Melukis hari pertama - 12 Maret 2021

10.1K 1.4K 179
                                    

Budayakan follow sebelum baca~

Happy reading!

•••

"Pegang kuasnya yang bener, jangan sampe gemeteran!"

"Preparenya ribet, ya. Mau tutor lukis atau mau ngedate, sih?"

"Astaga," aku tergelak, kemudian menoleh ke pintu kelas. Nayya dan Puspa berdiri disana seraya memandangku dengan senyuman meledek. Sudah dari lima menit lalu mereka izin ingin pulang duluan, tapi sampai sekarang masih saja betah meledekku. "Udah sana pulanggg."

"Tungguin, ah, ampe pangerannya dateng." Nayya bersiul seraya melirik ke arah kelas sebelah. Puspa yang melihat itu terbahak. "Pangeran es???"

Rasa ingin melakban mulut mereka rasanya sudah diujung tanduk. Untung saja sebagian anak kelasku sudah pulang, dan sisanya sibuk dengan urusan masing-masing. Kalau tidak, wah! Bisa-bisa ku geret Nayya dan Puspa ke parkiran sekarang juga.

"Udah, Jan. Udah rapih itu bajunya."

"Rambutnya juga udah gak lepek. Semprat-semprot terus nanti kayak baru keramas."

"Iya-iyaaaa."

Aku menutup resleting ransel kemudian berjalan menghampiri mereka.

"Mana tu cowok gak muncul-muncul."

"Duluan aja, yuk." kataku seraya menarik lengan Puspa dan Nayya untuk menuruni tangga.

"Kenapa gak bareng aja kesananya? Sebelahan ini." tanya Nayya.

"Emang aku yang mau kesana duluan. Kayaknya juga dia masih ada urusan ekskul."

Mereka berdua mengangguk serempak. Kami berhenti berjalan ketika sudah sampai di depan ruang seni.

"Semangat, Jan. Jangan tegang, santai aja." Nayya mengepalkan tangan seraya menepuk bahuku. Diikuti Puspa yang juga melakukan hal yang sama.

"Semoga sukses, deh. Siapa tau balik-balik udah denger kabar baik."

Aku mendengus geli mendengar ucapan Puspa. "Kabar baik apaan."

"Ya kan siapa tau, ya, Nay?"

"Betul!" Nayya membetulkan letak ranselnya sejenak. "Ya udah kita balik duluan, deh. Abang aku dah rewel minta beliin makanan. Hati-hati, ya, Jan!"

"Dahhh, Janaaa!"

"Kalian juga hati-hati!" seruku pada mereka berdua yang mulai melangkah jauh.

Ku toleh ke belakang. Niat hati ingin mencari Radipta diantara banyaknya kerumunan siswa-siswi yang baru keluar.

Meski ditengah kerumunan seperti ini, seramai apapun, mataku pasti akan selalu menemukan wujudnya. Tapi sayang kali ini belum ku temukan, sepertinya ia memang belum keluar.

Akhirnya ku putuskan untuk masuk ke dalam ruangan lebih dulu. Seperti biasa, ruang seni sangat sepi ketika jam pulang sekolah. Tempat ini memang hanya dipakai untuk menyimpan karya-karya siswa, meski begitu ruangan ini tetap rajin dibersihkan.

Disini juga disediakan kanvas yang belum terpakai. Tapi aku tak pernah memakai bahan-bahan melukis yang ada disini, alat-alatnya pun hanya ku pinjam bila lupa membawa, tentu dengan meminta persetujuan Bu Dewi selaku guru yang bertanggungjawab atas ruangan ini.

Ku keluarkan kanvas kecil berbentuk persegi, kuas, dan juga palet. Ku bawa dua masing-masing karena sepertinya Radipta tidak membawa apa-apa.

Aku hendak mengambil air untuk mencampur cat, tapi kalau Radipta masih lama datangnya, nanti kering duluan. Jadi ku pastikan dulu kapan ia datang dengan mengiriminya pesan.

Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang