The Party

166 10 1
                                    

Jeevans POV
Sisa liburan di Thailand itu berakhir dengan sangat menyenangkan. Semuanya menikmati kunjungan mereka ke salah satu kuil. Bermain bersama di salah satu pantai yang memiliki pemandangan indah. Makanan laut yang menggoyang lidah mereka. Membeli beberapa souvenir dengan candaan yang dipenuhi oleh tawa. Hari-hari itu akan menjadi kenangan terindah, baik bagi Jeevans maupun yang lainnya.

Mereka sudah siap untuk pulang ke negera mereka. Kali ini Elang yang mengatur kursi di pesawat. Ia meminta bantuan Mars untuk mengaturnya karena semua orang paham kalau Elang ingin duduk di sebelah suaminya. Yang tak bisa disangka oleh mereka adalah Jeevans yang duduk di kursi yang terdiri dua slot bersama pangeran Mavendra.

"We know, Je. We know." Ucap Jivaa dan menepuk bahunya dengan pelan. Tawanya tak bisa disembunyikan. Jeevans tak paham dengan maksud mereka.

"Pangeran tahu maksud mereka apa?" Bisik Jeevans pada pangeran Mavendra. Namun ia tak mendapatkan jawabannya. Pangeran Mavendra juga tak mengetahui apa yang sudah dispekulasikan oleh teman-teman mereka.

Jeevans bisa menanyakannya nanti kepada sahabat-sahabatnya. Ia sangat penasaran kenapa sampai Jivaa tak hentinya terkekeh seusai menatap ke arahnya dan pangeran Mavendra.

;

Rintikan hujan itu menjadi pemandangan yang menyedihkan bagi Jeevans. Beberapa detik yang lalu, canda tawa masih mengalun dengan indah dari indera pengecapnya. Bersenda gurau bersama sahabat-sahabatnya. Menikmati waktu liburan mereka yang tak terduga dan mulai ada rencana-rencana untuk liburan selanjutnya. Semuanya sirna saat sebuah mobil hitam telah menunggunya di bandara. Pengawalnya tiba jauh sebelum pesawat yang dinaiki Jeevans landing. Membuat rencana tak terucapnya untuk menanyai pada sahabat-sahabatnya mengenai maksud mereka memojokkannya dengan pangeran Mavendra pun gagal.

Jeevans harus pulang lebih cepat. Yang Mulia Raja telah menunggu kehadirannya. Begitu juga dengan kakandanya. Membuat senyum di bibir Jeevans sirna. Selama perjalanan ke kerajaannya pun menjadi tak menyenangkan.

"Yang mulia Raja membuat pesta. Di jaman sekarang, jenis kelamin janin yang dikandung bisa diketahui dan pesta harus diadakan demi menunggu kelahiran sang putra mahkota." Jeevans tak peduli dengan ucapan pengawalnya. Perlahan bibirnya juga menekuk ke bawah.

Pesta, artinya banyak manusia. Pesta, artinya semua anggota keluarganya hadir. Pesta, artinya Jeevans akan merasa letih lebih dari ini.

;

Semenjak kedatangan Jeevans, suasana di kerajaan menjadi lebih gaduh. Beberapa kerabat jauhnya berbisik mengenai rumor aneh itu. Jeevans tak mengambil pusing hal tersebut. Pasti paman William yang sudah mempengaruhi mereka dan tak ada seorang pun yang ingin bertanya apakah rumor itu benar atau tidak.

Perjalanan menuju ke kamar kakandanya pun terasa jauh lebih cepat daripada biasanya karena ia tidak ingin semua atensi mengarah kepadanya. Ia bahkan tak mengetuk daun pintu kamar kakandanya. Ia membuka dan langsung menutupnya. Seolah ia baru saja berhasil kabur dari musuh.

"Er—Jeevans?" Suara kakandanya terdengar terkejut. Jeevans mencari keberadaan kakandanya yang sedang tengkurap di atas ranjangnya. Menindih tubuh istrinya tanpa benar-benar menindihnya karena perutnya yang besar. Handuk basah masih berada di kepala kakandanya.

"Maafkan saya, kakanda. Saya... Um, saya akan keluar sekarang. Sekali lagi saya minta ma-maaf." Jeevans buru-buru keluar dengan wajah memerah. Deguban jantungnya berpacu jauh lebih cepat sebelum ia masuk ke dalam kamar kakandanya.

Detik berikutnya, Jeevans langsung berlari ke arah kamarnya tanpa mempedulikan orang di sekitarnya. Pikirannya kacau. Badannya lelah. Jeevans butuh waktu sendiri sebelum pesta dimulai.

;

Kamarnya berantakan. Pakaian yang tadi dikenakannya berserakan. Baru kali ini Jeevans tak mempedulikan kerapihan akan kamarnya. Tubuhnya sudah dibalut dengan selimut. Kepalanya pusing luar biasa. Memikirkan cara meminta maaf yang layak kepada kakandanya karena sudah mengganggu adegan intimnya. Dan juga, memikirkan kenapa teman-temannya yang suka memojokkannya dengan pangeran Mavendra.

Ah, iya. Pangeran Mavendra.

Apakah pangeran Mavendra juga langsung pulang ke kerajaannya? Ataukah masih menghabiskan waktu bersama teman-temannya?

"Um." Lenguhnya pelan karena Jeevans merasa pusing.

Tok.. Tok.. Tok..

Jeevans menatap daun pintu kamarnya dengan tatapan tajam. Siapa yang berani menganggu waktu sendirinya?

"Kakanda hanya ingin menyambut adik kesayangannya." Mendengar kalimat itu, mau tak mau Jeevans pun langsung membuka gulungan selimutnya dan membukakan pintu untuk kakandanya.

Baru saja daun pintu kamarnya dibuka, ia mendapatkan serangan pelukan dari kakandanya. Kepalanya diusap dengan lembut. Seolah menenangkan pikirannya yang kacau. Jeevans membalas pelukan tersebut.

"Maaf, karena kakak lupa mengunci pintunya."

"Um."

"Bagaimana kabarnya? Apakah liburannya menyenangkan?Apakah berteman dengan pangeran Mavendra sangat menyenangkan?" Tangan Jeevans mencengkram pakaian kakandanya sampai kusut.

"Dia seperti kakanda. Baik dan hangat." Kakandanya tertawa pelan. Terdengar sangat senang akan jawabannya.

"Saya mengundangnya ke pesta ini. Kamu bisa bersamanya guna menghindari kerabat jauh kita." Pelukan Jeevans makin erat. Ia tidak mau melepaskan pelukan kakandanya. Rasa pusing itu tiba-tiba datang menyerangnya lagi.

"Kakanda harus menyapa para tamu, bersiap-siaplah." Kakanda Yao melepaskan pelukannya. Mengusap sekali lagi puncak kepalanya sebelum pergi ke ruang pesta.

—k. mala

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Erlebnisse: KamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang