"Kamu tadi liat dia masuk kelas gak?"
"Enggak."
"Berarti emang absen lagi."
Meski tahu hal itu, tetap saja ku amati satu persatu siswa di barisan sebelah dari depan sampai belakang.
Memang tak susah mencari Radipta di kerumunan barisan ketika upacara, tapi berhenti berharap ia ada di dalam kerumunan barisan tersebut, itu yang susah.
"Udah dikasih fotonya?"
Aku menggeleng. "Belum minta."
Foto yang dimaksud adalah foto ku pada pameran dua hari lalu yang tersimpan di ponsel Radipta.
Semenjak Alin tahu, aku belum menghubungi Radipta lagi. Aku takut Alin bilang padanya soal lukisan itu walaupun ia bilang tak akan membocorkannya pada siapa-siapa.
Apa jangan-jangan Radipta tidak menghubungi ku untuk mengirim foto karena ia sudah tau dan jadi ilfeel pada ku?
"Alin baik, kok. Walaupun aku gak deket sama dia. Tapi gak mungkin mulutnya seember itu."
Itu kata Nayya ketika aku bercerita soal kejadian lukisan kemarin.
Sepertinya aku harus berhenti berpikir kalau semua orang itu seperti Achal. Mengenal Alin selama hampir dari setahun pun memang sebenarnya sudah tampak kalau ia tak terlalu banyak ikut campur urusan orang lain sejauh ini.
"Kamu chat duluan aja. Mungkin Radipta lupa."
"Nanti, deh. Pulang sekolah." putus ku final.
Hari ini hari senin yang mana ada agenda upacara. Dan sudah sangat menjadi hal yang wajar di sekolahku bila satu jam pelajaran setelah upacara itu jamkos karena tanggung waktunya untuk menuju ke istirahat pertama.
Jadi sekarang kami semua ada di kantin, tengah menikmati cireng isi dan jus mangga seperti biasanya.
"Istirahat kedua beli apa, ya..."
"Mie tek-tek aja kayak biasa."
"Ah, bosen."
Percakapan antara Nayya dan Adhia sukses membuatku dan Nisha menggelengkan kepala. Belum belajar sudah memikirkan siang mau makan apa. Memang si dua perut karet.
"Apa ayam geprek? Tapi biasanya kalo siang udah pada abis."
"Liat ntar, deh."
Tak berselang lama, Heru dan ketiga temannya datang ke kantin. Aku menyenggol bahu Nayya yang tengah mengangkat satu kaki ke atas kursi, membuatnya gelagapan dan langsung menurunkan kakinya ke bawah.
Jaga imej di depan gebetan, toh.
"Berempat doang, tumben Radipta gak ikut?"
Aku mengangkat bahu atas pertanyaan Puspa barusan. "Absen lagi kali."
"Absen mulu tuh orang." celetuk Nayya.
"Di OSIS juga suka absen kalo rapat." Kayla yang daritadi diam akhirnya ikut angkat bicara.
Mungkin ini terdengar alay, lebay, bucin, atau apalah kalian menyebutnya. Tapi sehari tak melihat Radipta rasanya seperti ada yang kurang. Menunggunya lewat di depan kelas itu melelahkan, tapi di samping itu juga membahagiakan bila wujudnya berhasil mata ku tangkap.
Pada kenyataannya, Radipta tidak perlu banyak usaha untuk membuatku jatuh padanya.
Tidak perlu diantar pulang seperti Glara, tidak perlu diajak berbincang dan tertawa seperti Alin. Mata kami bertemu pandang saja sudah lebih dari cukup untuk ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Fiksi RemajaBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...