"Lho, kok kita kesini, kak? Ini dimana?" tanya Jeongwoo bingung. Pasalnya, mobil Harza berhenti di pelataran sebuah rumah mewah yang terletak di Pondok Indah. Bukannya apa, Jean kira, Harza akan mengantarnya pulang tanpa mampir kemana-mana dulu.
Harza terkekeh. Tangannya sibuk melepas seatbelt. "Ayo masuk dulu."
Jean semakin menatap Harza penuh tanya. Apa katanya tadi? Masuk dulu? Hei, memangnya ini rumah siapa? Rumah bercat putih gading dengan gaya mewah berlantai 3 dan dikelilingi oleh taman yang luasnya lumayan ini, bukan rumah Harza, kan?
"Rumah keluarga gue."
Jean tertegun. Beneran? Ini beneran dia diajak ke rumah Harza? Bukannya apa, Jean takut bertemu orangtua Harza. Ia juga belum berdandan lho, masa iya main ke rumah Harza dengan tampilan sederhana. Kalau tau gini, Jean dandan dulu deh tadi.
Ia sedikit tersentak kala Harza membukakan pintu mobil untuknya. Mau tak mau, Jean pun turun dari pajero hitam milik Harza.
Keduanya melangkah masuk ke dalam rumah. Beberapa asisten rumah menyapa keduanya.
"Mama ada, Bi?" tanya Harza. Tangannya masih setia bertengger di pinggang si manis.
"Ada, den. Nyonya ada di dapur, katanya mau mencoba resep baru."
Harza hanya mengangguk, lantas berjalan ke dapur. Mamanya memang sering membuat resep baru. Entah untuk restoran, atau hanya iseng mencoba. Tapi yang pasti, masakan ibu kandung dari Harza itu adalah yang terbaik.
"Ma?"
Melihat seorang wanita berusia sekitar 45 tahunan itu, Jean sedikit merapatkan tubuhnya di belakang tubuh Harza.
Liana Kimberly, ibu dari Harza itu membalik tubuhnya. "Oh, Harza? Sudah pulang?"
Liana membasuh tangannya, lantas menghampiri putra tunggalnya. Ia sedikit melirik ke arah belakang Harza. Senyumnya terulas melihat seorang pemuda manis tengah menatapnya malu.
"Itu yang dibelakangmu siapa, Za? Jean bukan?"
Harza menoleh, lantas tertawa melihat tingkah si manis yang mengumpat di belakangnya.
Ia menarik lembut tangan Jean, bermaksud menyuruhnya agar tidak takut dengan Liana.
"Eum, halo Tante.." ucapnya dengan kepala tertunduk, dan jemarinya menggenggam erat jemari Harza.
Liana tersenyum, ia mendekat pada Jean. Menangkup pipi dari kekasih putranya itu.
"Oh, ini yang namanya Jean, ya? Gemes banget, ya Tuhan.."
Liana tidak berbohong. Jean memang gemas. Postur tubuh yang tidak lebih tinggi dari Harza, dua pipi gembul, dan mata yang kini terlihat berbinar membuatnya semakin terlihat menggemaskan.
Liana menarik lembut tangan Jean, membawanya ke meja makan yang sudah tersedia banyak hidangan di atasnya.
"Kebetulan Mama nyoba resep baru hari ini. Jean makan ya. Harza juga belum makan tuh pasti. Yuk, kita makan bareng. Cobain resep baru tante. Sekalian kasih nilai, ya."
Liana beralih mengambilkan nasi beserta beberapa lauk, dan meletakannya tepat di hadapan Jean.
Sebenarnya Jean merasa tidak enak. Baru pertama kali datang kesini saja, ibu dari kekasihnya itu sudah memperlakukannya sebaik ini. Ah, Jean ingin menangis rasanya.
Harza yang melihat itu hanya tersenyum. Baru kali ini ia membawa seseorang dengan tittle kekasih. Dan sebaik itu pula perlakuan Liana pada Jean.
Ketiganya makan tanpa bersuara. Sebab memang itu peraturannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Harza membuka matanya setelah terlelap selama 2 jam lamanya. Tangannya sedikit kebas. Ia menoleh, senyumnya mengembang kala mendapati Jean masih terlelap. Walaupun tangan kirinya dijadikan bantalan oleh Jean, dan sedikit kebas, tak apa lah. Yang penting kekasihnya tidur nyenyak.
Tak kuat menahan gemas melihat wajah polos Jean, ia mendekatkan bibirnya ke pipi Jean. Mengecup beberapa kali pipi gembul itu.