"OSIS rapat hari ini?"
"Enggak, kok. Aku bisa ikut ekskul hari ini."
"Bagus." Aku tersenyum senang. Akhir-akhir ini Kayla sangat sibuk dengan kegiatannya sebagai anggota OSIS. Membuatku yang belum punya teman lain di seni tari lumayan bosan.
"Ngomong-ngomong,"
Kayla menyampirkan tas di bahu seraya berjalan di sampingku. Kami keluar dari kantin dengan menggenggam plastik berisi cireng isi seperti biasanya.
"Kamu tau, 'kan? Waktu itu Bu Heni ngumumin ke semua anak kelas sepuluh kalau mereka kekurangan anggota laki-laki di OSIS. Tebak siapa yang daftar?"
Tanpa memutar otak pun aku tahu itu siapa. "Radipta?"
Kayla mengangguk. "Keren langsung bisa nebak."
Aku tertawa sumbang. "Kamu gak bakal ngomongin orang kalo orang itu gak ada hubungannya sama aku. Jadi siapa lagi kalau bukan dia."
"Bener, sih. Tapi aku iri sama Radipta. Dia bisa langsung masuk tanpa di tes. Sedangkan aku harus berusaha mati-matian."
Aku ingat sekali dua minggu yang lalu, Kayla datang kerumahku seraya menangis setelah selesai wawancara calon anggota OSIS. Ia takut tak diterima karena ia merasa jawabannya ketika wawancara tak memuaskan. Aku mencoba menenangkan dengan kata-kata meyakinkan kalau ia akan diterima. Dan benar saja, bahkan Kayla orang pertama yang diumumkan lolos menjadi anggota OSIS.
Melihat perjuangannya membuatku paham mengapa ia iri dengan Radipta.
"Tapi aneh. Aku kira Radipta gak suka ikut organisasi intens semacam OSIS. Kenapa dia tiba-tiba daftar?"
Ini pertanyaan yang sedari tadi bergelung di kepalaku. Melihat dari sifatnya, sosok Radipta sama sekali bukan seperti orang yang tertarik dengan organisasi itu.
"Radipta waktu SMP juga ikut OSIS, kok."
"Oh, ya?"
Kayla mengangguk. "Waktu SMP dia lumayan aktif, gak se-pendiem sekarang. Gak tau kenapa sekarang dia jadi begitu. Di OSIS pun dia gak aktif ngasih pendapat kalau gak ditanya. Tapi mau gak mau pembina tetep pertahanin dia, karena kita takut kekurangan tenaga kalau ada event."
Aku menanggapi dengan anggukan mengerti.
Tak lama, kami sampai di depan ruang seni. Seperti biasa, aku dan Kayla selalu menjadi orang pertama yang datang. Kami pun duduk dan bercengkrama seraya menghabiskan cireng isi selama menunggu ekskul di mulai.
Sampai ketika lima menit sebelum ekskul di mulai, Glara datang, menyapa Kayla, dan duduk di sisi kirinya.
Memang sejak hari senin kemarin, Glara resmi mengikuti ekskul seni tari-menjadi murid baru.
"Kenapa tiba-tiba daftar sentar, Ra? Bukannya ekskul kamu udah banyak?"
"Aku keluar dari PMR. Ikut seni tari karena harinya barengan sama ekskul basket."
"Kamu ikut basket juga?"
"Radipta yang ekskul basket."
Itu percakapan Kayla dan Glara senin lalu dan sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa Glara ikut seni tari hanya karena ingin pulang bersama Radipta.
Aku dan Glara pun tak terlalu dekat, kami hanya bicara seperlunya sesekali.
Contohnya seperti sekarang ketika jam break, Kayla tengah pergi keluar ruang seni untuk menerima telepon, sedangkan aku dan Glara hanya diam memerhatikan anak-anak yang lain bercengkrama.
Aku melirik Glara dari ujung mata, ia tampak nyaman-nyaman saja di keadaan canggung ini-atau hanya aku yang merasa canggung?
"Kamu satu kelas sama Kayla, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Cerita Untuk Kamu (Terbit)
Fiksi RemajaBercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawanya bertemu Radipta Abra Supala, laki-laki mati rasa yang penuh tanda tanya. "Kita diciptakan hanya un...