Malam itu, kami baru saja pulang. Selesai jalan-jalan dengan Anggara. Kami duduk di ruang tamu. Tidak lama kemudian, aku mendengar suara klakson mobil, Papa ku pulang kerja dan tidak langsung masuk, duduk dulu di depan teras sambil merokok.
Aku masih ingat bagaimana wajah Anggara yang pucat karena takut bertemu papa saat itu HAHA!
"Ca, buatkan kopi Papa." jerit Papa dari teras depan.
"Iya Pa, bentar."
"Bentar ya, aku buat kopi Papa dulu." ucapku pada Anggara.
Saat aku ingin mengantarkan kopi kepada Papa, Papa bertanya, "Ada tamu? siapa?"
"Teman Pa."
"Yakin kamu? Suruh duduk sama Papa sini."
"Bentar Pa."
Aku masuk dan bilang ke Anggara kalau Papa mau ngomong. Anggara ketakutan.
"Anggara harus gimana?"
"Ya udah, ngobrol aja dulu. Nggak apa-apa. Papa nggak makan orang kok." jawabku sambil menahan tawa.
Anggara pun keluar setelah ku paksa, bertemu dengan Papa dan langsung pamit pulang. Aku nggak tau kenapa dia setakut itu. Belum sempat duduk dan ngobrol, sudah pamit saja. HAHA.
Anggara langsung meraih tangan Papa untuk bersalaman, "Anggara, Om."
"Oh iya, teman Caca?"
"Iya Om, Anggara sekalian pamit pulang ya Om, udah malam juga."
"Oh ya sudah. Hati-hati."
"Anggara balik, ya."
"Iya, hati-hati."
Setelah Anggara pamit, aku duduk dengan Papa dan ngobrol sampai ngantuk.
"Itu tadi pacar kamu?"
"Sebenarnya iya Pa. Kalau Caca bilang dia pacar Caca, Papa pasti langsung ngasih banyak pertanyaan ke dia kayak interview kerjaan. Males Caca."
"Sayang, Papa kan mau yang terbaik buat kamu. Lagian kamu sudah mau tamat tahun depan, kamu harus memikirkan mau kemana selanjutnya. Bukan malah pacaran."
"Kamu lihat dia tadi, masa langsung pulang, bukannya ngobrol dulu sama Papa. Yang begitu mau kamu jadikan pasangan?"
Malam itu aku sempat berdebat dengan Papa. Karena Papa adalah orang yang sangat keras kepala. Dia tidak setuju kalau aku dengan Anggara.
"Kamu kan tau, Papa suka kalau ada teman ngobrol. Apa dia bisa temani Papa ngobrol sering-sering nantinya?"
"Sudahlah, nggak perlu pacaran dulu, fokus sekolah."
"Pa, Caca ini udah besar. Caca tau mana yang baik buat Caca. Papa juga pernah muda, kan?"
"Ca, jaman kita berbeda, jaman Papa dulu, nggak ada laki-laki kayak dia, siapa itu tadi namanya?"
"Anggara."
"Nah Anggara. Jaman Papa dulu semua laki-laki berani. Bahkan Papa dulu gimana sama Kakekmu? Kamu tau kan sekeras apa Kakek?"
...
"Iya deh, Pa. Nanti Caca bilangin sama Anggara."
Dan sekarang, keinginan Papa untuk mendapatkan menantu yang selalu bisa menemaninya berbincang sampai pagi terkabul. Sekarang aku memiliki dua lelaki yang suka ngobrol tanpa henti sambil minum kopi sampai 4 ceret banyaknya.
Dan satu lagi, bagian ini, Anggara tidak pernah tau kalau aku sempat berdebat dengan Papa. Dia hanya tau bahwa Papa menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH UNTUK ANGGARA (TAMAT)
Short StoryIni cerita tentang Caca yang ingin mengingat kembali kisah asmaranya dengan Anggara yang sudah lama sekali. Karena bagi Caca, segala kenangan harus di abadikan dengan sebaik mungkin, untuk di ingat sebagai pelajaran.