2 • CANDY

187 12 0
                                    

Hai hai
Apa kabar?

Vote&komen, yaa 🔥

2 • CANDY

Pertemuan itu adalah takdir. Bukan pilihan.

•••

"Kalau jalan, matanya buat ngeliat, dong." Faneira Candy Tarisa. Gadis yang memiliki rambut sedikit bergelombang itu, kini terlihat benar-benar merasa ditimpa kesialan setiap hari. Ia berfikir, kedatangannya di SMA Bintaria akan membuat dirinya sedikit merasakan kesenangan. Tetapi dugaannya salah besar.

Padahal, bayangannya mengenai kepindahannya di sekolah ini merupakan salah satu hal yang selalu ia nantikan. Tetapi, rupanya nasib sial menghampiri Candy di hari pertama ia menginjakkan kaki di sini.

Pandangan yang Deva fokuskan pertama kali pada gadis itu, adalah bagian matanya. Ia menatap kedua manik tersebut secara intens.

"Sorry." Deva terus memandangi gadis yang saat ini sedang fokus mengambil buku-buku yang jatuh berserakan karena tertubruk oleh dirinya.

Merasa bersalah, Deva ikut berjongkok dan membantu gadis tersebut merapikan buku-bukunya.

Mendengar jawaban yang terlontar dari mulut lawan bicara, Candy segera bangkit-melempar cup gelas yang masih berisi kopi-membuang cup tersebut dengan kasar, ke dalam tempat sampah yang berada di sampingnya. Tentunya hal itu mengundang keterkejutan keempat pemuda yang berada di belakang Deva. "Makannya lain kali kalau jalan yang bener, dong. Kalau kaya gini, siapa yang dirugikan?" ucapnya dengan nada sedikit ketus. Dan pastinya sangat terdengar tidak mengenakan dalam indera pendengaran Deva.

Tentunya Deva tercengang tatkala mendengar kalimat yang mungkin bisa dibilang kasar untuk dirinya. "Gue, kan, udah minta maaf? Apa lagi yang lo mau?" Ditatapnya wajah gadis itu, membuat Deva mengeratkan genggaman pada tangannya. Deva kurang suka dengan nada bicara yang gadis ini lontarkan.

"Maaf?" Deva kembali mencoba meminta maaf pada gadis ini. Bahkan sekarang dirinya juga mengulurkan tangan. Deva masih berusaha menghargai wanita. Walaupun kini, hatinya tidak terima jika dirinya seperti sedang mengemis maaf.

Karena Deva tidak suka hal itu.

Deva tipikal orang, jika dirinya sudah mencoba satu kali, dan hal itu tidak dihargai. Maka jangan harap ia bisa melakukan yang kedua kalinya.

Tak lain halnya dengan empat remaja yang berdiri lumayan jauh dari belakang Deva dengan menunjukkan tatapan aneh mereka. Di sisi lain, mereka juga berjaga-jaga, jika sang ketua kebablasan. Urat-urat tangan Deva yang terlihat sangat jelas di sana, membuat mereka berempat mendekati Deva.

"Jangan biarin dia kebablasan, Le!" Zavi memberi peringatan pada Ale, agar lelaki itu ikut waspada. Pandangan mereka tak teralihkan dari Deva.

"Gue malah takut, ya." Ale melirik sekilas ke arah sahabatnya. Lain halnya dengan Denta dan Iza. Kedua lelaki itu justru terlihat santai.

"Cantik juga. Boleh, lah, nambah cadangan," celetuk Iza tiba-tiba. Lelaki itu melipat kedua tangannya. Tatapan yang ia tujukan pada seorang gadis yang sejak tadi berdiri di hadapan Deva.

PLAK

"Anjing!" umpat Iza kesakitan. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Denta? Kedua lelaki ini bisa diibaratkan seperti tikus dan kucing. Ada saja hal-hal konyol yang mereka lakukan ketika situasi sedang tidak mendukung. Kedua lelaki ini memang tidak pernah serius dalam segala hal. Semua yang menjadi sebuah perbincangan, mereka selalu ada cara untuk membuat bahan lawakan.

DEVAELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang