Cuaca hari ini terlihat sangat bersinar, seperti wajah Jean. Si manis itu sudah melangkahkan kakinya di koridor sekolah. Bibirnya tidak pernah melunturkan senyumnya barang sedetik pun. Bahkan berbagai sapaan, ia balas dengan ceria.
"Hai, manis."
Langkah Jean terhenti ketika sesosok manusia bertubuh jangkung blasteran Indonesia-Jepang itu menghalangi jalannya. Jean pun tersenyum menatapnya.
"Hai, kak Azaa."
Aduh, Harza mau melebur saja rasanya. Senyum Jean tuh bagaikan mengandung glukosa lebih dari 50kkal, bisa diabetes deh dia pokoknya. Ditambah lagi suara halus Jean, benar-benar membuat hati Harza adem banget pagi ini.
"Duh, senyumnya jangan manis-manis, Je. Kasian sepupu gue udah mau nyungsep gitu." itu Juna, si tampan yang datang bersama kekasihnya.
Jean hanya tertawa menanggapi ucapan Juna, sedangkan Harza ya jangan ditanya. Wajah datarnya terpampang jelas sekarang.
"Lo ngapain sih? Ngerusak suasana pagi aja."
Juna terkekeh, lantas menepuk keras pundak Harza. "Gaya banget lo. Inget ya, Za, abangnya Jean galak."
Harza mendengus kesal. Iya, dia tau sih kalau Jinan tuh sahabat dia. Tapi dia juga paham sama ucapan Juna, Jinan tuh galak. Tapi ngga tau deh kalau menyangkut Jean, galaknya melebihi batas atau justru tidak ada sama sekali.
"Lo semua jangan ngalangin jalan, bangsat."
Sontak, keempatnya membuka jalan lebar-lebar. Membiarkan Jinan berlalu begitu saja. Walau sebenarnya, Jinan sempat membisikan beberapa kata pada Jean, tanpa diketahui oleh Harza, Juna, bahkan Chio.
"Uhm, kak, aku ke kelas duluan ya. Mau lanjut ngerjain tugas." pamit Jean pada tiga orang itu.
Harza tersenyum, lantas mengusap surai hitam Jean. "Belajar yang rajin ya, pacar. Nanti pulangnya bareng gue."
Jean hanya mengangguk, dan berlari kecil menuju kelas, meninggalkan tiga orang disana.
Juna beralih menatap Harza. "Lo serius sama adeknya Jinan?" tanya Juna penasaran. Pasalnya, Harza tidak pernah jatuh hati pada siapapun sebelumnya. Ia hanya takut bila sepupunya ini hanya menjadikan bocah lugu seperti Jean sebagai taruhan atau bahan uji coba saja.
"Beneran lah. Gue ngga pernah sejatuh ini sama siapapun. Gue bakal perjuangin Jean sampai kapan pun." jawabnya penuh tekad.
"Walaupun nyawa lo sebagai taruhannya? Lo tau kan, Jinan ngga semudah itu buat dilawan?"
Harza menghela napas, dan mengangguk. "Iya, gue tau. Maka dari itu, gue mau serius sama Jean."
Tatapan jahil Juna muncul ketika melihat wajah frustasi sepupunya. "Yaudah, lo deketin Jean aja. Siapa tau nanti si Jean nikahnya sama gue, jadi bini kedua." ucapnya, lalu berlari dengan tangan Chio dalam genggamannya.
"JUNA SIALAN! BALIK LO, ANJING!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.