karena wajah Jean yang mirip dengan lelaki brengsek, tuan Aramasta.
"Lo tenang aja, gue ngga akan biarin dia nangis sekalipun."
"Dan sekali aja lo nyakitin Jean, gue pastiin lo ngga akan bisa nemuin dia dimanapun lagi, Harza Arsenio Ghaisan."
Dibandingkan dengan suasana panas di meja seme sebab perdebatan Jinan dan Harza, di tempat uke justru asik berbincang acak. Mulai dari resolusi mereka di tahun berikutnya, sampai hal-hal seru yang mereka alami di tahun ini.
"Je, cobain." Arsen menyuapi sepotong daging pada Jean. Tentunya tidak ditolak oleh si manis.
"Gimana? Enak?" Jean mengangguk semangat.
"Enaaakk. Jeje sukaa." melihatnya, membuat Arsen gemas. Ia mengacak surai hitam Jean dan membiarkan si manis melanjutkan kegiatannya, ia pun kembali ke kegiatannya yakni membakar daging.
Sesekali Arsen melirik ke arah Jean. Jujur saja, sejak dulu ia ingin sekali memiliki adik, namun orangtuanya sibuk bekerja, jadi lah Arsen sebagai anak tunggal. Dan ketika ia bertemu Jean hari ini, keinginannya terkabul. Melihat bagaimana gemasnya Jean berinteraksi dengan yang lain, membuat kesenangan tersendiri bagi Arsen. Terlebih Jean mudah mengadaptasikan dirinya dengan siapapun.
"Kak Acen, mau susu?" Arsen mengedipkan matanya ketika melihat Jean menyodorkan sekotak susu cokelat di depannya.
Ia menerimanya. "Makasih, Je."
"Sama-sama."
Ah tidak, ingin rasanya Arsen menculik Jean sekarang. Gemas sekali melihatnya. Pantas saja sahabat pacarnya tergila-gila pada Jean.
Selang 30 menit berlalu, masakan pun siap. Semuanya sudah disusun rapi oleh Archio. Mereka juga sudah duduk bersampingan dengan pasangan masing-masing.
"Yeaay, selamat makan!" pekik Jean dengan senang. Percayalah, makanan adalah salah satu hal menyenangkan bagi Jean.
Harza dan Jinan yang duduk disamping Jean pun terkekeh.
Mereka mulai makan dengan tenang. Tidak ada obrolan satu pun. Hanya dentingan alat makan sebagai pengisi keheningan. Santapan yang hangat dan lezat, tentu membuat mereka semua menikmatinya. Hingga akhirnya, semua tandas tak bersisa. Kali ini, giliran Jaevan dan Juna yang mendapat tugas untuk mencuci piring. Sisanya hanya menikmati keindahan langit malam berhiaskan percikan mercon dari petasan.
"Je?" Jean membalikan tubuhnya menghadap Harza. Ia mendongak dengan wajah bingung.
Harza tersenyum, tangannya terangkat mengusap surai hitam Jean. "Apa harapan kamu di tahun berikutnya?"
Si manis terlihat mengetukan telunjuknya ke dagu, seolah berpikir apa yang akan menjadi harapannya.
"Jeje cuma mau kak Jii sama kak Iel bahagia. Terus Jeje sama kak Azaa juga bahagia. Jeje juga berharap, kak Jii bisa terima Jeje sebagai adiknya. Udah, Jeje cuma berharap itu aja."
Harza menarik daksa Jean ke dalam dekapnya. "I promise to make you happy as long as I can, Je. Just stay with me, no matter what happens later, just stay with me and make sure you will never ever leave me."
Jean tersenyum, dan membalas pelukannya. "I promise, kak."
Keduanya masih asik berpelukan dibawah indahnya langit malam berhiaskan meriahnya kembang api. Dan tanpa siapapun tahu, Harza menyebutkan beberapa kalimat dalam benaknya.
Ayo bahagia untuk tahun ini, esok, bahkan hingga tahun-tahun berikutnya, Jeananta Valda Aramasta.
![](https://img.wattpad.com/cover/325836373-288-k541558.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable
Ficção AdolescenteDua insan dengan latar yang berbeda, apakah mungkin bisa bersama?