Tak salah langkah - 18 Desember 2021

8.6K 1.2K 248
                                    

Budayakan follow sebelum baca~

Ini emang lumayan sedikit tapi dua minggu kedepan aku bakal sering update heheheh maunya brp kali nih? dua hari sekali kali yaa? Drop di comment aja pokoknya!

Happy reading! 🤍

•••

"Disini aja rumputnya gak kotor."

"Kesinian, Kay. Masih legaan."

"Ini pada mau langsung makan?"

Kami semua berpandangan.

Nayya lalu memegang perut seraya meringis pelan. "Aku pengen ke toilet dulu. Ada yang mau ikut?"

"Ikut, ikut!" seru Adhia. Ia lantas memasukkan kembali kotak bekalnya ke dalam tas dan bergerak memasang sepatu.

"Aku juga ikut, deh."

"Aku juga."

Nisha dan Kayla ikut beranjak.

"Kamu mau ikut, Jan?" tanya Puspa padaku.

Aku melirik kaki sekilas, sudah hampir kebas karena daritadi kami tak berhenti jalan ke sana kemari. Sedangkan toilet cukup jauh dari tempat kami berhenti sekarang. Rasa-rasanya kakiku bisa patah kalau ingin melebih-lebihkan.

"Kamu ikut? Kalo kamu gak ikut aku juga gak ikut." jawabku akhirnya, takut-takut Puspa ingin ke toilet juga. Tentu aku tak ingin sendirian seperti anak hilang disini.

"Enggak, deh." Puspa mengambil kotak makannya. "Kalian aja."

"Yaudah, jagain bentar, yaa!" seru Nisha seiring langkahnya menjauh. Meninggalkan aku dan Puspa yang kini tengah memakan bekal dalam diam seraya celingak-celinguk ke kanan kiri.

Karena ini hari Sabtu, tentu semua tempat wisata ramai oleh pengunjung, jadi disekitar kami banyak sekali orang dengan berbagai macam usia jalan kaki atau naik sepeda di sepanjang jalan.

"Salah kostum nih kita." celetuk Puspa di tengah keheningan.

Ucapannya seratus persen benar. Karena di perkiraan cuaca, Bogor dan wilayahnya akan turun hujan deras berpetir, jadi kami semua siap sedia memakai cardigan dan jaket. Pun yang awalnya hanya ingin membawa tas kecil, beberapa diantara kami akhirnya membawa ransel dan beberapa lainnya membawa totebag karena kami semua membawa payung lipat dan jas hujan.

Tapi bisa dilihat dan dirasa kalau cuaca sekarang sangat terang benderang dengan matahari yang tak malu-malu menampakkan keseluruhan bagiannya.

Ku pikir perkiraan cuaca cukup akurat, ternyata malah sesat.

"Ditipu kita." tanggapku sebelum kembali menyuap nasi dengan potongan sosis. "Tapi gak papa, sih. Jaga-jaga siapa tau nanti beneran hujan."

"Nah!"

Lalu keadaan senyap kembali. Kami sama-sama fokus mengunyah seraya melihat pemandangan pohon-pohon besar dan tua yang berjejer di sepanjang jalan.

Pasti seram bila kesini malam-malam.

"Kamu sama Radipta gimana, Jan?" tanya Puspa tiba-tiba, membuatku menoleh padanya.

"Udah jarang cerita perasaan." lanjutnya.

Semenjak aku dan Radipta dekat seperti sekarang, aku memang tak pernah menceritakan apa-apa soalnya dengan teman-temanku lagi. Kalaupun cerita, pasti tak langsung pada semua, sesekali ku curhat pada Nisha tapi itu pun bisa dihitung jari, yang sering biasanya aku pamer pada Nayya apabila Radipta mengatakan kata-kata yang membuatku 'terbang' di chat. Selain itu tak ada. Jadi ku pikir wajar Puspa bertanya demikian karena sebelum seperti sekarang, aku sering sekali mengeluh lelah mengejar Radipta dan sebagainya.

Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang