20 : Bad Luck

79 8 8
                                    

• • •

Vitamin C adalah hal yang selalu Hazel beli ketika makan di kantin sekolah. Tidak, dia tidak membeli itu untuk dirinya melainkan untuk Anya.

Sebelum menyodorkan botol tersebut kepada sang adik, Hazel lebih dulu membuka segel dan tutupnya. Insiden beberapa bulan lalu menyita atensi, cowok itu tidak ingin hal tersebut terulang kembali.

"Nih, udah gue bukain." Hazel meletakkan suplemen vitamin C tersebut di samping mangkuk bubur Anya.

"Terima kasih, Hazel." Anya mengangguk pelan, menyuapkan bubur ayam favoritnya ke mulut.

Hazel melihat sekeliling, lebih sering pada pintu masuk kantin. Harap harap cemas Tesa menyempatkan diri untuk datang makan siang di tempat itu, sebab kekasihnya itu tengah sibuk mengurus kegiatan besar yang akan dilaksanakan minggu depan.

"Kenapa?" Tanya Anya yang menyadari raut tidak tenang cowok itu.

"Nungguin Tesa, ya?" Anya menerka kemudian.

"Yoi," sahut Hazel. "Tapi, kayaknya dia nggak sempat kesini. Tadi gue chat, katanya lagi ngurus proposal sama Taksa di ruang kepsek."

Terdiam kemudian Anya. Seingatnya, Proposal kegiatan itu sudah di ACC Kepsek sejak beberapa hari lalu. Seingat Anya juga, tadi Tesa pamit pergi sehabis kelas ke ruang guru untuk menemui wali kelas mereka pasal pembayaran SPP.

Sekarang gantian, Anya yang memasang wajah tidak tenang. Untuk kesekian kalinya dia mendapati Tesa berbohong. Entah siapa yang Tesa bohongi, Anya atau Hazel.

"Tapi, tadi gue denger dia bilang ke lo mau urus spp sama wali kelas." Hazel bersuara beberapa saat kemudian, membuat Anya semakin terdiam.

"Dan dua hari lalu dia bilang proposalnya udah di ACC kepsek," tambah Hazel. "Apa dia salah ngomong?"

Anya menelan buburnya dengan susah payah. Terbersit kecewa dalam nada bicara Hazel, perasaan Anya menjadi tidak enak. Apalagi raut cowok itu yang mendadak sedih.

Tidak ingin salah bicara dan malah memperkeruh keadaan, Anya memutuskan untuk menutup suara dan melanjutkan makannya dalam diam. Seketika kepalanya dipenuhi banyak pertanyaan tentang Tesa.

"Gue boleh gabung, nggak?"

Sebias suara mengalihkan atensi Anya dan Hazel dari lamunan masing-masing. Terlihat Kai datang dengan sebuah nampan di tangan, melempar tatap penuh harap.

"Boleh dong." Anya menepuk bangku kosong di sisi kirinya. "Sini, Kak."

Kai tidak langsung duduk, dia malah melirik Hazel seolah meminta persetujuan. Semenjak kejadian di makam tempo hari, mereka berdua menjadi agak canggung.

"Gabung aja, Kak." Hazel berujar santai.

Duduklah Kai di sana, meletakkan nampan berisi nasi goreng dan es teh miliknya di atas meja. Sementara itu, Anya tidak bisa menahan diri untuk bertanya banyak hal kepada Kakak kandungnya ini.

Terutama perkara Dirga.

"Kak, Dirga kemana?" Tanya Anya. "Kok belakangan nggak pernah keliatan?"

Kai menyuapkan sendok pertamanya, diam-diam melirik sekitar. Dia hanya ingin memastikan tidak ada orang yang akan mendengarkan percakapan ini nantinya.

THE TRUTH UNTOLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang