˙˙˙
Gemericik air yang berasal dari satu bilik kaca berangsur senyap. Seseorang dengan kimono mandi berwarna merah mudah nampak keluar dari sana. Kulit mulusnya terlihat bersinar diterpa remang lampu kamar mandi.
Menghampiri sebuah kaca berbentuk lingkaran di depan wastafel, dia mengumpulkan helai demi helai rambut panjang hitamnya sembari menatap pantulan diri di cermin. Kemudian membungkus dan melilitkan handuk untuk mengeringkan rambut.
Aroma kopi dan jasmine terasa menyeruak. Kedua bau itu adalah hak paten di tempat ini. Pemiliknya adalah penyuka aroma melati dan segala hal yang berhubungan dengan kopi. Tidak heran jika sabun hingga pencuci rambut terdiri dari kedua jenis tumbuhan tersebut.
"Dia udah bangun belum ya?"
Cewek itu bergumam di sela langkahnya menjauh meninggalkan kamar mandi. Melewati pintu yang membawanya kembali ke ruangan tempat peristirahatan, segala hal dengan tone begie menyapu pandangan.
Kamar mandi yang terletak di dalam kamar membuatnya dapat bergerak lebih cepat dan mencegah keterlambatan di pagi hari seperti ini. Setelah mandi, dia bisa langsung mengganti pakaian dengan mudah tanpa menelusuri tempat lain lagi.
Ruangan ini cukup luas, ada dua tempat tidur berukuran kecil yang ditempati dua orang pula. Satu diantaranya sudah kosong, satu lagi selimutnya terlihat bergembung pertanda penghuninya masih setia berdiam di dalam sana.
"Kan, belum." Cewek itu mengerucutkan bibirnya kesal melihat pemandangan tersebut.
Dia memutuskan untuk mengenakan pakaian terlebih dahulu, setelah itu baru membangunkan manusia yang masih betah bersembunyi di bawah selimut itu. Entah kenapa tabiat bangun terlambat tidak bisa hilang darinya, apa-apa serba malas-malasan.
Setelah mengganti kimono mandi dengan pakaian dalam, black tank top dan white short pants, dia berjalan menghampiri ranjang di dekat jendela. Menyibak selimut, terpampanglah bare face seorang cowok yang masih memejam. Terdapat guling di pelukan dengan rambut acak-acakan.
Cewek itu mengguncang bahunya. Meski seringkali tidur hingga lupa waktu, dia tipikal orang yang gampang dibangunkan. Hanya saja setelah itu dia masih memilih bermanja-manja ria di atas kasur, kumpul nyawa katanya.
"Hazel bangun ih, udah pagi."
Perlahan kelopak cowok tersebut tersingkap naik. "Jam berapa?" Tanyanya dengan suara serak.
Yang ditanya segera melirik ke arah dinding di antara kedua tempat tidur. "Setengah tujuh." Lalu menjawab.
"Yaelah Anya, masih setengah tujuh. Sepuluh menit lagi dah." Yang bernama Hazel tersebut kembali menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya, mengirim sinyal bahwa dia enggan diganggu.
Anya berdecak sebal, selalu saja seperti itu jika dibangunkan. Yang namanya Adelard Hazel Kalandra mana sedetik saja tidak membuat orang naik darah. Akhirnya Anya membiarkan Hazel tetap seperti itu, meninggalkannya untuk bersiap-siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH UNTOLD
Teen FictionTentang kebenaran, janji, rasa, rahasia dan nyawa yang melolong pilu di bawah langit Bern. ©imurbaeeeee, 2020