Semangat Kunci Segalanya

359 34 3
                                    

Qya memutuskan untuk bolos hari ini. Setelah kejadian kemarin, apalagi kecurigaan Arry pada Pak Evan, membuat mereka saat ini sedang menuju ke kediaman Arry.

"Kali ini pelatihan lebih keras lagi kata Jessie. Karena, ya menilai lo udah diserang. Lo harus punya tameng."

Tameng. Ya, itu sangat Qya perlukan. Apalagi dirinya yang masih awam dengan kukuatannya, membuat dia harus menggali lebih banyak lagi kekuatan untuk membantu Arry dan yang lainnya.

Semenjak diserang, Qya merasa dia harus bertekad. Dengan segenap semangat, dia harus dapat bertahan dan mempertaruhkan segalanya.

Karena dia sudah masuk terlalu dalam pada pertarungan dua dunia ini.

**

"Pagi! Tumben kalian."

Jessie menyambut mereka dengan senyuman hangatnya. Pagi ini, masih dengan pakaian minimnya, dia sudah siap dengan beberapa alat yang akan digunakan untuk latihan kali ini.

"Kau sudah mengatakan mengenai tameng kan Arry? Kita akan pakai tameng seperti Christine kan?"

Arry mengangguk, membenarkan kalimat Jessie. Sesangkan Qya hanya terdiam karena masih tidak mengerti arah pembicaraan mereka.

"Ayo, kita langsung ke taman belakang."

Mereka bersama-sama ke taman belakang, hanya berdua, tanpa Arry. Saat ini, suasana sangat sepi. Seperti benar-benar di sengaja untuk pelatihan hari ini.

"Kunci keberhasilan ini adalah bagaimana dirimu bisa membakar semangatmu. Bisa membayangkan untuk apa kamu di sini. Apa tujuanmu. Kalau boleh aku tanya, apa motivasimu untuk membantu kami?"

Qya terdiam. Sampai sekarang pun, dia tidak ada maksud khusus. Hanya ingin membalas budi atas mata dari ibu Arry.

"Aku, sepertinya untuk membalas budi ibu Arry. Dia telah mambantuku untuk melihat dunia lagi. Secara tidak langsung dia, menitipkan ini padaku. Walaupun aku awalnya tidak suka dengan kemampuanku, tapi sekarang aku tahu apa gunanya."

Jessie tersenyum. Nampak senyum tulus yang tercetak di wajah tirusnya.

"Christine adalah kakak sepupuku. Umur kami cukup jauh. Tapi dia sangat sayang padaku. Apalagi sejak kedua orangtuaku sudah meninggal. Dia yang sering menjagaku dulu sebelum dia menikah. Dan saat dia sudah menikah pun, kami masih keep&touch. Dan saat detik terakhir dia akan meninggal, dia masih mengkhawatirkanku. Dia pun juga berpesan agar aku yang akan menjadi pelatihmu saat harinya tiba.

"Dan sinilah aku. Akan melatihmu dengan sekuat tenaga. Agar bisa menyelamatkan apa yang ingin aku lindungi. Itulah salah satu alasan agar dapat mendapatkan apa yang kita inginkan."

Qya tersentak mendengar kalimat Jessie. Kalimat itu sungguh tulus. Apalagi senyum dan raut wajah Jessie yang makin tulus pada Qya.

"Sejak pertama kali melihatmu, aku melihat bahwa kau membawa aura milik Christine. Tidak karena kekuatan yang ada dalam dirimu. Tapi ada satu hal yang tersembunyi dari dirimu. Dan sekaranglah kita akan benar-benar membukanya. Secara paksa."

Penekanan Jessie pada 'paksa' membuat Qya menciut. Inikah puncak dari semua latihan ini?

Di dalam tas pinggangnya, Jessie mengeluarkan sebuah wadah berbentuk cekungan kecil warna perah. Jessie juga mengeluarkan sebuah pisau perak kecil.

"Kemarikan tanganmu."

Crasss!

Jessie langsung menyayat pergelangan tangan Qya. Tidak dalam, tapi cukup membuat Qya berteriak tertahan.

May I Look Into Your Eyes?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang