The Lunch

246 28 0
                                    

Jeevans POV

Alunan musik klasik dari Mozart menemani Jeevans mengerjakan tugas esai mata kuliah lainnya. Konsentrasinya sangat bagus, hingga tak menyadari langit yang tadinya cerah kini mulai mendung. Angin di luar sana cukup kencang. Membuat suhu di dalam kamar Jeevans turun beberapa derajat. Tangannya mulai gemetaran kala ia tak suka dengan suhu dingin. Ia pun berhenti mengerjakan esai tentang feminism pada film The Maleficent dan beranjak ke ranjangnya.

Jeevans mengambil selimut dan membalut tubuhnya dengan selimut tersebut. Kemudian kembali melanjutkan tugasnya.

Drrrtt... Ddrrtt... Ddrrtt...

Ponselnya terus bergetar. Menandakan ada panggilan masuk. Ia tak bisa mengabaikannya, itu pasti orang dari kerajaan yang menghubunginya. Karena sejak satu jam yang lalu, Jeevans tak menghiraukan ponselnya yang bergetar kala mendapatkan notifikasi dari sahabatnya di twitter.

Kakanda Yao is calling.

Jeevans langsung menerima panggilan tersebut. Ia berdeham pelan dan mulai menyapa kakak kandungnya di seberang sana. Senyumnya merekah kala mendengar kakak kandungnya itu merindukannya. Menanyakan kabarnya dan memberikan kabar mengenai dirinya sendiri beserta kabar istrinya yang sedang mengandung.

"Minggu depan ada makan malam keluarga, kamu bisa datang kan?" Kalimat itu membuat Jeevans tertegun. Makan malam keluarga? Apakah semua anggota keluarga? Atau hanya keluarga inti saja? Apakah ini mengenai pemilik tahta berikutnya? Ayahnya masih sehat kan? Kenapa harus buru-buru?

"Jeevans?" Ia pun hanya asal mengiyakan. Tak tahu apakah ia akan datang atau tidak di kemudian hari. Tak berapa lama kemudian, kakaknya menutup sambungan telepon. Membiarkan Jeevans mendesah lesu.

Ia sudah tak bersemangat untuk mengerjakan tugas esainya lagi, ia akan menyelesaikannya besok atau lusa. Toh tenggat waktunya masih lama.

;

Lima belas menit lagi kelas Sastra Modern akan selesai. Jeevans sudah tak bisa fokus pada penjelasan dosen mengenai simbol yang ada di naskah drama Beyond the Horizon. Ia memikirkan tugas mana yang harus ia selesaikan hari ini terlebih dahulu guna mengalihkan pikirannya dari ucapan kakaknya semalam.

Ddrrtt...

Jeevans mengecek ponselnya dan melihat notifikasi dari twitter.

mav sent you a message

mav: hi! how are you?
mav: sorry, akhir-akhir ini gue sibuk. i hope you still need my help

Jeevans: Hai Pangeran Mavendra, saya baik. Semoga anda juga baik. Tidak apa-apa, tugas akhir lebih penting.

mav: hahaha, tapi gue ngerasa bersalah. mau makan siang sebagai permintaan maaf?

Jeevans: Boleh, mau makan siang di mana?

mav: di kantin fakultas ilmu budaya saja. gue langsung otw ke sana!

Jeevans: Baik. Sebentar lagi kelas saya selesai. Langsung saya susul ke kantin

Jeevans tersenyum tipis. Tak sabar guna bertemu dengan pangeran Mavendra. Ah—kenapa ia begitu berharap bertemu dengan pangeran Mavendra? Apakah ia ingin mengatakan kegelisahannya mengenai makan malam keluarganya? Apakah itu tidak akan membebaninya?

Jeevans tersentak kala lengan kanannya disenggol oleh Jivaa. Sahabatnya dengan pipi tembam itu mengatakan kalau kelas Sastra Modern sudah berakhir. Senyum Jeevans merekah dan ia pun pamit untuk pergi ke kantin terlebih dahulu. Meninggalkan Jivaa, Rendra dan Elang bertanya-tanya. Tak biasanya Jeevans terburu-buru seperti itu.

;

Jeevans baru tahu kalau pangeran Mavendra adalah sosok yang bisa menarik perhatian orang. Di manapun berada—meskipun berada di tempat yang orang-orang tak mengenalinya. Aura pangeran Mavendra berbeda. Semuanya akan terasa terhipnotis seperti bagaimana Jeevans bertemu pertama kali. Membuat kantin di fakultas Ilmu Budaya menjadi sangat ramai. Jeevans pun ragu untuk menyapa pangeran Mavendra.

"Jeevans!" Teriak pangeran Mavendra kala menyadari keberadaannya. Mengangkat tangan kanannya dan menyapanya dengan senyuman cerah. Beruntung Pangeran Mavendra tak keceplosan memanggilnya dengan sebutan pangeran, atau Jeevans akan dikejar-kejar oleh beberapa mahasiswi di fakultasnya.

Iya—karena pangeran Mavendra sudah menyadari keberadaannya dan menyapanya, mau tak mau Jeevans pun menghampirinya. Ia jadi merasa tak enak karena pangeran Mavendra meminta beberapa mahasiswi untuk memberinya ruangan. Walaupun perbuatan itu tidak salah, tetap saja.

"Pesan menu apapun, gue yang traktir!"

Sebelum Jeevans merasa senang dengan ucapan pangeran Mavendra, Elang datang dan berseru heboh tatkala melihatnya makan siang bersama pangeran Mavendra. Mengatakan bahwa tak heran kalau kantin fakultasnya menjadi sangat ramai. Kehadiran pangeran Mavendra mempengaruhinya. Makan siang itu pun, Jeevans tak sempat bercerita sedikit mengenai perasaan gelisahnya karena makan malam keluarganya pada pangeran Mavendra.

—k. mala

_________________________________________
a/n: maaf karena ini cuman sedikit, dan harusnya mala update double, tapi karena ada kendala, hari ini mala update satu. untuk update satunya diusahakan besok 🙏🏻 terimakasih banyak 🙏🏻

Erlebnisse: KamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang