Jeevans POV
"Gue laper." Sudah kesekian kalinya Jivaa mengatakan dua kata itu sejak datang ke kamar asrama Rendra. Membuat Jeevans dan kedua teman lainnya terganggu dengan rengekan Jivaa. Seharusnya temannya yang memiliki pipi tembam itu membawa makanannya sendiri daripada merengek tanpa henti karena Rendra belum memberinya makanan. Hanya permen jelly dan segelas soda untuk tiap orang.
"Gue pesen makanan deh, lo berisik banget anjir!" Elang pun akhirnya bersuara. Jeevans hanya mengintip Elang dari balik novel tebal yang sedang ia baca. Rendra yang mendengar ucapan Elang pun mencegahnya, meminta Jivaa untuk menunggu beberapa menit lagi. Karena Rendra sudah memesankan makanan untuk mereka. Alhasil, Jivaa pun berseru senang.
"Nah, sambil nunggu makanan. Ayo lanjut bahas novelnya." Rendra menyiapkan pena dan buku untuk menulis hasil dari beberapa halaman yang sudah ia baca.
"Gue ngga bisa mikir, laper banget." Rengek Jivaa, dan Jeevans hanya tertawa kecil. Ia pun menyarankan untuk menunggu makanan yang dipesan Rendra sembari menonton versi filmnya saja. Ketiganya setuju karena The Da Vinci code sangat berat kalau diharuskan dibaca dengan sekali duduk.
;
Dua setengah jam kemudian.
Jivaa sudah tertidur dengan mulut penuh jelly. Elang sudah memegang kepalanya yang terasa pusing. Rendra tak hentinya mengatakan 'wow' dan Jeevans yang sudah mencatat beberapa poin penting dari film yang ditontonnya tadi.
"Wah, Jeevans memang berbeda. Apa semua pangeran emang kaya gitu ya?" Tangan Jeevans berhenti mencatat kala mendengar ucapan Elang. Ia pun mengalihkan pandangannya dari buku tulisnya dan menatap Elang yang masih memegangi kepalanya.
"Gue pernah nonton film sci-fi sama Bintang dan Mavendra. Gila sih, filmnya keren sampe gue mutusin buat pindah ke Sastra. Agak bikin pusing tapi penjelasan Mavendra setelah nonton filmnya berasa dikuliahin sama dia." Jelas Elang. Jeevans hendak bertanya judul film apa yang ditontonnya, Rendra kini beralih mengucapkan 'wow' pada Elang dengan mengacungkan kedua jempolnya karena Elang mengenal seorang pangeran lagi di kampus mereka.
Elang pun jadi menjelaskan lagi awal mula ia berkuliah di kampus mereka dengan jurusan manajemen bisnis dan bertemu dengan dua temannya itu—Bintang dan pangeran Mavendra. Pertemanan mereka dan menuturkan beberapa persamaan pangeran Mavendra dengan Jeevans, seperti tidak mau membagi nomor ponselnya dan hanya memberikan informasi akun sosial medianya saja. Atau pembawaan bahasanya yang sangat sopan, walau pangeran Mavendra sudah bisa membaur dengan baik.
Ngomong-ngomong soal pangeran Mavendra, Jeevans jadi mengingat kejadian dua hari yang lalu. Di mana ia diantar pulang olehnya sembari mengatakan kedekatannya dengan kakaknya. Jeevans suka berada di sekitarnya. Jauh lebih nyaman karena terasa seperti sudah mengenal bertahun-tahun lamanya, karena status keduanya adalah seorang pangeran.
"Je, lo diem aja." Rendra menyenggol lengan atas kanannya dan membuatnya kembali dari lamunannya. Ia hanya menatap bingung kepada dua temannya itu. Jivaa yang sedang tidur pun terusik sebentar dan kembali menyamankan posisi tidurnya.
"Kayanya udahan aja deh. Dilanjut besok aja, tapi kalian harus tulis hasil analisisnya." Tukas Elang yang tak hentinya mengernyitkan keningnya. Sepertinya rasa pening itu menghampirinya lagi. Dan Jeevans pun setuju.
;
Ting.
Suara notifikasi ponsel Jeevans berbunyi, menandakan ada yang mengiriminya pesan di twitter. Ia yang tadinya sedang sibuk mencatat hasil analisis mengenai The Da Vinci Code pun mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.
mav sent you a message
Jempol Jeevans langsung memencet notifikasi tersebut. Ia membaca pesan singkat dari pangeran Mavendra. Hanya hi tapi mampu membuat konsentrasinya buyar. Ia tak segera membalas karena merasa bingung.
Memang benar, ia mengizinkan pangeran Mavendra mengikuti akun twitternya—begitu juga sebaliknya, tapi ia tak menyangka kalau pangeran Mavendra akan memulai pembicaraan melalui media maya seperti ini. Ah—seharusnya Jeevans tak perlu heran karena memang sudah pernah mengalaminya.
Jujur saja, ia bingung harus membalas apa. Haruskah Jeevans membalas 'hi juga'? Atau ada ketentuan lainnya? Ia harus sopan kan?
Ting.
Ponselnya berbunyi lagi. Satu bubble pesan muncul di room chat itu.
Mav: hi
Mav: how are you pangeran Jeevans?Jeevans pun mengetik beberapa kata dengan cepat.
Jeevans: Hai Pangeran Mavendra, saya baik. Bagaimana dengan anda?
Mav: hahaha, no need to be formal.
Mav: kepala gue mau pecah, tugas akhir yang memusingkan.
Mav: anyway, gue denger dari El, kalian lagi baca The Da Vinci Code untuk tugas ya?Jeevans: Separah itu ya tugas akhirnya? Dan iya, mata kuliah poplit, jadi membaca novel setebal itu.
Mav: tergantung jurusannya.
Mav: tadi malah nonton film? El tiba-tiba sambat di gdm wkwk
Mav: poplit?Jeevans: Ah? Soalnya semuanya pusing baca novelnya, dan laper. Poplit itu Popular Literature.
Mav: i see. good luck
Mav: kalo butuh bantuan, bisa chat di sini aja. gue siap ngebantu, soalnya gue baca semua novelnyaJeevans: Thanks Pangeran Mavendra, I'll chat you when I need it 😁
Tak ada balasan lagi. Jeevans menunggu beberapa menit, tak ada bubble yang masuk lagi. Ia menghela napasnya dan mencoba melanjutkan hasil analisisnya tadi. Dengan membaca kembali draft yang sudah ia baca.
Apakah Jeevans salah bicara ya? Tidak—ia mengetik. Tapi apakah itu menyinggung pangeran Mavendra?
Sialan. Jeevans tak bisa konsentrasi lagi. Ia pun memutuskan untuk tidur lebih awal guna menghilangkan rasa gelisah yang tak nyaman itu.
—k. mala
KAMU SEDANG MEMBACA
Erlebnisse: Kama
Short StoryPengalaman tabu yang baru dirasakan oleh dua putra mahkota dari kerajaan berbeda, yang disebut kama. Start: Januari 23, 2023. End: -ongoing -UPDATE SETIAP HARI SELASA-