Puncak 2

914 148 6
                                    

Harza benar-benar membawa Jean ke warpat. Sebuah kedai sederhana yang terletak di puncak pass. Hanya sebuah kedai sederhana, tapi pemandangan yang disuguhkan termasuk ke dalam hal mewah, bukan? Dimana kita bisa melihat danau hijau yang masih asri, dengan lingkungan sekeliling berupa kebun teh, juga dinginnya udara puncak membuat semuanya terasa lebih mahal dibanding restoran bintang lima yang hanya menyuguhkan makanan tanpa pemandangan.

Keduanya sudah duduk berhadapan, menunggu makanan mereka tiba. Hingga tak lama kemudian, pemilik warung pun mengantarkan pesanan mereka. Harza sengaja memesan beberapa hidangan untuk kekasihnya. Ia tahu, Jean itu nafsu makannya tinggi, jadilah ia memesan beberapa menu utama. Tidak banyak sih, hanya 2 porsi iga bakar dengan tambahan nasi dan sup, ia juga memesan 2 porsi udang bakar, 1 porsi ayam penyet, dan jangan lupakan minumannya. Harza memesan es teh manis, sedangkan Jean lebih memilih untuk minum jeruk hangat. Lagipula udara disini sangat dingin, bagaimana bisa ada orang aneh minum es setelah hujan di puncak?

Harza mengernyit melihat minuman Jean. "Je, emang itu enak ya?"

Jean hanya mengangguk, dan kembali meneguk jeruk hangatnya.

"Baru kali ini gue lihat orang minum jeruk hangat."

Hah? Apa katanya? Baru kali ini Harza melihat orang minum jeruk hangat? Hei, di Indonesia jeruk hangat tuh salah satu minuman yang nikmat diminum ketika musim hujan.

"Cobain deh." Harza menerima gelas berisikan jeruk hangat, dan meminumnya. Sedikit mengecap lidahnya ketika merasakan sensasi menggelitik dari bulir jeruk yang hangat.

"Enak. Gue baru tahu ada minuman seenak ini, Je."

Jean terkekeh. "Kakak selama ini ngapain aja sih? Masa ngga tahu jeruk hangat."

"Ya gimana ya, gue kan jarang banget gitu lihat minuman modelan begitu."

Maklumi saja. Harza memang tidak pernah melihatnya, jadi tidak salah, bukan jika ia terkejut melihatnya?

Memutus perbincangan mereka, kini keduanya asik menikmati hidangan pesanan mereka. Rasa iga yang dibumbui dengan pas, membuat keduanya terbuai saking nikmatnya hingga mereka hanya diam dan menyantap tanpa kata. Tak hanya iganya, sup nya bahkan membuat siapapun ingin menambah. Benar-benar makanan bintang 5 walau harganya terjangkau, bahkan sangat murah bagi Harza.

Tatapan Harza beralih ketika netranya tidak sengaja memergoki Jean tengah menatap iga miliknya. Dengan jahil ia menggigit iga tersebut di depan Jean, dan mengunyahnya perlahan. Membuat si manis mengerucutkan bibirnya. Ia masih ingin merasakan manis pedasnya iga itu, tapi sepertinya Harza tidak akan memberinya. Jadi, ia memilih untuk mengupas kulit udang, dan mulai memakannya. Melihatnya, Harza jadi tersenyum. Ia melepaskan daging iga dari tulangnya, lalu menyodorkannya di depan mulut Jean.

"Makan. Gue udah kenyang," ujarnya. Netra Jean berbinar, lantas menerima suapan Harza.

"Hmmm, enaakk. Makasih, kak Azaa."

Senyum Harza kian mengembang. Ini yang ia sukai dari Jean. Anak itu tidak pernah lupa mengucap kata terima kasih dalam hal apapun. Sangat lucu dimatanya.

"Sama-sama. Lo mau makan apa lagi? Iga lagi, mau? Gue pesanin nih nanti."

Jean menggeleng. "Ngga, aku mau ayam penyetnya aja. Lagian ini juga masih ada udang juga. Kakak mau udang?"

"Ngga, buat lo aja. Gue ngga begitu suka udang."

Jean melanjutkan makannya, dan semuanya tak luput dari pandangan Harza. Melihat bagaimana lahapnya si manis, membuatnya terkesan. Padahal Jean cuma makan, tapi kenapa gemas banget ya?

Akhirnya, makanan itu habis tak bersisa. Tentu saja Jean yang lebih banyak memakannya. Harza hanya memakan 1 porsi iga bakar saja tadi. Dia sudah terlampau kenyang melihat kekasihnya makan dengan lahap.

UntouchableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang