BAB 18

997 17 2
                                    

Bunyi iringan musik yang bergema di dalam sebuah diskotik, tidak membuat seorang pria berhenti minum, puluhan wanita tampak menggodanya hanya untuk mencoba peruntungan mereka. Namun pria itu hanya fokus dengan minumannya.

"Berhenti minum. Masalahmu tidak akan selesai." ucap bartender didepannya sambil mengelap gelas di tangan kirinya.

Pria itu hanya tersenyum tipis dan menegakkan lagi minuman haramnya. Bartender itu menggelengkan kepalanya dan kemudian merogoh kantong celananya. Ia pun menemukan apa yang ia cari dan melemparnya kearah pria itu. Pria itu menaikkan alisnya sebelah melihatnya.

"Setidaknya adikmu tidak sejahat itu, D." ucap bartender itu ketika mengajak bicara pria yang ada di hadapannya sekarang adalah Denias, Pria yang sudah dianggap mati oleh seluruh dunia dan juga dibuang oleh adiknya, Jasmine. 

"Aku tidak membutuhkannya." Ucap Deniash acuh.

"Hargai apa yang adikmu kasih. Setidaknya sesekali kau datang kesana. Itu juga untuk kebaikanmu."

"Aku lebih nyaman di tempatku sekarang. Jika aku disana dia akan selalu mengawasiku dan aku tidak bisa membalaskan dendamku." ucap Denias. Ia lebih memilih di flat kecil dan kumuh di pertengahan kota yang ramai. Dan tempat itu dekat dengan musuhnya dimana ia pikir musuhnya tidak akan berpikir kalau dirinya berada didekat situ.

Tapi satu hal yang membuatnya gelisah dua minggu ini ia ingin segera memberitahu adiknya itu.

"Kau tidak apa-apa?" tanya bartender itu.

"Jasmine dalam bahaya." ungkap Denias. Bartender itu menghentikan kegiatannya dan tangannya memegang erat pinggir meja bar dan tubuh condong kedepan kearah Denias.

"Jangan disini, Ikut aku." ucap bartender itu yang air mukanya berubah serius. Denias menatap lurus kearah lawan bicaranya dan ia pun mengikuti pria bartender itu pergi.

"Aku istirahat dulu." ucap bartender itu kepada temannya.

Denias mengekori langkah pria seumuran didepannya itu. mereka menuju keruang mesin control dan bartender itu melihat kiri kanan.

"CCTV?" cegah Deniash.

"Jangan khawatir! aku yang megang kontrol disini atas perintah adikmu." ucap pria itu yang kemudian masuk kedalam ruangan itu. Mereka berdua masuk kedalam ruangan yang sangat bising akan suara mesin.

"Kamera disana tidak akan hidup di hari sekarang. kalau kau masih ragu. Adikmu yang mesettingnya." jelas pria itu lagi.

"Sean, kami melemparkan Jasmine di kandang singa." ucap Denias tiba-tiba membuat langkah bartender yang bernama sean itu terhenti dan langsung membalik tubuhnya

"Maksudmu?" tanyanya.

"Phillip, bajingan itu dalang dibalik kematian ayahku dan kau masih ingat dengan..."

"dengan?" tanya Sean menyelidik. Denias mengeraskan rahangnya dan ada geraman keluar saat ia ingin mengucapkan kata selanjutnya.

"D!" panggil Sean

"kakak Sofia." Sean mengernyitkan dahinya masih belum mengerti arah pembicaraan ini kemana tujuannya."

Denias mengusap mukanya frustasi dan menyugarkan rambutnya, sungguh dia tidak tahan akan hal ini. Ia menghadap ke kirinya dan memukul panel listrik di depannya berkali-kali. 

"Denias. Tenanglah."

"Aku yang bodoh! aku yang bersalah. Aku membahayakan keluargaku sendiri." amuknya

Sean menarik dan membalik tubuh sahabatnya itu kuat meremas kedua bahunya  kuat-kuat. "berhenti bersikap bodoh, D. Katakan yang jelas."

"Mereka merencanakannya sejak lama. Kau tahu Fabio?" Sean menganggukkan kepalanya. Ia tahu pria itu adalah kakak tiri dari wanita yang bernama Sofia, dan juga sekaligus mantan kekasih dari Jasmine.

Boss Mafia dan Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang