Jeevans POV
Hari ini Jeevans sudah membuat janji untuk makan siang lagi bersama pangeran Mavendra. Di kantin Fakultas Ilmu Budaya karena pangeran Mavendra masih ada jadwal bimbingan dengan dosen pembimbingnya. Juga karena Jeevans yang menyiapkan pidato. Ia akan meminta pendapat pangeran Mavendra. Keduanya memilih kantin Fakultas Ilmu Budaya kala mereka tidak makan di tepat jam makan siang, kemungkinan besar kantin akan lebih sepi.Jeevans meminta tolong pada Jivaa dan Rendra guna mengalihkan Elang dari kantin, Jeevans harus merahasiakan isi pidatonya pada Elang. Ia ingin membuat kejutan yang berharga untuk sahabatnya itu.
Ya, Jeevans sudah tiba lebih dahulu di kantin. Ia mengetik beberapa kata yang pantas diucapkan di depan altar. Mengingat semua kebaikan Elang padanya. Mencari bendahara bahasa yang pantas diucapkan di depan umum. Mendoakan agar kehidupan pernikahan Elang dan suaminya selalu bahagia dan berjalan lancar.
"Wah, cepat sekali." Jeevans tersentak kala mendengar suara pangeran Mavendra yang sudah berada tepat di belakangnya. Ia menyapa pangeran Mavendra dan mempersilahkannya untuk duduk.
Sebelum mereka mulai membahas isi pidato, keduanya membeli es teh manis dan spagetti sebagai makan siang mereka. Kedua pangeran itu cukup fokus pada makanan usai berdoa—karena memang begitulah tata cara makan yang sopan. Tidak boleh ada yang berbicara hingga selesai menghabiskan makan siang mereka. Barulah keduanya mengobrol setelah mengembalikan piring kotornya.
"Bagus, keren. Susunan kalimatnya sudah rapi." Puji pangeran Mavendra. Jeevans tersenyum tipis. Ia merasa bangga, walau hatinya masih merasa tak enak. Seolah ada hal yang harus ia turahkan lagi dalam pidatonya.
"Kutipan tentang cinta dari Jane Austen sangat menarik. Terkesan klasik, tapi mungkin bisa ngambil yang dari novel Emma?"
"Kenapa Emma?"
"Karena karakter Emma maskulin, dia sangat cocok sama El."
"Kenapa tidak pangeran Mavendra saja? Ah, maaf." Jeevans buru-buru menutup mulutnya dan menunduk. Ia lupa kalau pangeran Mavendra memberikan pidato untuk pihak suaminya Elang.
"Hahaha, tidak apa-apa. Santai saja, pangeran. Saya juga akan memakai kutipan-kutipan dari novel Emma. Elang dan tunangannya memang seperti karakter utama di sana, hahaha." Jelas pangeran Mavendra. Jeevans malah tertarik dengan siapa sosok laki-laki yang akan menikahi salah satu sahabatnya itu. Apakah orang yang baik dan akan menjaga Elang sampai seterusnya?
Ctak.
Pangeran Mavendra menyentil dahinya karena tanpa sadar Jeevans mendekatkan wajahnya. Ia terlampau antusias hingga ingin mendengarkan lagi dari pangeran Mavendra. Tapi sepertinya pangeran Mavendra tidak peka dengannya.
Ia mengusap keningnya yang cukup pening dengan bibir yang dimajukan. Persis seperti anak kecil.
"Maafkan saya, yang mulia Jeevans Putra." Ucap pangeran Mavendra dengan bercanda. Tawa kecil lolos dari bibirnya di mana pangeran Mavendra mengusap pelan puncak kepalanya. Harusnya Jeevans marah, tapi ia malah merasa tenang. Perasaan marahnya lenyap begitu saja. Tak biasanya.
"Besok gue ngga ada kelas, tapi tetep makan siang jam segini. Mau?" Jeevans langsung mengiyakan tanpa berpikir.
;
Luminuous — Ludovico Einaudi
Alunan musik piano itu mengalun dengan sangat indah. Menemani Jeevans dan Elang yang sedang mengerjakan tugas bersama di apartemen Elang. Jeevans terlalu fokus. Ingin segera menyelesaikan tugas Teori Sastra sebelum hari berganti. Jeevans duduk di bawah, bersandar pada ranjang Elang. Sedangkan Elang yang tengkurap di atas ranjangnya.
"Je, lo pernah jatuh cinta?" Gesekan pena dan kertas di pahanya itu terhenti. Jeevans menatap tugasnya yang sedikit lagi selesai. Fokusnya hancur. Ia lupa harus mengakhiri tugasnya dengan kalimat apa.
"Je, apa cinta pertama lo itu seorang putri?" Elang bertanya sekali lagi. Entah kenapa Elang merasa penasaran dengan kisah cinta dalam hidup Jeevans. Kenapa Elang baru penasaran sekarang? Apakah ini ada hubungannya dengan Jivaa? Sahabat mereka yang memiliki pipi tembam itu selalu bercerita mengenai kakaknya Faras yang samgat tampan. Jivaa rela berakhir seperti Elang yang belok guna menjadi kekasih kakaknya Faras. Dan selalu menyeret Jeevans guna mencari teman.
"Gue ngga pernah jatuh cinta." Jawab Jeevans dengan jujur. Ia bukan Jivaa yang mudah jatuh cinta hanya karena fisik. Di dalam kehidupan bangsawannya, ia selalu melihat pangeran yang tampan dan putri yang cantik. Fisik tak bisa menjadi alasan ia menyukai seseorang.
Elang mengubah posisinya menjadi duduk. Mendekati Jeevans yang berusaha berpikir keras untuk menyeleseikan tugasnya. Elang tertawa kecil.
"Gue mau jadi orang pertama yang denger kalo lo akhirnya jatuh cinta. Boleh kan, Je?" Elang mendekat lagi pada Jeevans. Napas hangat Elang menabrak pipi kiri Jeevans, yang sontak membuat Jeevans menghindar.
"Selama ini gue selalu denger kisah cinta Rendra dan pacarnya. Gue juga selalu denger Jivaa yang cerita tentang siapa aja orang yang dia sukai. Entah cewek atau cowok. Tapi gue ngga pernah denger sedikitpun dari elo. Mungkin terkesan penasaran, tapi gue juga khawatir. Kalo pada akhirnya lo menemukan orang yang bener-bener lo sayang, gue mau orang itu adalah orang yang tepat buat lo. Yang bisa bikin lo bahagia." Jeevans baru tahu kalau Elang memang begitu memperhatikannya. Elang begitu menyayanginya. Kini—hanya sedikit, ia tahu mengapa Elang memintanya menjadi Best Mannya.
"Boleh kan, Je?" Elang meminta izinnya lagi. Jeevans pun hanya mengangguk pelan.
—k. mala
a/n: aduh maaf banget, Mala lupa kalo harus update hari Senin 😭 Mala ganti tiap hari Selasa aja ya 😭🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Erlebnisse: Kama
Short StoryPengalaman tabu yang baru dirasakan oleh dua putra mahkota dari kerajaan berbeda, yang disebut kama. Start: Januari 23, 2023. End: -ongoing -UPDATE SETIAP HARI SELASA-