2

11 1 0
                                    

Jika di lihat-lihat daerah ini sangat indah, lokasi pemukiman yang terletak diantara dua bukit di sisi barat dan timur menjadikan wilayah ini selalu dingin.

"Lagi nge teh, dok?" Tanya Yoan.

Tata menoleh.

"Eh iya. Pak Yoan mau kemana?" Tanya Tata melihat Yoan sudah rapi dengan setelan PDL nya.

"Mau ke kantor konsulat di kota, nganter Kale." Sahut Yoan. Pria bertubuh tegap itu menoleh ke arah pintu bertepatan dengan munculnya seseorang berpakaian serupa.

"Jalan sekarang?" Tanya Yoan. Pria bernama Kale itu mengangguk.

Ia menoleh pada Tata sekilas lalu langsung memasuki mobil Rubicon nya dan mengenakan kaca mata hitam di susul Yoan yang melambaikan tangan pada Tata.

Gadis itu berdecih pelan ketika Rubicon itu menghilang di balik gerbang.

"Sombong sekali." Gumamnya.

Yoan masih sibuk dengan ponselnya ketika Kale menoleh padanya.

"Dokter baru lagi?" Tanya Kale.

"Hah?" Yoan membeo. Kale berdecak pelan.

"Oh, dokter Agatha?" Yoan memastikan. Kale mengangguk samar.

"Iya, salah satu dokter muda yang di andalkan tuh." Beritahu Yoan.

"Oh." Sahut kale.

"She's beautiful. Isn't she?" Goda Yoan.

"Biasa aja." Sahut Kale. Yoan mengedikkan bahunya.

Lalu mereka berdua berbincang tentang kegiatan yang akan mereka lakukan di konsulat.

"Masih mimpi buruk, Kal?" Tanya Yoan.

Kale terdiam sejenak lalu mengangguk samar.

Makan malam pun tiba, tumben Kale ikut makan bersama di barak. Ia terlihat menikmati nasi merah dan dada ayam kukus serta sayuran di hadapannya.

"Tumben doi makan di sini?" Ujar Vita lebih mirip seperti gumaman. Tata menoleh ke arah Kale.

"Ya laper kali." Sahut Tata cuek.

"Emang aneh sih, tumben mau berbaur sama manusia." Sambar Dion.

"Entah!" Sahut Tata.

Pukul 1 dini hari kamar Tata di ketuk dengan keras. Dokter itu terperanjat dan membuka kamar dengan setengah linglung dia membuka pintu.

"Ada ap---"

"Ikut saya, bawa peralatan bedah." Kale memerintah.

Tata baru mendapatkan kesadarannya. Ia bergegas mengikat rambutnya, mengambil tas peralatannya dan mengenakan sepatunya. Gadis itu mengikuti langkah Kale yang terlihat tergesa. Di luar barak sudah ada Dion yang menunggu dengan cemas.

"Ada apa?" Tanya Tata setengah berbisik.

"Gak tau, tiba-tiba gue di bangunin sama doi." Dagu Dion terangkat merujuk pada Kale.

Ketiganya memasuki Rubicon Kale, Dion dengan sengaja memasuki kursi penumpang belakang begitu juga dengan Tata. Kale menghela nafasnya dalam mengatur kesabarannya menghadapi dua dokter muda yang tengah saling pandang itu.

"Pindah satu kedepan, saya bukan supir kalian." Suara Kale terdengar tegas. Dion melotot pada Tata. Gadis itu segera membuka pintu dan kabur ke depan.

Ketiganya bungkam. Sesekali Tata memekik ketika mobil Kale tak sengaja menginjak lubang hingga tubuh Tata memantul dari kursi.

Setelah 1 jam, mereka akhirnya tiba di sebuah perkampungan yang gelap dan hanya di terangi oleh beberapa lampu berwarna kuning.

"Sudah bukaan berapa?" Tanya Kale pada seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari salah satu rumah.

"Mungkin 8 atau 7. Kata dukun beranak." Sahutnya.

Kale mengangguk.

"Ada yang mau melahirkan?" Tanya Tata pada Kale. Pria itu mengangguk.

"Anak kepala Desa." Sahut Kale.

Tata dan Dion segera mengikuti langkah kale.

Tata mengerjapkan matanya melihat seorang wanita muda sedang meraung-raung memegangi perutnya. Beberapa orang wanita paruh baya berusaha menenangkannya.

"Permisi." Tata segera mendekati wanita muda berambut keriting khas daerahnya.
Tanpa banyak kata, Tata dan Dion segera mengambil alih proses persalinan itu. Tata dan Dion sangat terlatih menghadapi amukan wanita yang sudah memasuki bukaan ke sepuluh.

Tak lama berselang, terdengar suara tangisan bayi dengan nyaring. Dion segera mengambil alih dan memeriksa keadaan sang bayi sementara Tata memastikan keadaan si ibu baik-baik saja.

Hampir pukul 5 pagi ketika semua sudah selesai. Keadaan ibu dan bayi nya sehat baik-baik saja. Tata menyampaikan akan kembali ke rumah itu dalam dua hari kedepan.

Tata keluar dari kamar yang sudah di beri penerangan lebih baik setelah ia memberikan obat kepada nenek bayi tersebut beserta aturan minumnya.

Tatapannya bertubrukan dengan Kale, pria itu sedang duduk di beranda dan di sebelahnya ada Dion yang sudah terlihat mengantuk.

"Ayo pulang." Ajak kale. Tata dan Dion berjalan lemas.

Dion tertidur pulas tepat beberapa menit  Rubicon itu meninggalkan Desa begitu juga dengan Tata. Kale menoleh pada dokter muda itu, beberapa luka cakar nampak di lengannya.

Tepat lima menit sebelum memasuki area barak, Kale menepikan Rubiconnya.

Ia mengambil plester dari sakunya dan memakaikannya pada luka dokter muda itu. Gadis yang berusia hampir 15 tahun di bawahnya.

Agatha Senja namanya.

BIASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang