6

10 0 0
                                    


"Pria itu ada di sini!" Teriak salah seorang gerombolan itu. Vanesa tergeletak di mobil van mereka.

"Anjing!" Teriak salah seorangnya ketika tembakan kale mengenai ban mobil mereka.

Suara tembakan pun terdengar memekakkan telinga. Kale membabi-buta menyerang pria berkulit gelap itu. Jumlah mereka tak kurang dari 4 orang dan semuanya mengenakan seragam tentara pemberontak perbatasan.

Vanesa selamat namun Kale mendapat luka tembak di perutnya dan malam itu Agatha yang merawat lukanya.

***

Tata menggosok matanya yang perih terkena serpihan arang. Kale sedang memanggang daging di sampingnya Vanesa menempel seperti lalat.

"Jangan di kucek." Tangan Kale menahan tangan Tata.

"Perih." Rengek Tata.

Kale membuka mata Tata perlahan. Ia mendekatkan wajahnya sehingga Tata bisa mencium aroma tembakau dari hembusan nafas pria itu.

Perlahan Kale meniup mata Agatha dengan hati-hati.

"Udah ilang?" Tanya Kale.

"Hah?" Tata membeo.

"Ck, kelilipannya?" Kale berdecak pelan.

"Oh, udah." Sahut Tata.

"Bang! Gosong nih!" Teriak Vanesa.

Kale meninggalkan Agatha dan bergabung dengan Vanesa, Don tiba dengan salad sayur di mangkuk besar.

Tata kagum dengan kemampuan Kale mengolah daging, Tata menopang dagunya menatap keakraban Kale dan Vanesa. Sekali lagi ia menghela nafasnya dalam dan karena pekerjaannya membantu merapihkan meja dan menyiapkan minuman sudah selesai, maka ia pun memilih untuk menjauh. Ia berdiri di jendela yang terbuka menyajikan pemandangan lembah yang gelap gulita.

Entah berapa lama ia melamun di sana. Ia terhenyak ketika sebuah tepukan mendarat di bahunya.

"Makannya udah siap." Don tersenyum.

"Oh? Sorry. Oke!" Tata balas tersenyum.

Don menatap wajah Tata dengan lekat.

"Vanesa sudah kehilangan ibu dan ayahnya sejak kecil, Vanesa hanya punya saya. Ayah Vanesa adalah adik saya dan ibunya Vanesa adalah mantan kekasih---"

"Ayo makan!" Suara Kale membuat Don terdiam. Tangan Kale terulur menarik lembut lengan Tata.

Don menepuk pundak Tata dan Kale bergantian.

Suasana makan malam terasa menyenangkan. Kale yang di kenal pendiam ternyata bisa bertukar cerita dengan Don dan Vanesa.

Tata hanya menimpali sesekali dan tersenyum ketika cerita terdengar lucu.

Makan malam pun selesai, Vanesa sudah pamit untuk tidur demikian juga dengan Don. Tata memilih duduk di teras dengan teh hangat di tangannya.

"Vanesa itu anak dari mantan pacarku dulu."

Tata mendongak mendengar suara Kale. Pria itu berdiri di hadapannya dengan tangan di saku celananya.

"Ibunya Vanesa yang merawat aku sejak aku terbuang dari keluarga dan kehidupanku sebelumnya. Ibunya Vanesa seorang perawat, usinya 10 tahun di atasku."

Kale duduk di kursi di samping Tata karena memang hanya ada dua kursi di sana. Tata masih terdiam menyimak perkataan Kale.

"Minggu lalu saat Vanesa pulang sekolah, ia hampir di culik di jalanan." Kale menoleh pada dokter cantik yang sedari tadi hanya diam.

"Untungnya aku baru saja kembali dari markas saat itu." Kale menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.

Tata menyesap tehnya perlahan.

"Boleh minta?"

Tata menoleh cepat pada Kale. "Ini?" Tata menggoyangkan cangkir tehnya.

"Iya, aku mau tidur pulas malam ini." Pria itu menatap manik mata Tata dengan lembut. Tata menyodorkan cangkirnya dan Kale pun segera menerima dan langsung menyesap tehnya.

"Aku rasa, Vanesa cemburu sama aku." Tata terkekeh pelan. Demikian juga dengan Kale.

"Maklum, dia cuma punya aku dan Don." Kale menyerahkan cangkir itu pada Tata. "Dia ku anggap seperti keponakanku sendiri."

Tata mengangguk.

"Atau mungkin kamu yang cemburu sama Vanesa." Kale menaikkan satu alisnya.

"Ku perhatikan dari tadi kamu cuma diam, makan juga gak banyak."

Sontak saja Tata mendelik sebal.

"Cemburu sama sesuatu yang bukan milikku? Kedengarannya aneh." Tata tersenyum mengejek.

Kale tertawa pelan, hal yang jarang sekali Tata lihat.

"Ya aku kan cuma nebak." Kale mengedikkan bahunya.

"Atau justru kamu yang ingin membuat Vanesa cemburu, iyakan?" Tata mengerlingkan matanya.

"Karna sebetulnya kamu tahu kalo Vanesa itu suka sama kamu, layaknya perempuan dewasa kepada pria dewasa." Tata menunggu jawaban Kale yang sepertinya sedikit terkejut.

"Am i right?" Desak Tata. Kale membuang pandangannya.

"Udah malam, ayo tidur." Kale beranjak.

"Kan? Gak bisa jawab!" Ejek Tata. "Agatha senja, di lawan!" Gumamnya lagi.

Kale menyembunyikan tawanya, ia mendorong tubuh Tata masuk ke dalam rumah Don dan juga masuk ke kamar tamu.

"Ini, kita berdua tidur bareng?" Tata menghentikan langkahnya tepat ketika pintu kamar ia buka.

"Udah pernah, kan?" Kale masuk terlebih dahulu memastikan keadaan di dalam kamar aman.

"Pake peluk juga?" Tata sengaja mengejek Kale.

"Mau?" Kale memeriksa jendela dengan hati-hati.

Tak ada jawaban dari Tata. Kale menoleh dan mendapati Tata sedang mendelik padanya.

"Modus!" Gadis itu beranjak masuk ke kamar mandi. Kale tersenyum.

Kale menghela nafasnya dalam. Senyumnya hilang ketika ia sedari tadi menyadari jika Vanesa menguping obrolan dirinya dengan Tata. Akan ada hati yang kembali luka karena dirinya, namun itu jalan yang terbaik. Baginya, Vanesa itu hanya gadis kecil yang kurang perhatian dan kasih sayang, bukan perempuan dewasa seperti Agatha yang bisa membangkitkan gairahnya, seperti malam ini tentunya.

BIASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang