Penyandraan

286 28 4
                                    

"Bang... bang Dannis?"

Orang itu melepas tudung kepalanya. Ya, tampak Dannis dengan mata merahnya menatap Qya tajam. "Aku bukanlah Dannis!"

Melihat hal itu, Arry langsung maju. Akan menyerang Dannis. Tapi dengan gerakan cepat, Dannis menghindar bersama tiga orang lainnya.

Perkelahian tidak dapat dihindari. Arry terus menyerang Dannis. Sedangkan Qya terus mengendalikan pikiran dua lainnya. Tapi tampak sulit, pikiran mereka susah dikendalikan. Dan untungnya, Qya dapat membaca kelemahan mereka.

"Arry! Serang tepat ke, jan... jantung...."

Mendengar hal itu keluar dari mulut Qya, membuat mereka kaget. Apabila bagian jantung di serang, hal itu bisa membuat mereka, mati.

"Ta... tapi... dia kan..."

Sebelum Arry menyelesaikan kalimatnya, Dannis menyerang Arry dengan telak. Membuat Arry yang tidak siap tergeletak tak sadarkan diri.

"Arry!"

Qya langsung berlari ke arah Arry. Mengecek lukanya. Kepala Arry berdarah. Dan tubuhnya terkena pecahan kaca.

"Kalian terlalu lemah. Kelemahan itu yang membuat kalian tidak bisa mengalahkan kami. Kami tidak mempunyai belas kasihan. Dan mereka, akan menjadi salah satu kelemahan kalian. Huhuhuhu!"

Dannis dan kedua orang lainnya kabur entah kemana.

Dan saat ini, Qya harus menyembuhkan Arry terlebih dahulu.

**

"Urrggghhh...."

"Ry! Lo nggak papa?!"

Arry memegang kepalanya. Dia merasakan perban sudah membalut kepalanya. "Me... mereka di mana"

"Mereka udah kabur. Tapi gue udah lapor sama Jessie."

Arry lega. Setidaknya Qya tidak gegabah dengan mengikuti lawan mereka sendirian. "Jadi,itu beneran Dannis?"

"Dannis dirubah menjadi bagian dari mereka. Otak Dannis dicuci. Memorinya di tutupi oleh cuci otak mereka. Dan... cara mereka sungguh menyeramkan, Ry. Gimana mereka akan menperlakukan ibu dan abang gue yang lainnya?!" Air mata keluar dari mata indah Qya.

Arry menghapus jejak air mata di pipi Qya. Walaupun tidak bisa membaca pikiran Qya, tapi dia dapat merasakan kesedihan gadis itu. Mereka sudah terlalu dalam menyerang pertahanan Qya. Dannis, Daniel, Yovi, bahkan ibunya sendiri.

"Gue akan mengembakikan mereka gue janji. Mendingan sekarang lo tidur. Besok pagi kita bakal langsung ke rumah. Okay? Beresin juga badan lo. Banyak lecet Ya."

Qya mengangguk. Dia pun langsung menuju kamarnya. Meninggalkan Arry di kamar Yovi.

Melihat semburat kesedihan itu, membuat Arry semakin ingin menghancurkan mereka. Dia tidak suka melihat Qya menjadi lemah lagi. Dia tidak suka melihat air mata itu keluar dari mata indahnya.

**

"Saya sudah melacak di mana keberadaan mereka. Mereka bersembunyi di sebuah hutan yang tidak terjangkau. Di dalam sebuah gua yang dalam."

Elang mengangguk. Setelah mendapat kabar dari penyandraan keluarga Qya, dia langsung mengadakan pelacakan. Ternyata mudah saja. Mereka sudah ditemukan.

"Bagaimana keadaan Arry dan Varissa."

"Mereka tidak apa-apa. Varissa menolak tim medis ke sana. Mereka hanya menderita luka ringan. Walaupun Arry sempat diserang tadi."

"Di serang?! Bagaimana dia melakukannya?"

"Varissa sepertinya memiliki kekuatan lainnya, Sir."

Jessie masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi oleh berbagai alat komputer. Dengan santai Jessie memberika Elang beberapa lembar kertas laporan tentang Qya.

"Lihat. Saat aku menelitu tentang energi dalamnya, dia seperti memiliki hal yang bisa menyembuhkan. Atau meregenerasi sesuatu. Tapi aku belum melihat secara langsung."

Elang membaca laporan itu dengan seksama.

"Ternyata, dia bisa saja melampaui Christine. Seperti Arry bisa melampauiku."

**

Qya termenung di depan kaca riasnya. Kejadian beberapa jam lalu membuat dirinya tidak sabar ingin menyerang mereka langsung.

Kenapa harus melibatkan keluarganya, yang tidak tahu apa-apa?

Qya mengangkat tangannya. Mata hijau itu melihat ke arah tangannya. Entah kenapa, saat menyentuh Arry yang terluka, sebuah cahaya hijau tua mulai menjalar di luka Arry. Dan itu membuat Qya bingung.

"Ya, lo udah tidur?" Arry mengetok pintu kamar Qya. "Gue, laper."

"Dasar, di saat kayak gini dia laper." Qya tersenyum. Arry memang terlihat ceria. Hal yang Arry lakukan sulit tertebak. Seperti sekarang ini. "Iya bentar."

Clek! Pintu terbuka. Menampilkan senyum Arry yang belakangan ini membuat Qya merasa nyaman.

"Sorry, gue tau nggak tepat. Tapi kalau laper gue susah mikir. Hehe."

"Gue juga laper. Cabut yuk ke bawah. Sesudah itu bantu gue bersih-bersih."

Arry menampilkan senyum usil. "Alah, lo nggak perlu beresin lagi. Udah gue lakuin semuanya."

Qya mengarahkan tatapan bertanya pada Arry. Meminta penjelasan.

"Nggak percaya? Sini deh."

Mereka berdua pun turun ke lantai dasar, ke arah ruang tamu. Dan benar kata Arry, semuanya sudah rapi! Dengan plastik hitam disudut ruangan untuk membuang serpihan kaca.

"Kok bisa? Sejak kapan?"

"Gue sebenarnya punya satu warisan dari ibu gue. Bisa mindahin barang dengan pikiran. Telekinesis. Tapi ya nggak bisa berlebihan juga. Kalau gitu, gue bisa aja pingsan berhari-hari. Beresin segitu aja gue laper berat."

Qya melongo. "Kok lo nggak pernah cerita?"

"Nah lo nggak nanya kekuatan gue apa aja sih!"

Arry benar-benar sulit ditebak.

**

Suasana gelap menyelimuti tempat ini. Ketiga tawanan mereka sudah sampai. Membuat senyuman lebar Dise merekah mengerikan.

"Bagus. Kau memang budak yang patut dibanggakan. Selanjutnya, apa lagi, Vannes?"

"Kita akan menunggu mereka. Karena itulah rencana awalnya bukan?"

***

A.n

Hallo!

Jangan lupa vote&comment:D

May I Look Into Your Eyes?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang