4

9 1 0
                                    


Tata kembali menoleh pada pria yang duduk di sofa dengan mata terpejam.

Pria yang tadi menyuruhnya untuk segera tidur di kasurnya karena teman-teman Tata juga Yoan masih terdengar mengobrol.

Suara ketukan di pintu kamar Kale membuat Tata terhenyak. Kale membuka matanya dan melangkah ke pintu.

Pintu terbuka lebar dan Tata jelas sembunyi di balik selimut tebal.

"Gak mau gabung?" Jelas itu suara Yoan. Tata berdecak kesal kenapa Kale membuka pintu dengan lebar.

"Aku ngantuk, mau tidur." Sahut Kale singkat. Terdengar Yoan mencibir pelan. Lalu pintu kembali tertutup.

Tata membuka selimutnya dan menatap Kale yang kembali duduk di sofa.

"Kenapa kamu buka pintu lebar-lebar?" Tanya Tata setengah berbisik. "Kan kamu tau ada aku di sini." Imbuh Tata.

Kale membuka matanya.

"Logika." Sahut Kale tak kalah pelan. "Semakin aku berusaha menutup pintu, Yoan semakin curiga." Kale kembali menutup mata.

Tata membulatkan mulutnya.

Dokter muda itu nampak menatap Kale dengan lekat. Pria tampan yang lebih tua dari dirinya itu nampak tak nyaman dengan posisi yang sekarang.

"Kale," Tata memanggil dengan hati-hati. Pria itu membuka matanya.

"Kamu tidur di sini aja," Tata menepuk bagian kosong di sebelahnya.

"Aku gak apa-apa kok tidur sama kamu." Tata menggigit bibirnya. " Maksudku, aku udah biasa tidur sekasur sama Dion, eh maksudku sama Vita juga." Ujar Tata memperjelas ucapannya.

Kale menatap manik mata Tata, dokter muda itu salah tingkah.

Kale beranjak mendekati ranjang, jelas untuk menakuti Tata. Namun gadis itu tak gentar, ia memberikan ruang pada Kale dan membiarkan pria itu berbaring di sebelahnya. Tata kembali merebahkan  tubuhnya dan memunggungi Kale.

Lima belas menit berlalu, Tata gelisah. Rasa kantuknya hilang sudah. Kale menoleh, segaris senyum muncul di bibirnya.

"Takut?" Tanya Kale.

"Hah?" Tata membalikkan tubuhnya dan menatap Kale yang sedang menatap nya juga.

"Gak takut, cuma gak bisa tidur aja." Sahut Tata. "Aku nggak bisa tidur kalo pake baju kerja."

Kale bangun dan beranjak dari tidurnya, ia membuka lemari kayu sederhana dan mengambil satu kaos oblong dan celana tidur panjang miliknya.

"Celananya gulung aja kalo agak kepanjangan." Ia menyodorkannya pada Tata. Gadis itu mendongak menatap Kale dengan ragu.

"Daripada nggak bisa tidur, terus kita berdua begadang, lebih bahaya." Ujar Kale setengah berbisik. Tata mencebik dan jelas nampak sangat menggemaskan di mata Kale.

Tata beranjak setelah menerima pemberian Kale.

Pria bermata tajam itu mengerjapkan matanya. Di mata Kale saat ini, gadis itu nampak cantik dan segar setelah ia mencuci mukanya.

"Laper?" Tanya Kale. Tata meringis. Jelas tadi ia melewatkan makan malamnya dan sekarang sudah hampir jam 12 malam.

"Tunggu di sini. Jangan kabur." Kale berlalu keluar kamar dan terdengar ia berbasa-basi sebentar dengan Yoan.

Tak berapa lama, Kale kembali masuk dengan semangkuk mie kuah yang di beri taburan bawang goreng.

Ia meletakkan nya di meja kecil di samping jendela. Tata masih menatap Kale yang masih menata meja untuk Tata.

"Makan, habis itu tidur." Kale berdiri di samping ranjang.

"Makasih, Kal." Tata tersenyum riang. Kale mengangguk samar.

Sebelum subuh Tata menyelinap Kembali ke kamarnya. Degup jantungnya terasa lebih kencang, bukan karena ia takut tertangkap basah, namun, saat ia bangun tadi, rupanya ia berada di dalam dekapan Kale dan pria itu memeluk tubuhnya dengan erat.

Erat sekali.

***

Yang tak Tata ketahui...

Kale menatap wajah cantik yang sedang mendengkur pelan. Nafasnya teratur pertanda ia pulas. Tiga puluh menit lalu gadis itu menikmati makanan yang kale buatkan.

Kale teringat ucapan Yoan ketika mereka berada di dapur.

"Agatha di kamar, kan?" Bisik Yoan pada Kale ketika sahabatnya itu menaburkan bawang goreng di mangkuk berisikan mie kuah.

Kale mendengus pelan. Yoan terkekeh.

"Pesona orang sok 'cool' macam kamu tuh memang idola abege." Yoan berlalu menyisakan tawa tipis kale.

Kale seperti biasa bermimpi buruk, entah sadar atau tidak, Tata membuka matanya, mengusap pelan pipi Kale dan berusaha menenangkan Kale.

Kale membuka mata, gadis itu menatapnya setengah mengantuk. Kale merasakan tangan mungil Tata mengusap pipinya lagi. Gadis itu menelusup ke dalam rengkuhan Kale, menyamankan diri di dalam dekapan pria yang masih mencerna kejadian yang terlalu cepat ini. Tau-tau dokter muda itu sudah memeluk nya erat dan melingkarkan kakinya di pinggang Kale.

Tolong! Kale mumet!.

BIASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang