Puncak

1K 167 16
                                    

Pagi-pagi sekali Harza sudah singgah di rumah Jean. Bukan tanpa alasan si tampan ini singgah disana. Tentunya ia sudah mengajak si manis untuk pergi hari ini. Iya, keduanya akan pergi ke puncak. Hanya untuk healing sih sebenarnya.

Harza yang sedang memainkan ponselnya tersentak ketika Jean menepuk pundaknya. Kekasihnya itu sudah siap dengan pakaian santainya. Hanya menggunakan jeans hitam yang dipadukan dengan hoodie berwarna putih, juga tas kecil di punggungnya. Berbeda dengan Harza yang mengenakan jeans hitam, kaos putih dan jaket kulit berwarna hitam. Oh, jangan lupakan tas kecil yang ia silangkan di bahunya.

"Kita mau ke puncak doang kan?" tanya Harza setelah menyimpan ponselnya di tas.

Jean mengangguk. "Iya. Kan kakak bilang mau ke puncak."

Harza terkekeh. Beneran deh, pagi-pagi disuguhin sama Jean yang manis tuh bisa bikin dia diabetes, guys.

"Kita ke puncak doang, tapi lo manis banget. Gimana kalau kita ngedate nanti ya? Makin manis kali."

Puk.

Satu pukulan main-main dilayangkan di punggung Harza. Hadiah dari si manis pagi ini.

"Masih pagi, ngga usah ngegembel deh kak. Ayo berangkat, nanti keburu panas."

Harza menggenggam tangan Jean. Keduanya berjalan menuju motor Harza yang terparkir di depan gerbang. Dengan telaten ia memakaikan helm di kepala Jean. Setelahnya, barulah ia mengenakan helmnya, dan menaiki motornya. Menyalakan mesinnya, lantas membantu si manis untuk naik ke motor. Iya salahkan Harza yang membawa motor sportnya.

"Udah?" tanyanya memastikan posisi Jean sudah nyaman.

"Udah, kak."

Harza mengangguk. Ia melirik ke arah spion, memastikan tidak ada kendaraan lain di belakangnya, dan segera melajukan motornya membelah jalanan bersama si manis di boncengan.

Keduanya asik mengobrol. Hingga di sebuah persimpangan lampu merah, Harza mengambil tangan Jean, dan melingkarkan di perutnya. Jean tersenyum dibalik punggung tegap Harza.

"Takut lo jatuh, terus malah jadi gembel di sini."

Jean menyandarkan kepalanya di pundak sang kekasih, dan terkekeh. "Dasar, ngga ada romantisnya sama sekali."

"Sorry i am anti romantic, Je."

Melihat lampunya sudah berganti menjadi hijau, Harza pun kembali melajukan motornya. Melanjutkan kembali acara memadu kasih di atas aspal hitam bersama pujaan hatinya.

1 jam berlalu, Harza menghentikan motornya di kedai bubur. Iya walaupun tadi dia bilang kalau dia bukan orang yang romantis, tapi ia adalah orang yang terlampau peka. Ia tahu kekasih manisnya pasti belum sarapan, jadilah ia mengajaknya singgah sebentar.

Setelah memarkirkan motornya, ia berjalan mendahului Jean. Bukan bermaksud meninggalkan kok, ia hanya ingin memesan bubur untuk sarapan mereka.

Selagi menunggu, Jean asik memainkan ponselnya. Hingga sebuah tangan menarik paksa dagunya, dan mengecup singkat bibirnya.

Jelas saja Jean termangu akan perlakuan Harza tadi. Kenapa tiba-tiba jadi mengecup bibirnya? Masalahnya, ini tuh public place.

Harza mendekatkan bibirnya pada telinga Jean. "Arah jam 12, Je."

Perlahan Jean menoleh, dan..

Gotcha!

Sekarang ia paham kenapa Harza mengecupnya tiba-tiba. Ternyata ada seorang pria yang menatap Jean dengan pandangan seolah ingin menerkam.

UntouchableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang