6

3 0 0
                                    

Tahu apa yang terjadi selanjutnya? Baru seminggu kembali bersama. Baru saja luka ku di sembuhkan oleh Dewa. Baru saja aku merasa mendapat kembali apa yang aku mau. Dan baru saja aku ingin merajut kembali bahagia ku yang sempat di rusak olehnya.

Namun nyatanya?

Setiap manusia akan bertumbuh, aku ingin bertumbuh menjadi aku yang baru.

"Hari ini Anggara ada buka bersama bareng temen."

"Oh ya udah, entar baliknya hati-hati ya."

"Iya, Ca."

Sore itu, aku sedang duduk di meja belajar ku sambil mendengarkan musik, tenang sekali rasanya, sambil menunggu Anggara pulang, sampai akhirnya aku terdiam, ada pesan masuk dari Giska, temanku.

"Ca, kamu masih sama Anggara?"

"Kenapa Gis? Masih kok, ya walaupun putus nyambung terus."

"Sebenarnya tadi aku ngelihat dia lagi boncengin Ratna."

"Hah? Ratna kelas sebelah?"

"Iya, yang anaknya sok kecantikan itu tiap lewat depan cowok-cowok."

"I know. Nanti aku tanya Anggara deh."

"Btw, thanks infonya Gis."

"Iya, sorry ya Ca, aku fikir info ini harus sampe ke kamu."

"Iya nggak apa-apa Gis. Aku malah berterima kasih karena kamu udah bilang. Nggak usah ngerasa bersalah gitu."

Anggara tidak pernah berubah ya. Sekali berkhianat akan terus seperti itu. Selalu saja menjadi yang paling menyakitkan sekarang.

Waktu itu, aku berfikir kalau semua ingin ku akhiri tanpa ku mulai kembali. Lelah sekali rasanya.

"Anggara udah sampai rumah."

"Oh, bagus deh."

"Kamu kenapa, Ca?"

"Nggak apa-apa."

"Kenapa? Cerita, apa Anggara ada salah?"

"Sekarang ada kerjaan sampingan jadi tukang ojek?"

"Maksud kamu?"

"Mikir aja sendiri."

...

"Gara-gara nganterin Ratna, ya?"

"Nggak tau."

"Jangan gitu dong, tadi dia sekalian pulang, minta anterin."

"Jadi kamu mau aja? Bagus kalau gitu."

"Ya Anggara mau gimana, dia maksa."

"Nggak sekalian aja pacaran sama dia!"

"Kamu kok gitu, kan Anggara cuma mau nganterin aja."

"Jadi tadi kamu bukber juga bareng dia? Hebat kamu ya."

"Iya tadi dia ada juga, tapi Anggara bareng temen-temen, cowok semua, Ca."

"Aku mau tidur."

"Jangan gini, Ca. Anggara minta maaf."

...

"Ca?"

...

Malam itu aku hanya bisa menangis dan mengabaikan pesan dari Anggara.

Keesokan nya, Anggara mengirimi aku pesan kembali,

"Anggara ke rumah ya."

Aku tidak membalas pesan nya. Aku juga tidak ingin bertemu dengannya. Tidak untuk hari ini.

"Anggara udah di depan."

Mau tidak mau aku harus keluar menemuinya, kan? Menyebalkan!

Aku membuka pintu dan langsung duduk. Anggara sudah duduk duluan.

"Nih, biar nggak marah lagi."

Tau kan, dia bawa apa? Ya, Es krim dan Cokelat untuk membujuk ku agar tidak marah lagi.

Mau tidak mau, aku menerimanya.

Setelah berdebat hampir setengah jam soal Ratna, kami pun baikan. Dan aku lupa dengan niatku untuk mengakhiri semua.

Teruntuk Caca di tahun 2024 ini. Delapan tahun lalu, kamu adalah Perempuan yang sangat-sangat baik hati karena masih mau menerima lelaki seperti Anggara, yang sudah jelas-jelas menyakiti kamu seperti pembunuhan berencana.

Banyak sekali alasan untuk meninggalkan nya. Tapi aku masih tetap bertahan dengan hubungan yang mungkin tidak lagi ada bahagia yang tulus di dalamnya. Bertahan hanya karena menyayangkan hubungan yang sudah berjalan hampir 6 tahun lamanya. Hanya itu. Padahal jika di fikir, mungkin yang di tuju juga sudah berbeda. Bukan lagi untuk bahagia bersama, bukan lagi untuk berbagi cerita. Melainkan saling melukai dan menyakiti.

Saling menyakiti, dan bertahan untuk berpura-pura bahagia menjaga hubungan 6 tahun yang isinya sebagian besar adalah luka.

KISAH UNTUK ANGGARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang