Budayakan follow sebelum baca~
Happy reading 🤍
•••
"Tisu mana tisu?"
"Udah, udah."
"Jan, jangan nyesel. Yang kamu lakuin udah paling bener."
Setelah beberapa saat menelungkupkan kepala di sela-sela lutut, akhirnya kini aku mengangkat kepala. Pemandangan pertama yang ku lihat adalah Nisha yang tengah menyerahkan sekotak tisu ke hadapanku.
Ku pandang sekeliling, mereka berlima duduk melingkar seraya menatapku dengan ekspresi sedih pula. Tak bisa menahannya, aku sontak tertawa kecil ketika melihat ekspresi Nayya.
"Jan, sadar. Abis nangis malah ketawa."
Nayya menepuk-nepuk bahuku sampai tawaku berhenti.
Siang tadi aku akhirnya menceritakan soal obrolanku dengan Radipta kemarin. Tak kuat menahan, akhirnya aku menangis di telepon. Mereka dengan inisiatif besar pun datang ke rumahku untuk sekedar menenangkan.
Lalu aku menceritakan semuanya secara lebih detail, dan tentu saja berujung menangis lagi sampai sekarang.
"Sedih banget, ya, Jan?" Adhia bertanya seraya menatapku dekat-dekat.
Aku tersenyum kecil seraya menggeleng. Ku usap air mata sebelum kembali memandang mereka.
"Udah gak terlalu, sih. Makasih, ya, kalian repot-repot kesini cuma buat ngeliatin aku nangis."
"Gak papa, lah," kali ini Puspa yang bicara. "Lagian kita udah lama gak ONT, jadi sekalian aja."
"Nah, betul. Biar kamu lupa juga." tambah Nisha.
Kayla merangkulku. "Udah mutusin ngomong begitu, berarti harus terima konsekuensinya. Semangat."
Aku mengangguk.
"Jan, ngelukis aja, yuk." ajak Nayya tiba-tiba. Aneh sekali, padahal waktu itu ia bilang tak ingin belajar melukis lagi karena susah.
"Nah! Nayya udah pernah diajarin tapi kita belum. Siapa tau aku ada bakat lukis juga." Puspa mengangkat kedua alis menggodaku yang sontak ku balas dengan tawa.
"Oke, oke." Aku bangkit dari kasur. "Aku ambil dulu peralatannya, ya."
Mereka semua mengangguk serempak dengan semangat. Dengan segera aku mengalihkan pandangan ke luar kamar karena mata ku mulai berkaca-kaca lagi.
Kali ini karena terharu dengan kepedulian mereka.
•••
Semenjak kejadian itu, semua terjadi seperti perkiraanku.
Ketika kami bertemu, Radipta selalu mengalihkan pandangan seolah tak melihatku. Padahal Heru dengan riang kadang menyapaku dan Nayya terang-terangan. Tapi ia tampak tak peduli dan berlalu begitu saja.
Masih ada rasa tak rela. Tapi ya mau bagaimana lagi. Seperti kata Kayla, harus ku terima semua konsekuensinya.
"Mau kapan balikin buku?"
"Pulang sekolah aja. Istirahat pasti rame." sahutku pada Nayya setelah kami selesai menonton anak laki-laki lomba futsal.
Sekarang sudah hari terakhir masuk sekolah sebelum libur kenaikan kelas. Hari ini jadwal kami hanya classmeeting sampai jam dua siang.
"Asli, ya, neriakin doang capek banget."
"Bener." balas Puspa pada Nayya yang tengah rebahan terlentang di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Novela JuvenilBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...