Jeevans POV
Hari ini Jeevans bangun kesiangan. Ia hampir terlambat datang ke kelas Teori Sastra, beruntung ia tinggal di asrama yang bisa ditempuh selama 10 menit dengan berlari saja. Jivaa mengejeknya karena tak biasanya Jeevans datang terlambat. Tak mungkin Jeevans mengatakan kalau ia baru saja pulang dari kerajaannya di tengah malam dan bersemangat untuk bertemu dengan pangeran Mavendra. Jivaa bisa mengejeknya mengenai mencoba hal baru seperti Elang.Selama kelas berlangsung, Jeevans berusaha menyusun dari mana ia harus bercerita pada pangeran Mavendra. Di bagian mana pangeran Mavendra harus tahu mengenai kehidupan di kerajaannya. Jeevans merasa bahagia, ia merasa menemukan kakak yang bisa diandalkan—lagi.
"El udah nungguin kita." Bisik Jivaa pelan. Kelas akan berakhir 10 menit lagi, tapi Jivaa sudah tak bisa diam. Apalagi mengenai perut.
"Katanya ada temennya juga. Lumayan, jadi rame makan barengnya." Lanjut Jivaa dengan senyuman lebar. Pipi gembulnya terangkat. Jeevans mengecek ponselnya guna mencari tahu siapa teman yang dimaksud oleh Jivaa.
Pangeran Mavendra tak mengiriminya pesan. Elang juga tak mengirim pesan di grup mereka. Apakah teman yang dimaksud Jivaa adalah Faras dan Sean? Mungkin juga kakaknya Faras?
;
Usai kelas berakhir, Jivaa menyeretnya ke kantin. Mereka bertemu Rendra di gedung kedua dan pergi ke kantin bersama. Jeevans ingin mencari alasan untuk menolak, namun ia tak tahu harus mengatakan apa. Lagipula pangeran Mavendra belum mengatakan apapun padanya.
Kantin Fakultas Ilmu Budaya memang selalu ramai. Makanan yang disediakan tergolong ramah kantong untuk mahasiswa dan mahasiswi. Banyak mahasiswa dari Fakultas lain mengisi perutnya di kantin Fakultas Ilmu Budaya. Jadi, keramaian itu tak mengherankan bagi Jeevans.
Akan tetapi, keramaian kali ini berbeda. Mengingatkannya akan pertama kali ia makan dengan pangeran Mavendra. Eh?
Mereka sudah sampai di salah meja yang berada di ujung Barat. Elang yang berusaha menyingkirkan para mahasiswa dan mahasiswi yang ingin berkenalan dengan pangeran Mavendra. Ya—bukan hal yang aneh kalau pangeran Mavendra menjadi bintang di kantin Fakultasnya.
"Akhirnya dateng juga, yaudah ayo pergi." Elang berseru dan menepuk pelan bahu pangeran Mavendra serta temannya yang bernama Bintang. Jeevans yang masih bingung pun hanya bisa celingukan.
Kata Elang, mereka akan makan siang di kedai makanan langganan Elang dan kedua temannya itu. Banyak hal yang ingin dikatakan Elang mengenai persiapan pernikahannya.
;
"Je, gue boleh minta tolong ngga?" Pinta Elang padanya usai membahas kostum yang akan mereka kenakan nanti. Jeevans mengangguk pelan. Ia mengambil satu sashimi dan melahapnya dengan senang.
"Lo mau jadi Best Man gue ngga?" Jeevans hampir tersedak sashiminya. Ia menepuk pelan dadanya. Pangeran Mavendra langsung sigap memberinya minuman.
"Kenapa Jeevans, El?" Tanya Jivaa yang mulutnya dipenuhi oleh makanan. Elang menggaruk belakang telinganya dan tertawa pelan. Kemudian menjawab, "karena Jeevans udah kaya adek gue sendiri. Mavendra udah jadi Best Man calon suami gue."
Fakta baru. Jeevans baru tahu kalau pangeran Mavendra kenal dekat dengan calon suami Elang. Kalau mereka tak saling kenal, mungkin yang diminta Elang untuk menjadi Best Mannya adalah pangeran Mavendra. Sedekat apa hubungan mereka?
"Dan dia yang paling menggemaskan." Lanjut Elang. Rendra setuju, sedangkan Jivaa protes. Ia pun bertingkah lucu agar dipuji menggemaskan oleh Elang.
"Dessert sudah datang." Bintang datang dari luar, membawa sebungkus es krim. Mereka pun fokus memilih es krim mana yang mereka inginkan. Jeevans mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu di Twitter.
Jeevans: Boleh, semoga Elang ngga menyesal.
El: hahaha, gue ngga bakalan nyesel. lo yang terbaik, Je.
;
Seperti biasa, pangeran Mavendra yang membawa mobil dan mengantarkan semuanya. Tak terkecuali Jeevans—dan yeah, Jeevans selalu yang terakhir diantarkan karena tinggal di asrama kampus. Perutnya yang kekenyangan tak bisa memikirkan apa yang harus ia katakan pada pangeran Mavendra.
"Gue mampir ke toko buku dulu ya." Tukas pangeran Mavendra yang melewati gerbang kampus. Jeevans hanya menurut. Padahal baru beberapa hari yang lalu membeli buku kan?
"Lo bisa cerita sekarang, atau mau nunggu nyari tempat yang enak?" Lanjut pangeran Mavendra. Jeevans menoleh ke arahnya. Melihat sisi wajah pangeran Mavendra yang dari samping. Sangat menawan sampai Jeevans lupa mau menjawab apa.
"Gue punya hutang dengerin cerita lo kan?" Ucapan pangeran Mavendra membuatnya tersadar akan lamunannya. Ia mengangguk pelan dan pangeran Mavendra pun tertawa pelan. Mengatakan kalau Elang memang benar, Jeevans sangat menggemaskan.
"Ini tidak ada hubungannya, pangeran." Ujar Jeevans kesal. Ia pun kembali menatap ke depan. Melihat jalanan yang cukup ramai. Bibir bawahnya dimajukan. Merajuk seperti anak kecil. Seolah ia sedang bersama kakanda Yao.
"Jadi, apa yang membuat pangeran Jeevans gelisah beberapa hari ini?" Mobilnya dihentikan kala ada lampu merah. Pangeran Mavendra menoleh ke arahnya. Menunggu jawaban darinya.
"Hm, biasa. Di kerajaan yang memiliki lebih dari satu keturunan. Pasti ada gosip buruk mengenai perebutan tahta." Jeevans mulai menceritakannya. Ia masih merasa tak yakin. Apakah ia boleh menceritakan hal ini? Apakah pangeran Mavendra akan menghakiminya sebagai anak kecil? Apakah pangeran Mavendra akan mengejeknya seperti paman William?
Jeevans terkejut. Puncak kepalanya diusap pelan oleh pangeran Mavendra. Terasa asing namun menenangkan. Usapan di puncak kepalanya itu turun ke belakang. Memijat tengkuknya pelan.
"Gue bisa memahaminya." Kalimat itu cukup menenangkannya bagi Jeevans.
"Perasaan seperti ini wajar. Memang harus ada perasaan sedih untuk mengetahui apa itu perasaan bahagia. Nikmati saja momen perasaan ini. Suatu hari, ini akan menjadi alasan kenapa lo harus bahagia. Dan, gue siap mendengarkan apapun keluh kesah seorang pangeran Jeevans." Ia pun tak bisa menahan pandangan akan rasa kagum pada pangeran Mavendra. Seperti kakandanya, pangeran Mavendra adalah sosok keren di dalam hidupnya.
"Kalau mengenai pidato menjadi Best Man, apakah termasuk?" Tanya Jeevans dengan niat bercanda. Namun dibalas dengan jawaban mantab oleh pangeran Mavendra. Bahkan siap membantunya menyusun pidato itu.
"Terimakasih, pangeran Mavendra." Ucap Jeevans dengan lirih. Lampu laku lintas sudah berubah kembali menjadi hijau, pangeran Mavendra mengusap puncak kepalanya sekali lagi sebelum melajukan mobilnya kembali.
—k. mala
a/n: maaf ya mala telat update ini 😭🙏🏻 terimakasih yang sudah menantikan tiap chapternya 🥺❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Erlebnisse: Kama
Short StoryPengalaman tabu yang baru dirasakan oleh dua putra mahkota dari kerajaan berbeda, yang disebut kama. Start: Januari 23, 2023. End: -ongoing -UPDATE SETIAP HARI SELASA-