Budayakan follow sebelum baca~
Happy reading! 🤍
•••
"Jan, tunggu, ya!"
"Iyaaa."
"Bu Dewi udah lewat belum?"
Aku mengintip koridor depan toilet dari balik pintu.
"Kayaknya sih, belum."
"Oke."
Sekarang pukul sepuluh lewat lima belas siang, yang artinya waktu sudah menuju pergantian jadwal mata pelajaran kedua. Tapi seperti sudah menjadi kebiasaan, guru biasanya telat datang dari sepuluh sampai lima belas menit di waktu yang terjadwal. Membuat kami terkadang berhamburan ke luar kelas untuk ke kantin atau ke toilet seperti aku dan Puspa sekarang.
Tadi pagi, Nayya mengajak Puspa untuk sarapan ayam geprek karena hanya mereka berdua yang belum sempat sarapan. Tapi kesialan sepertinya tengah memihak Puspa, dua jam kemudian, ia berkata kalau perutnya mules bukan main dan berakhir memintaku untuk menemaninya ke toilet.
Kini aku sendiri yang posisinya berada di luar bilik, hanya berkaca di kaca besar toilet untuk merapihkan rambut serta seragam, juga sesekali mengecek jam tangan untuk mengira-ngira kapan Bu Dewi akan masuk ke kelas.
Tak sampai sepuluh menit, Puspa pun akhirnya selesai.
"Asli legaaa."
Gadis itu merentangkan tangan lalu mengusap perutnya ketika keluar dari bilik. Membuatku terkekeh geli melihat tingkahnya.
Kami berjalan keluar, kemudian celingak-celinguk ke kanan kiri karena bingung ingin kembali lewat mana. Lewat depan berarti kami akan melewati lapangan, kalau lewat belakang, kami akan melewati ruang guru.
"Lewat depan aja, yuk." ajak Puspa seraya menggandeng lenganku yang sontak ku tahan.
"Jangan. Lewat belakang aja."
"Loh, kenapa? Lewat belakang banyak guru-guru."
Aku hanya diam sampai Puspa angkat bicara lagi seraya memandangku curiga.
"Ohh, karena ada Radipta di depan?"
Aku menggeleng pelan. "Gak itu aja sih, di depan banyak kelas yang olahraga. Malu lewatnya."
"Ya gak papa," Puspa menarik lenganku dengan paksa. Kali ini tak bisa ku cegah lagi karena percuma, ia setipe dengan Nayya yang tak mau mengalah. "Jangan ngehindar terus. Harus biasain diri."
Aku mendengus geli. Padahal ia adalah orang pertama yang langsung menyuruhku melupakan Radipta setelah mendengar kejadian belakang panggung lalu. Mana bisa biasa saja kalau kami selalu bertemu?!
Jarak toilet ke kelas kami sebenarnya memang lebih cepat lewat depan. Tapi akhir-akhir ini aku selalu mengajak mereka lewat belakang bila tahu kelas Radipta tengah ada jadwal olahraga.
Entah Radipta merasa kalau kami sudah jarang bertemu atau tidak. Ku pikir ia juga tak peduli.
Sudah seminggu sejak kejadian itu, seminggu juga aku berangkat sekolah tanpa semangat seperti dulu. Ternyata patah hati sebegitu berdampaknya, ya.
Bila dulu aku sampai di sekolah tiga puluh menit sebelum masuk untuk sekedar duduk di depan kelas agar berpapasan dengannya, sekarang tidak. Aku baru sampai di sekolah lima menit sebelum jam masuk, yang tentunya pada jam itu ia sudah berada di dalam kelas.
Ketika pulang sekolah pun aku langsung pulang tanpa ada acara duduk-duduk tak jelas di depan kelas. Pun ketika ada ekskul, aku langsung mengajak Kayla untuk pergi ke ruang seni setelah jajan di kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Fiksi RemajaBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...