OST. Part 3
Alec Benjamin - Let Me Down Slowly
. . . .
Decitan AC tua di sudut dinding berhasil menyita hening ruangan ini. Beberapa manusia terlihat sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing, bungkam enggan bersuara.
Bunyi mesin printer yang tengah bekerja turut mengambil andil, meramaikan sunyi sekretariat siang itu. Tidak ada yang berniat memulai cakap, sebagian enggan dan sisanya sungkan.
Sebut saja tanah makam Deeva masih basah, begitupun seisi sekolah yang kerap dirundung duka. Naas peristiwa itu, memunculkan banyak takut dan tanda tanya.
Taksa banyak diam seminggu terakhir. Senyum ramah dan sikap hangatnya tak lagi sebersinar dahulu. Semua yang melihatnya menyadari hal itu.
Sekretaris mereka juga masih belum menampakkan diri. Selain Taksa, Anya adalah salah satu happy virus yang mampu membawa suasana gembira di Sekretariat itu.
"Ini surat undangan buat kepsek dan para guru, lo tanda tangan dulu," ujar Tesa memberi beberapa lembar kertas di atas meja di hadapan Taksa.
Cowok itu beranjak dari lamunan, beralih mencari pulpen untuk menandatangani surat yang diberikan Tesa barusan. Netranya sibuk mencari, tiba-tiba Tesa meletakkan sebuah pulpen di atas tumpukan kertas tadi.
"Thanks," ucap Taksa kepada Cewek itu. "Ini doang?" Tanyanya kemudian.
Tesa melirik mesin printer yang masih berbunyi di seberang sana, kemudian menatap Taksa sekilas. "Masih ada beberapa, bentar lagi kelar. Lo tanda tangan yang itu aja dulu."
"Oh, okey." Taksa mengangguk pelan.
Suasana kembali hening. Tesa sibuk mencetak surat-surat undangan untuk acara mereka. Tidak terasa sisa 2 minggu lagi acara besar itu berlangsung. Mereka harap semuanya bisa berjalan dengan lancar ditengah keadaan yang sedikit kacau ini.
Beberapa saat kemudian, bel masuk berbunyi. Satu persatu dari penghuni ruangan ini kembali ke kelas masing-masing. Kecuali Taksa dan Tesa yang masih bergelut dengan persuratan tadi.
Tesa berjalan menghampiri meja rapat beserta beberapa lembar kertas di tangan, kemudian duduk di sebelah Taksa sembari meletakkan bawaannya di atas meja. Seolah mengerti, tanpa diminta Taksa langsung menandatangani surat-surat itu tanpa suara.
"I know u're not okey rn," kata Tesa sambil menyentuh pundak Taksa pelan.
"Yes, but..." Taksa menoleh pelan, mengambil tangan Tesa dari pundaknya. "I'm feel better cause you here."
Taksa kemudian mengusap punggung tangan Tesa menggunakan ibu jarinya. "Thank you," tambahnya.
"Anytime." Tesa mengangguk, perlahan meraih punggung Taksa dan memeluknya.
Taksa terdiam. Kaget bercampur bingung. Akhir-akhir ini sikap Tesa yang dulu jutek dan sinis perlahan menjadi hangat dan manis kepadanya. Tesa selalu stay disekretariat sampai Taksa juga kembali ke kelas atau pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH UNTOLD
Fiksi RemajaTentang kebenaran, janji, rasa, rahasia dan nyawa yang melolong pilu di bawah langit Bern. ©imurbaeeeee, 2020