JINGGA KARUNA

61 5 1
                                    

Selamat hari Rabu, buat kamu yang gak peka mulu...

Happy reading, jangan lupa vote & komennya

🦋 ❤️ 🦋 ❤️

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

*****

Hembusan angin yang sedikit kencang membuat seorang remaja berambut ikal mengeratkan mantel yang ia kenakan. Sesekali juga Jingga membetulkan letak masker yang bertengger menutupi wajah manisnya.

Ketika kedua kakinya menginjak lobi rumah sakit, ia langsung disuguhi dengan pemandangan lalu-lalang keluarga pasien dan para pegawai. Dengan langkah pasti, remaja itu menuju ke arah sebuah ruangan yang sudah beberapa kali ia kunjungi.

Sambil berjalan menyusuri koridor, Jingga juga menyempatkan diri untuk menyapa perawat yang berpapasan dengannya. Ada beberapa dari pegawai yang ia kenal, mungkin karena remaja itu sudah lumayan sering berkunjung, mereka jadi mengingat wajah dan namanya dengan mudah.

"Loh? Kamu sendirian?"

Langkah Jingga terhenti ketika remaja itu mendengar suara seorang wanita di dekatnya. Ia menoleh dan tersenyum lebar saat melihat siapa yang baru saja menyapanya.

"Iya, Dokter. Sekalian dari kerja kelompok," Jingga masih mempertahankan senyum manisnya.

"Ohh... ya udah kalau gitu. Saya permisi dulu ya..."

Jingga tersenyum ke arah dokter senior itu, kemudian setelah sosok tersebut menjauh, ia kembali melanjutkan langkahnya. Tidak memerlukan waktu lama, remaja itu sudah sampai di sebuah ruangan yang sudah sangat ia hapal.

Setelah mengetuk pintu beberapa kali, remaja itu mulai masuk ke dalam ruangan yang bertuliskan nama seorang dokter yang sudah merawatnya belakangan ini. Pria itu adalah Haikal, salah satu spesialis onkologi yang bekerja di rumah sakit Wangsa Husada.

"Loh, katanya mau ngajak orangtua kamu?" tanya Haikal yang baru saja menyelesaikan pemeriksaan berkas-berkas pasien di atas mejanya.

"Aa... bunda masih di jalan. Sebentar lagi mungkin sa—"

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian keduanya, sementara itu Haikal membiarkan seseorang membuka pintu bercat putih tersebut dengan sangat pelan. Di sana sudah ada Sania yang kini melangkah lebih dalam secara perlahan. Wanita itu terlihat ragu, sedikit takut jika sudah salah memasuki ruangan. Tapi ketika melihat sosok yang ia kenal juga berada di sana, Sania jadi yakin jika memang ini lah tempatnya.

"Jingga, kamu ke dokter onkologi? Buat apa?" gumam Sania yang kini menatap putra sambungnya dengan raut khawatir sekaligus penasaran.

"Ibunya Jingga ya?" tanya Haikal dengan ramah. Sementara itu Sania hanya mengangguk pelan. Masih terlihat bingung mengapa anak sambungnya tiba-tiba mendatangi spesialis onkologi.

"Silakan duduk, saya akan menjelaskan beberapa hal yang perlu diketahui."

Dengan sedikit ragu, Sania menghampiri salah satu kursi yang terletak di sebelah Jingga kemudian duduk dan menunggu Haikal mengambil beberapa berkas. Ia ingin menanyakan sesuatu pada putranya tapi lidahnya terasa kelu.

GIRL BOSS, SHY-ON BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang