Budayakan follow sebelum baca~
Bacanya pelan-pelan, ya...
Happy reading! 🤍
•••
"Hari ini lo harus masuk pokoknya."
"Hmm,"
"Yang bener??"
"Iye,"
"Lah, lu dah balik dari Jakarta?"
"Dari kemarin."
"Oke mantap," terdengar suara tawa di seberang sana. "Jemput gue, ya, Ta!"
Aku mendengus. "Iya udah matiin."
"Oke, bye bye ayang,"
"Najis," umpatku sebelum mematikan sambungan telepon duluan.
Sudah pukul tiga kurang sepuluh menit, harusnya les mulai sepuluh menit lagi, tapi masih ku sempatkan untuk mengirim pesan pada Mama, menanyakan keadaan Utari seperti ia sedang apa sekarang, sudah makan atau belum, apakah ia rewel, dan sebagainya.
Intinya memastikan kalau ia baik-baik saja.
Tapi bukan Utari yang rewel, justru Heru yang terus-terusan mengirim chat untuk segera menjemputnya. Repot sekali. Percuma punya motor bagus-bagus kalau jarang di service dan ujungnya nebeng sana-sini.
Otw
Yoi brodi, tiati.
Ku masukkan ponsel ke dalam saku, memakai helm, dan langsung melajukan motor menuju rumah laki-laki itu.
•••
"Adek lo gimana? Udah baik-baik aja?"
"Hari ini operasi."
"Njrit, terus ngapa lo balik?"
"Disuruh Mama. Kalo ada gue juga maunya nempel terus, jadi lumayan rewel."
"Ooh,"
Heru berbelok menuju kelasnya setelah kami sampai di koridor. Ia melambaikan tangan dan berkata untuk menunggunya setelah pulang les yang tentunya tak begitu ku tanggapi seperti biasa.
Lagipula tak setuju pun ia akan terus memaksa dan berujung aku yang akan mengalah. Selalu seperti itu.
Kelas sudah penuh ketika ku masuk. Berbeda dengan di sekolah, ketika les justru bangku depan yang banyak menjadi rebutan. Jadi yang tersisa hanya bangku pojok belakang dekat pintu yang kalau ku duduki mungkin hanya kepala-kepala mereka yang terlihat.
Tapi ya tak apa, materi akan di share ulang di grup chat yang bisa ku catat belakangan.
Beberapa orang memusatkan pandangannya padaku, tak ku tanggapi seperti menatap mereka balik, yang ku lakukan hanya fokus memandang papan tulis dan sesekali mencatat materi di ponsel.
Ya, sempat melirik ke arah kiri juga untuk sekedar memastikan apakah orang yang ku kenal hadir disini.
Di tengah pembelajaran muncul notifikasi pesan dari Mama yang mengatakan Utari akan masuk ruang operasi lima menit lagi. Ia meminta doa padaku yang langsung ku balas kalau aku selalu mendoakannya setiap saat tanpa perlu disuruh. Di bawahnya ku kirim kata penenang kalau anak itu pasti akan sembuh dan kembali baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Fiksi RemajaBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...