15 : PTSD

188 13 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

. . . .

Pagi ini Anya harus ke sekretariat OSIS, ada sebuah berkas lama yang dibutuhkan untuk event minggu depan. Sialnya Anya sudah menyimpan berkas tersebut di atas lemari bersama kertas-kertas lama yang tidak terpakai, tidak ada bentuk filenya pula.

Anya mengambil tangga dan meletakkannya di depan lemari. Karena tangga tersebut hanya ada satu sisi, Anya harus menyandarkannya pada pintu lemari yang tepat berada di belakang pintu.

Sebelum naik, Anya menutup pintu terlebih dahulu agar mudah untuk memanjat. Sekretariat sedang kosong sekarang, andai saja ada Taksa atau yang lain Anya akan meminta bantuan kepada mereka.

Sesampainya pada anak tangga paling atas, netra Anya mulai menyapu atap lemari. Beberapa kardus diselimuti debu tipis, fokus Anya langsung tertuju pada sebuah kardus berisi banyak kertas dengan tulisan bertinta hitam.

"Kayaknya di kotak ini, deh." Anya menggumam sembari mengobrak-abrik isi kotak tersebut.

Beberapa saat kemudian, Anya tersenyum senang dan lega. Berkas yang dicarinya sudah ketemu, tidak cukup jauh terletak dari tumpukan kertas paling atas.

Anya mengambil map berisikan berkas itu dan segera turun dari tangga. Sebenarnya Anya tidak terbiasa melakukan hal ini, juga sedikit takut dan khawatir sebab lemari dan tangga ini cukup tinggi.

Baru menuruni dua anak tangga, tiba-tiba pintu utama terbuka lebar dan bertubrukan cukup keras dengan tangga serta sebagian tubuh Anya di belakang pintu. Anya seketika kehilangan keseimbangan dan oleng.

"HEH?!" Pekiknya terkejut.

Gravitasi menarik Anya ke belakang, membuatnya nyaris jatuh dan menghantam lantai marmer yang dingin. Suara Anya tertahan di tenggorokan, dia memejamkan mata sekaligus pasrah kalau-kalau rasa sakit menerjangnya beberapa saat kemudian.

Akan tetapi, rasa sakit itu tak kunjung terasa. Anya membuka matanya perlahan dan menemukan seseorang menangkap tubuh mungilnya. Rasa takut dan risau seketika berdatangan tepat kala netra Anya bertubrukan dengan sepasang iris kelabu yang menyorotnya tajam.

Mata sipit, lekuk wajah tegas dan pipi berisi yang sedikit menirus. Sorot tajam itu kemudian berganti sendu dan sayu seperti biasa, kulit semulus porselen nampak senada dengan raut datar dan dinginnya.

"Dirga," ucap Anya pelan.

Kepala Anya kemudian berdenyut hebat, kedua matanya refleks memejam dan meringis keras. Ringisan itu berangsur menjadi isak dan tangis memilukan.

Kedua tangan Anya tergerak melingkari leher Dirga, memeluk dengan erat dan membenamkan wajahnya pada dada cowok dingin itu. Anya menangis, tersedu dan terpukul dalam satu waktu tanpa sebab yang jelas.

THE TRUTH UNTOLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang