3

4 0 0
                                    

Baru seminggu, tapi Dewa sudah bisa membalut luka ku.

Mungkin jika lebih lama dengan nya, aku bisa kembali membaik dan bahagia seperti sebelum mengenal lelaki itu.

Dalam kehidupan ini, kamu hanya butuh rasa bersyukur, mencintai dan di cintai, juga kesetiaan.

Selebihnya, jika kamu mendapat lebih, berarti itu bonus.

Dan juga, jangan sesali apa pun yang terjadi dalam hidupmu. Karena ketika kamu menyesal, kamu akan ikut tenggelam di dalamnya. Lalu tidak akan bisa keluar dan menemukan hal yang mencipta bahagia baru mu.

"Kamu lagi apa?"

"Nggak, gambar doang."

"Gambar apa? Boleh aku liat?"

Saat itu, aku coba menggambar kupu-kupu yang sedang menghinggapi bunga layu. Lalu Dewa bertanya,

"Kenapa bunga nya layu?"

"Kupu-kupu ini ibarat kamu, dan bunga layu ini ibarat aku."

"Kamu masih mau datangi aku yang udah nggak tau se layu apa. Kamu mau berusaha buat aku bisa mekar kembali padahal mungkin nggak akan bisa lagi."

...

"Makasih ya, Wa. Karena kamu, aku bisa nerima semuanya."

Dewa tersenyum, "Iya sayang, apapun itu, aku bakal ada buat kamu mulai sekarang. Kita bisa hadapi sama-sama ya."

Hei! Inget ya, kebahagiaan dan rasa sakit seseorang punya level berbeda. Mungkin menurutmu aku terlalu berlebihan hanya karena putus dengan Anggara, tanpa tahu bahwa dia lelaki pertama yang membuatku merasa cukup untuk di cintai. Tentunya setelah kasih sayang dari Papa ku.

"Nanti balik bareng, ya."

Bel pulang sekolah berbunyi, aku dan Dewa keluar kelas lalu berjalan beriringan menuju parkiran motor.

"Ca, nggak perlu terlalu di fikirin, kamu pasti bahagia walaupun nggak sama dia. Aku siap untuk buat kamu bahagia, jangan khawatir."

Aku berhenti melangkah kan kaki ku dan menatap Dewa dengan dalam. Apa yang barusan keluar dari mulutnya? Apa benar? Apa bisa di percaya? Apa bisa di buktikan? Karena Anggara juga suka berkata seperti itu. Namun akhirnya tetap meninggalkan ku.

Aku hanya tersenyum dengan sedikit memaksa. Sampai di rumah, aku menjatuhkan badan ku ke tempat tidur. Memejamkan mata ku dan menghela nafas panjang.

'Aku bisa'

Tok tok..

"Ibu boleh masuk?"

"Masuk, Bu."

"Ca, yang tadi nganter kamu siapa? Kok bukan Anggara?"

"Anggara udah lama pergi bu, jadi jangan tanya tentang dia lagi ya. Dan yang tadi itu namanya Dewa."

"Kenapa? Kok nggak ada cerita ke Ibu? Kamu berantem sama Anggara?"

"Udah lah, Bu. Jangan di bahas, Caca males. Anggara dan Caca udah selesai. Jadi Ibu jangan tanya Anggara lagi ke Caca ya. Caca mohon."

"Iya deh, semoga Dewa bisa buat kamu lebih bahagia ya sayang."

"Yuk, makan dulu, udah Ibu siapin."

**

Aku sering bertengkar dengan diri ku sendiri. Melawan rasa sayang ku kepada Anggara. Aku harus merasa cukup dengan Dewa saja. Tapi aku juga tidak bisa memaksa.

Perasaan ku juga butuh di hargai. Butuh di mengerti. Semakin aku memaksa kan, rasanya semakin berat merelakan Anggara pergi.

Bisa tidak buat aku amnesia? Terkhusus untuk kenangan ku bersamanya saja.

KISAH UNTUK ANGGARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang